2.36. The Dawn is Raising

13.9K 1.4K 30
                                    


PART II : THE SECOND CHANCE

Selamat datang hidup baruku tanpa Mama. Aku pasti bisa. Aku pasti bisa. Aku, pasti bisa, kan? Please, jangan sampai harapan itu hilang. Karena harapanlah satu-satunya yang membuatku bertahan mencari uang, bernapas dengan normal, dan mencari pengampunan Mas Ares. – Dita

Emptiness inside this very heart is so unpleasent. I hate this feeling.

I hate her, but I admire her courageous. I hate her mom, but I adore her childish daughter. I hate her lies, but I can't blame her. I can't even say I hate her.

So, where should I address this hate? – Ares


***

2.36. The Dawn is Raising

Kriiiiiiiing.

Bunyi alarm memekakkan telinga mengisi dinginnya udara subuh Jakarta. Cukup keras dan efektif untuk membangunkan seorang gadis dari tidurnya yang hanya 4 jam.

"Semangat!" kata suara serak itu setelah membaca doa bangun tidur. Lipat selimut, langsung menuju kamar mandi untuk mandi, lalu shalat shubuh, dan membuat bekal makan siang.

Tidak ada istilah malas-malasan dalam hidupnya yang baru. Karena kalau bermalas-malasan, dia yakin akan berakhir hidup di kolong jembatan atau terlunta-lunta di pinggir jalan. Tapi, kalau sampai tidak mendapatkan pekerjaan tetap dalam dua minggu ini, mungkin gadis itu harus mencari kos-kosan murah yang lain.

Tas ransel berisi mukena, bekal nasi, dan sebungkus makanan kucing kering sudah melekat di punggungnya.

Keluar dari kos-kosan, seperti biasa kucing-kucing di lingkungannya sudah menunggunya di parkiran. Gadis itu tertawa sendiri.

"Hai Vanilla, Moca, Coco Pandan, Stroberi."

"Miauuuw." Serempak menyahut seperti paduan suara yang merdu di telinga Dita. Mereka kucing-kucing liar yang sudah ada sejak Dita tinggal di kos itu.

"Sini makan yang banyak ya." Setelah membuat empat gunung makanan kering dengan sejajar, Dita baru tenang meninggalkan mereka.

"Sampai ketemu nanti malam Vanilla, Moca, Coco Pandan, Stroberi."

Pukul 6.30, Dita sampai di tempat kerjanya. Pekerjaannya sudah menanti karena sebuah mobil pick up hitam juga baru sampai membawa bahan makanan dari pasar.

Seragam, celemek, topi, melekat pas di setiap bagian tubuhnya. Mematut diri sendiri terakhir kali di depan cermin adalah sebuah keharusan sebelum memulai hari. Jangan sampai ada sehelai rambut pun keluar dari ikatannya hari ini.

"Dita, tolong angkat barang di belakang ya. Si Coki. Belum datang juga dia. Ke mana sih tuh anak? Perasaan aku dia telat terus." Pagi-pagi Aria sudah ngomel. Perempuan cantik 28 tahun itu adalah pemilik Kapulaga, sebuah kafe dan restoran yang telah menerimanya tiga bulan yang lalu. Oh, jangan tanyakan kehidupannya tiga bulan pertama setelah bercerai. Setiap yang melihat cara Dita bertahan hidup, pasti akan menggalang dana di akun kitabisadotkom.

Tapi Dita amat bersyukur masih bisa melewati hari-hari penuh cobaan setelah bercerai enam bulan yang lalu. Lihatlah sekarang. Dita sudah bekerja! Itu yang penting.

"OK Mbak." Bang Cokiiii! Kalau nggak ketiduran, pasti vespanya ngadat.

Sudah terlatih otot-otot lengan Dita untuk angkat beban. Galon, karung tepung, karung beras, karung kopi, berkilo-kilo gula? Kecil bagi Dita. Semua demi bertahan hidup, walaupun tidak mudah pada awalnya setelah menjalani hidup nyaman selama 4 bulan di apartemen mewah milik mantan suaminya.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang