1.3. Home Is Where The Bullsh*t Is

22.6K 1.9K 24
                                    


Bunyi ketukan pintu membuat seseorang di dalam kamar berteriak MASUK. Mendengar suaranya saja sudah membuat Ares tersenyum geli. Bikin kangen, batinnya. Ares sepertinya sudah berbulan-bulan tidak bertemu adik satu-satunya.

"Siapa tuh cowok yang jalan sama kamu ke Jogja?" todong Ares tidak suka sesaat setelah mendorong terbuka pintu kamar adiknya.

"Siapa ya, yang udah janji mau temenin aku jalan-jalan tapi dua hari sebelum hari H tiba-tiba batalin. Katanya lagi sok sibuk di toko." Mita tidak repot-repot memperlihatkan wajah bete-nya. Dia memunggungi kakaknya yang sudah menyamankan diri di kasur. Ares sejujurnya kelelahan dan butuh penghiburan. Misalnya, membuat adiknya marah.

"Jawab pertanyaan Mas, Shelomita," tutur Ares tegas, namun terdengar lelah di saat yang sama oleh telinga si adik, membuat Mita mendengkus kesal, kemudian memutar tubuhnya cepat pada sang Kakak dengan kursi gaming-nya. Ares sudah terpejam damai di kasurnya.

"Mas ngintilin aku? Stalking med-sos aku? Datang ke rumah sekali seabad cuma mau nanya siapa cowok yang pergi sama aku? Gitu?" serang Mita.

Lagi-lagi Mita menyinggung Ares yang jarang pulang ke rumah orang tuanya. Orang tuanya tidak pernah merasa perlu menyuruh anak sulungnya pulang. Namun, Mita berbeda. Si bungsu selalu merengek tidak terima bila kakaknya semakin jarang pulang. Untuk yang terakhir itu, Ares tidak akan membela diri. Itu makanya Ares memaksakan diri untuk datang ke rumah orang tuanya malam ini.

"Tentu Mas periksa med-sos kamu. Berhari-hari nggak kasih kabar. Tahu-tahu plesiran. Sama cowok pula. Dia siapa?"

"Temen."

"Temen apa temen?" kejar Ares. Matanya membuka karena sikap defensif Mita membuatnya curiga. Sedikit merah jelaganya, karena Ares hampiiiir saja tertidur.

"Temen kuliah." Tertarik, si sulung menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur.

"Kok sedih gitu? Unrequited love, huh?"

"Ha...ha...ha...," ejek Mita. "Kalau Mas cuma mau ngejek aku, mending keluar dari kamar ini sekarang juga. Malesin."

Ares malah tertawa lepas. Lelahnya sedikit terbayar. Lelah karena seharian menemani Nina belanja mengelilingi Plaza Indonesia dan menjadi porter-nya. Makan malamnya tidak jadi karena Nina mendapat panggilan darurat dari stasiun TV swasta KKTV, tempat Nina menjadi presenter program talk show bertema life style di sana.

"Maaaas!"

"Mita, Mita. Sini. Duduk deket Mas. Mas kangen banget tahu!" Mencebik, tapi Mita patuh dan ikut bersandar di kepala ranjang sebelah kakaknya. "Maaf ya, Mas belakangan ini nggak bisa sering ke rumah. Toko lagi banyak pesanan. Tapi untuk kamu yang ke Jogja bareng cowok..." Ares yang tadinya terlihat murah senyum tiba-tiba berubah serius. Pria itu mengunci iris coklat Mita. "...there is no excuse, young lady. Kamu perempuan. Kalau ada apa-apa, Mas yang nomor satu menyesal karena nggak bisa jagain kamu."

Mita menunduk. Kata-kata kakaknya seratus persen benar. Tidak ada alasan yang pantas untuk membela dirinya.

"Sorry," sesal adiknya. "But he is a very nice companion. A friend, Mas. He also—"

"He also a man, Mita," potong Ares. "Semua pria itu punya basic insting yang sama terhadap wanita. Sekarang tahu kan, kenapa Mas sewot kamu jalan sama laki-laki? Berdua pula. Kamu tuh cantik."

"I know," ucap Mita bangga.

"Bukan itu intinya."

"Aku nggak pergi berdua kok. Yang motoin aku cewek, temenku juga," jawab Mita cepat.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang