"Kamu aman, Dita? Kayak mau tumbang," ungkap Mimi prihatin.
"Kecapekan dia, Mi. Disuruh kerja rodi sama si Bos sejak pagi," kata Sandy sebelum menyuap segunung nasi goreng kambing. Mereka sedang berada di ruang istirahat untuk makan siang.
"Beneran, Dita?" tanya Mimi lagi. Mimi serius ketika mengkhawatirkan Dita. Soalnya Dita memang terlihat lemas.
"Aku baik-baik aja kok, Kak. Kebetulan hari ini kan lagi banyak orderan. Aku harus standby dong, deket Mas Ares. Gitu kan, kata Kak Mimi tempo hari?"
Sebenarnya aku capek maksimal, Kak Mimi. Tapi nggak boleh ngeluh. Nggak dipecat aja aku udah bersyukur.
Bagaimana Dita tidak kecapekkan?
Selesai 2 batch adonan croissant, Ares tidak membiarkan Dita duduk barang sebentar untuk mengambil napas dan mengguyur kerongkongannya dengan air. Padahal, walaupun kerjaan Dita Cuma berdiri mengamati Ares, tapi kegiatan monoton itu lumayan bikin pegal sebadan-badan. Perintah untuk mengambil bahan di ruang penyimpanan, mempersiapkan peralatan masak, sampai menghubungi klien dan relasi Ares datang silih berganti.
"Iya. Tapi waktu sama Boby nggak gini-gini amat deh," tukas Mimi.
"Eh tapi, kami kebantu banget kok sama kehadiran Dita di dapur. Apalagi kerjaan Ana banyak banget. Dita bolak-balik ke ruangan persediaan bahan buat ambil keperluan pesanan Ana. Iya kan, An?" sambung Sandy sambil mengunyah. Sandy kelaparan, tapi tidak ingin ketinggalan.
"Ya. Itu kan memang kerjaannya dia. Wajarlah. Kalau ongkang-ongkang kaki di sini, namanya makan gaji buta," ketus Ana.
Lho, kok Mbak Ana tiba-tiba berubah? Aku salah apa?
Jawaban Ana membuat semua rekan kerjanya mendongak dari makanan mereka. Dita jadi ingin segera mencairkan suasana. Dia tertawa, namun yang keluar malah tawa sumbang.
"Mbak Ana betul banget. Namanya juga asisten Mas Ares. Memang kerjaan aku, kok."
Mimi lirik-lirikan dengan Sandy. Sedangkan Ana santai menyeruput bakmi Jawa yang mengepul.
"Astaga. Aku mesti ke toko Madam. Kak Mimi, Mbak Ana, Bang Sandy, aku pamit duluan, ya. Mari." Padahal bekal nasi Dita masih tersisa setengah lagi.
Nanti deh sambung makan, kalau nafsu makanku balik. Kata-kata Mbak Ana bikin aku nggak bisa nelan makanan. Seret, sereeet.
Setelah Dita pergi, si perempuan oriental cantik itu langsung di sidang bak penjahat.
"Lo apa-apaan sih, An? Lo bikin suasana jadi awkward," cecar Sandy.
"Mbak, lo lagi dapet ya? Biasanya memang tanggal segini, kan?" tebak Mimi. Mimi dan Ana memang sedekat itu, sampai tahu tanggal menstruasi masing-masing.
"Kok lo tahu sih, Mi? Hari pertama memang menyebalkan sih. Apa lagi kerjaan gue berdiri terus. Mungkin kecapekkan, kali."
Sandy menaikkan alis kanannya. Sepertinya pria itu menolak percaya. Tapi dia tidak mau ambil pusing. Yang penting suasana kerjanya masih kondusif dan tidak ada pertengkaran.
***
"Mas Ares, saya mau pamit jemput bahan di Toko Madam." Takut-takut Dita minta izin Ares di ruangannya. Kejadian semalam masih segar di ingatannya. Membuat Dita bergidik ngeri berdiri di tempat yang sama lagi.
"Hm."
"Mas."
"Apa lagi? Apa kamu nggak lihat saya sedang sibuk?"
Aku tahu Mas. Tapi...
"Mengenai semalam—,"
"Mengenai kebohongan kamu dan Mama kamu?" ketus Ares. Ares menatap tajam dari balik laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...