1.16. The Deals

12.1K 1.4K 14
                                    

Bibirnya manyun, keningnya berkerut, dan tangannya terjalin erat di dada, menatap pria jangkung yang berdiri menjulang di hadapannya yang juga membalas tatapannya. Seakan-akan tatapan Dita mengatakan, gue kata juga apa?

"Jadi Pak Ares percaya sama saya, kan?"

"Untuk sekarang ya." Ares tipe laki-laki gentleman. Kalau benar, dia akan mengapresiasi, kalau salah dia akan mengaku salah.

Dita memutar bola matanya. "Jadi nggak perlu kan, kita nikah?"

"Tidak ada yang menjamin Mama kamu menyebar skandal saya. Banyak yang di pertaruhkan bila sampai media tahu. Menikah jalan satu-satunya." ujar Ares lelah dan menghempaskan pantatnya ke sofa di sebelah Dita, membuat tubuh gadis itu ikut bergetar sejenak. Ares juga tidak mau menikah. Lebih baik dia mengejar Nina daripada terjebak dengan seorang driver ojol yang tidak dia kenal.

"Saya... sebenarnya juga nggak mau. Tapi Mama maksa." Gadis itu menelungkupkan wajahnya di dalam kedua telapak tangannya. Rambutnya yang panjang berjatuhan ke depan menutupi wajahnya dengan sempurna.

Sepuluh menit penuh digunakan dua manusia itu untuk mengheningkan cipta. Yang satu meremas rambut panjangnya, yang satu meminum kopi dinginnya yang belum habis sejak kedatangan Shelomita.

"Minum," perintah Ares setelah menyodorkan minuman teh dalam kemasan botol.

"Makasih. Pas banget ngomong sama Pak Ares bikin haus." Ares mendengus pelan.

"Kurang dari sepuluh hari kita menikah, tapi saya nggak tahu siapa kamu." Ares menyesal melupakan nasihat Indra untuk mengantongi identitas gadis di sebelahnya. Waktu itu dia kelewat emosi dan banyak hal terjadi dalam beberapa jam saja. Dan lagi sebuah firasat kecil mampir saat itu. Firasat yang mengatakan Dita bukanlah perempuan seperti dugaannya. Semudah itu Ares percaya dengan orang lain.

Sial! Ares mengumpati sifatnya yang pelupa.

"Apa bedanya sama saya, Pak Ares?" Dita memutar bola matanya.

"Kamu bisa cari saya di Google."

"Tapi informasi di Google belum tentu bisa di percaya," bela Dita. Sejujurnya Dita tidak pernah mencari informasi mendalam tentang pria di sebelahnya. Yang dia tahu, Ares chef patisier terkenal se-Indonesia. Itu saja. Dia ingin mendengar langsung dari mulut si calon suami. Eaaaa. Calon suami... Gadis itu berjengit geli.

"Apa yang mau kamu tahu?"

Dita mengangkat kedua bahunya ringan. "Pertama informasi dasar. Tukeran KTP."

"Ok."

Tidak ada dalam sejarah hasil foto KTP memuaskan. Dita sendiri sampai malu dengan foto dirinya—foto yang diambil ketika dia beranjak 17 tahun. Remaja baru puber dengan jerawat dimana-mana dan tak bisa tertutupi bedak dan filter. Namun lihatlah foto Ares. Foto KTP saja bisa setampan ini.

"Diana?"

"Dian?" ucap mereka berdua serentak. Lalu mereka mengabaikan kesamaan nama tengah itu dan lanjut membaca informasi pada selembar kartu biru.

"Sepuluh tahun? Jadi usia Pak Ares 32 tahun? Jarak usia kita 10 tahun?"

"Hm."

"Jauh banget sama saya, Pak. Saya baru 22 tahun." Astaga. Calon suami aku ketuaan.

"Apa usia jadi masalah kalau pernikahan ini sendiri tidak serius?"

Bagai di hantam godam di kepala, Dita baru disadarkan realita kalau pernikahan ini hanya pernikahan main-main di hadapan Tuhan. Mereka sedang merancang pernikahan gadungan yang sah di mata agama.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang