Bacanya pelan-pelan aja. Soalnya, ini adalah perjumpaan terakhir kita dengan Mas Aresta dan Aphrodita.
Hiks 😭
---
"Berat," kata suara serak itu.
Dita meraba sumber beban yang menghimpit dadanya. Bukannya memindahkan si beban, Dita malah mengelus rambut ikal berantakan itu dengan mata yang masih merekat erat. Dia ingin saja mengelusnya terus. Tapi masalahnya alarmnya berbunyi dan segunung pekerjaan menantinya pagi ini. Begitu juga dengan si pemilik rambut ikal.
"Turn off that noisy thing Honey, please?" pinta si rambut ikal. Dia benar-benar mengantuk. Perjalanan dari Bandung ke Jakarta untuk menjenguk Sang Papa di Lapas Sukamiskin membuat badannya remuk. Apalagi ditambah sebentuk perjumpaan penuh kasih sayang semalam. Ares kelelahan dan masih mau tidur.
Dita memaksakan matanya membuka. Kalau menuruti Ares, jelas mereka berdua akan 'terjebak' di ranjang. Dan lagi, ada makhluk berbulu yang sedang protes ingin masuk ke kamar.
"Mas, bangun. Maple udah heboh di luar kamar. Kalau Mas anggurin, dia nggak akan berhenti bicara."
Maple selalu minta masuk ke kamar sejak Dita mulai menjadi penghuni tetap apartemen Ares sepuluh bulan yang lalu. Tapi Maple dipaksa tidur di bantalnya kalau dia tidak ingin melihat yang tidak-tidak bila para tuan sudah berdua di kamar.
"God. Untuk pertama kalinya Mas kesal sama Maple," gerutu Ares. Dia berganti posisi hanya untuk mengubur wajahnya di bantal Dita.
Dita terkekeh. "Terus salah aku, gitu? Dia kan begitu sejak aku pindah ke sini."
"Mas nggak nyalahin kamu, ya. Mas ngerasa Maple langsung berulah kalau Mas udah narik kamu masuk kamar. Maple is a naughty cat."
"Ulu ulu ulu imutnya kalau lagi ngambek begini." Dita mengelus pipi suaminya. "Baikan nanti sama Maple. Sekarang ayo mandi."
"Bareng!"
"Entar lamaaaa! Aku duluan aja." Dita cepat-cepat turun.
"Mas ikut!" Ares bangkit dan menyusul Dita di ambang pintu kamar mandi.
Dita memutar bola matanya. "Janji, Mas harus behave! Entar waktu Subuh habis."
Walaupun cemberut, Ares tetap berkata, "Iya, iya. Janji."
***
Sebuah frame foto ukuran 6R diletakkan di rak toples-toples bumbu kering. Di dalam bingkai, diabadikan momen saat dia dan suaminya dalam balutan gaun satin selutut dan tuksedo warna broken white saling berhadapan, tersenyum penuh cinta saling menggenggam buket bunga baby breath.
Tapi yang membuat foto itu berbeda adalah kedua pengantin memakai sneaker putih! Kakinya tidak mau terbiasa dengan high heels. Ares? Dia berkata dengan tulus, "Senyamannya kamu aja. Kamu pakai sneaker, aku juga. Your request is my command, Sweet Heart!"
Foto itu menyemangatinya ketika penat melanda di tengah dia mempersiapkan menu 'Warung Kita' setiap hari-warung yang Dita rintis sejak lima bulan yang lalu.
"Kak Dita, kang ojek udah pada datang."
"Oh ya?" Dita tak berhenti mengaduk sayur cap cay. "Layani sama seperti pelanggan lain ya, Ki. Kalau ada yang mau ayam goreng bawang putih, ready lima belas menit lagi."
"Baik, Mbak."
"Win, tolong dagingnya dilamain lagi rebusnya. Kurang empuk yang kemarin."
"Oke, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...