Gedung KKTV tertancap kokoh di salah satu daerah di bilangan Jakarta Timur. Gedung pencakar langit itu masih menunjukkan tanda-tanda tetap aktif dengan mobilitas karyawannya yang masih berlalu lalang keluar masuk gedung walaupun matahari sudah bersembunyi ke peraduannya. Ares mengamati pergerakan itu di lobi gedung.
Yup. Di sinilah Ares, menunggu mantan kekasihnya dengan harap-harap cemas. Ares hapal benar jadwal syuting Nina. Seharusnya setengah jam yang lalu Nina sudah selesai bertugas dan dia akan melihatnya keluar dari kotak besi berjalan itu. Nina bukan tipe orang yang mengobrol dulu bersama teman-temannya. Ia akan langsung pulang atau ke suatu tempat favoritnya untuk menikmati me time. Tapi, Ares terus menelan kekecewaan ketika bukan Nina lah yang muncul dari balik pintu lift.
"Mas Ares." Ares mengenal orang yang menyapanya. Dia Tito, tim kreatif program Memasak Itu Gampang. Ares pernah menjadi pengisi acaranya dan mengisi slot setiap Minggu pagi jam 8.
"Hai To. Pulang?"
"Belum, Mas. Cari makan bentar. Mas mau ketemu Mbak Nina?"
"Iya. Dia kok belum keluar juga, ya?"
"Gue lihat dia udah pulang tadi sama Bang Rano." Rano itu produser acara TV Nina yang dicurigai Shelomita. Ares sudah biasa dengan informasi Rano yang sering pulang bersama dengan kekasihnya dulu. Sebab, Nina selalu jujur padanya soal, dengan siapa dia hari ini, atau di mana dia berada dan sedang melakukan apa. Rano adalah salah satu nama yang sering Nina sebut ketika Nina sedang tak bersamanya.
"Ooh. Thanks infonya ya, To." Ares sejujurnya kecewa.
"Kok tumben Mas Ares tunggu di sini. Biasanya langsung ke studio Mbak Nina."
"Saya juga baru sampai, Dit." Ares terpaksa berbohong. "Karena Nina sudah pulang, saya susul Nina aja," ujar Ares sekenanya. Padahal dia tidak tahu mantan kekasihnya di mana.
"Ya Udah. Gue duluan ya, Mas." Ares mengangguk.
"Nina, kamu di mana sih?" gumam pastry chef tampan namun berwajah nelangsa. Ares pulang ke apartemennya dengan sisa tenaga yang ia punya.
***
Dita menuangkan setumpuk makanan kucing di depan warung Mbak Wati, lalu duduk di trotoar demi mengamati dua kucing jalanan yang kurus kering makan dengan lahap. Sesekali ia membelai punggung kucing-kucing itu. Terasa tonjolan tulang di kulit tangannya. Kucing yang malang.
Bila uangnya berlebih, gadis itu akan membeli makanan kucing kering lalu membawanya ke mana pun dia pergi dan memberi mereka makan di mana pun mereka berada.
"Jangan kucing aja yang makan. Lu udah makan belum?" tanya Riko serius. Pria sawo matang itu berdiri di sebelah Dita. Para driver ojol yang berkumpul di warung Mbak Wati memang sedekat itu. Apa karena sesama pejuang ojol sehingga kesamaan nasib mendekatkan mereka? Dita sendiri tidak tahu. Tapi yang jelas, Dita menemukan keluarga ketiga di tengah-tengah para driver berjaket hijau hitam. Keluarga keduanya sudah pasti keluarga Yayang.
"Udah, Bang. Barusan di traktir Bang Surya."
"Tapi napa lu masih disini, Dita cakep? Udah hampir jam sepuluh. Pulang sana." Riko sewot. Pria itu benar-benar mengernyitkan keningnya. Dita malah nyengir. Perhatian seperti ini selalu membuat hatinya menghangat. Mamanya sendiri tidak pernah menyuruhnya pulang cepat walaupun tahu Dita masih berkeliaran di luar malam-malam.
"Tunggu 10 menit lagi, Abang Tamvan. Kalau nggak ada orderan, gue cabut. Beneran." Riko geleng-geleng kepala.
Tak sampai setengah menit, sebuah notifikasi masuk ke ponsel Dita. "Bang, ada yang pesen nasi Padang," teriak Dita girang ke dalam warung.
"Syukurlah. Habis itu langsung pulang, lu Dit."
"Bereees. Gue cabut, Bang."
"Iyeee."
Dalam 20 menit, Dita sampai di depan sebuah gedung apartemen. Ketika hendak berjalan menuju lobi, matanya menangkap adegan dengan rating 21+ dalam sebuah mobil. Sebentar sebentar. Dita hanya sedang berlebihan. Tidak ada adegan 21+, hanya dua anak manusia berbeda jenis kelamin sedang berciuman panas selama semenit lalu perempuan itu turun, diiringi oleh si sopir.
Apa-apaan?! Sampai di bukain pintu? God! Ini yang sebenar-benar skandal. Dasar perempuan cantik kurang belaian! Dita tidak sadar telah mengumpat sepanjang perjalanan menuju lobi.
***
Sepulang dari toko rotinya, ia putuskan untuk menunggu di lobi apartemen Nina walaupun fisiknya kelelahan. Sepertinya nomor Ares di blokir oleh Karenina sehingga Ares sama sekali tidak bisa menghubungi, pun membuat janji temu untuk menjelaskan semua yang telah terjadi. Di sinilah dia, duduk bagai orang ling lung menunggu sesuatu yang tidak pasti.
Tak lama, pandangannya menubruk sebuah adegan yang tidak ingin ia percayai seumur hidup: Rano membukakan pintu mobilnya untuk mantan kekasihnya!
Kelabat tuduhan Mita tentang Rano bermain-main dalam benaknya tanpa izin, membuat kepalanya makin pening. Belum sampai Nina masuk ke lobi, seseorang berjaket hijau hitam berlari menenteng kantong kresek ke arahnya dan menarik lengannya menjauhi pintu masuk. Mereka kini membelakangi apa pun yang akan Ares hadang dengan matanya.
"Pak Ares. Jangan lihat pintu. Gini aja dulu," bisik Dita, sangat dekat dengan telinganya.
"Kamu apa-apaan, Dita!" genggaman Dita di hempas begitu saja.
"Sebentar aja. Pliiis." Dita kembali meraih tangan besar itu dan mengajak Ares tetap pada posisinya untuk tetap membelakangi pintu lobi. Gadis itu menoleh ke belakang dan menemukan dua sejoli tadi bercipika cipiki dengan mesranya sekarang. Iyuuuuh. Pak Ares nggak boleh lihat ini.
"Dita! Jangan buat saya kesal. Lepasin tangan saya." Geraman rendah Ares membangkitkan bulu kuduknya. Tapi Dita pantang menyerah.
"Bentar aja, Pak." Lagi-lagi Dita menoleh ke belakang untuk memastikan situasi aman dari adegan tidak senonoh tadi. Syukurlah cowoknya udah pergi.
"Udah, Pak. Aman terkendali. Pak Ares kembali gih ke tempat yang tadi. Saya di sini aja. Nunggu pelanggan ambil nasi Padangnya." Dita mengusir Ares saudara-saudara. Membuat Ares memutar bola matanya amat dramatis.
"Kamu!" tunjuk Ares ke kepala Dita. Ares mati-matian menahan diri, lalu berbisik dengan nada penuh ancaman. "Pertama, jangan campuri urusan saya." Nyali gadis itu menciut. "Kedua, you better go home after delivering this nasi Padang, Dita. Anak perempuan masih berkeliaran tengah malam begini. Pulang!" Ares mendengus dan meninggalkan Dita sambil bersungut-sungut.
Dita ternganga sangat lebar. Matanya menyipit sebelah tidak terima karena di perlakukan seperti anak kecil. Namun di luar itu semua, kenapa dia tidak bisa marah gara-gara Pak Ares menyuruhnya pulang cepat karena sudah larut malam?
Setelah pelanggan nasi Padangnya menerima pesananya, Dita tak sengaja mendengar percakapan sengit antara calon suaminya dengan mantan tunangan calon suaminya. Ya Tuhan, ada apa dengan istilah calon suami? Menggelikan, Aphrodita! Dita sampai memukul kepalanya sendiri kemudian kembali menegakkan telinganya.
"Sudah aku bilang, aku mau kita tidak pernah membahas soal pernikahan lagi. Semua sudah berakhir, Res. Kamu sudah mengkhianati aku," tegas Nina.
"Dan aku juga bilang, semua itu salah pahan, Sayang. Kejadian waktu itu Cuma kecelakaan," ucap Ares setengah memohon.
"Kamu peluk dan cium-cium perempuan itu waktu di sofa. Itu bukti kamu selingkuh! Sampai kapan pun, aku nggak akan percaya kamu, Res. Kamu main perempuan di belakangku!" Ares malah mendengus, membuat Nina heran.
"Sama seperti kamu yang juga main dengan laki-laki lain di belakangku?!" Nina terkesiap.
Dan seseorang menjatuhkan ponselnya. Ponsel Dita yang malang.[]
Bersambung
Akhirnya ya Res...
Sampai ketemu di bab lainnya 😊
BKT, 19/9/22
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...