"Yah, ini beneran beritanya?" Wanda terkejut setengah mati membaca artikel gosip di ponselnya.
"Berita apa?"
"Temen Ayah itu pernah nikah sama pacarnya yang sekarang!" Wanda histeris.
"Temen Ayah yang mana, sih? Sebentar, Bun. Tobias nelepon."
"Halo—,"
"NDRA! Kasih tahu gue, ini berita hoax atau enggak!"
"Ngucapin salam, Tobi," protes Indra.
"Astaga. Lo pasti belum tahu. Ares, Ndra!"
"Kenapa dia?"
"Tuh anak ternyata udah pernah nikah sama Dita!"
"APA?! Pernah nikah? Lo tahu dari mana?"
"Mami gue yang bilang. Mami tahu dari temen arisannya. I mean, Dita? Cewek itu? Bukannya dia terlalu muda buat Ares? Oke, forget about that. Yang jadi pertanyaan besarnya, kenapa bisa?"
Indra tahu, Ares dan Dita pasti mempunyai hubungan spesial sebelum mereka menjadi sepasang kekasih. Tapi, menikah? Itu beda cerita. Bahkan sahabat-sahabatnya sendiri luput dari berita besar ini.
"Tenang Tobias. Nanti siang kita bakal dapat berita eksklusif lebih dulu dari wartawan infotainment."
***
"Kamu tahu, aku seharusnya komplain sama sekuriti yang ninggalin kamu sendirian saat aku mabuk berat."
"Seharusnya? Berarti nggak jadi? Aku kan bisa aja orang jahat waktu itu trus nyuri barang-barang Mas Ares."
Ares terkekeh kemudian berlama-lama mencium punggung tangan Dita karena sudah dilarang keras melakukan adegan cium-cium bibir. Padahal saat ini juga, ingin rasanya Ares memerangkap Dita di sofa hitam ini dan tidak membiarkannya ke mana-mana.
Sabar, Res. Kaki kamu belum bisa diajak bekerja sama.
"Kan, kamu udah nyuri hati aku duluan."
Pshhhhh. Memerah pipi anak gadis Safarina.
"Aww. Sakit, Sayang." Tapi Dita tidak berhenti memukul lengannya. "Dita. please stop. Maaf. Tapi aku nggak bohong. You took my heart away. Hidupku nggak pernah sama lagi sejak kamu pergi dari apartemen."
"Mas Areeees. Mau aku kena diabetes?!"
"Diabetes karena aku nggak apa-apa, Sayang. Nggak ada efek sampingnya. Justru kamu yang bikin jantungku selalu bermasalah. Dia berdetak liar kalau kamu di dekatku."
"Setop ngegombal!"
Ares tergelak. "Meskipun aku marah waktu tahu kamu tertidur di sini,..." Ares menepuk sofa hitam yang telah menjadi saksi bisu asal mula hubungan 'spesial' mereka dimulai. "...tapi aku nggak menyesal. Karena reward dari Tuhan terlalu besar. It's you," ucap Ares bahagia.
"Makasih," lirihnya. Hatinya membuncah sukacita. "Mas juga hadiah untukku."
"Thanks. Jadi, kapan kita bisa nikah?"
Dita terkekeh. "Belum bisa. Seenggaknya, tunggu Mama stabil. Beliau lagi sakit Mas, mikirin Papa. Sidang Papa juga belum kelar."
Ares cemberut namun tetap menjawab, "Iya, iya. Walaupun nggak sabar, sih."
Aku nggak sanggup diginiin, Tuhan. Aku juga pengen nikah tahu, Mas!
"Eh, beneran temenku boleh ke sini?" konfirmasi Dita untuk ke sekian kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...