1.4. That Smile

19.1K 2.1K 23
                                    


Ares tak butuh pengakuan orang lain, Ares tak butuh popularitas. Tapi, kalau dipaksa membuat semacam daftar, ada dua hal yang paling Ares butuhkan: waktu sebanyak mungkin dengan dapurnya untuk bereksperimen dengan tepung, gula, butter dan semua teman-temannya dan yang kedua adalah kehangatan keluarga. Namun sayangnya, yang terakhir belum dia dapatkan. Makin ke sini, papanya makin sibuk dengan partai, mamanya sibuk mengelola yayasan sosial milik Dadang Sasongko, dan adiknya, oh, si manja Shelomita sedang sibuk mengerjakan skripsi.

Berhubung daftar kedua tidak akan terwujud, maka dia memilih untuk menenggelamkan dirinya di safety bunker-nya: dapur.

Ketika bergumul dengan segala perangkat dan bahan membuat kue dan roti di dapur, Ares menjadi orang lain, meninggalkan urusan dunia dan masuk ke 'dunianya' sendiri. Dia akan terperangkap oleh waktu yang hanya dia saja yang bisa mengendalikannya.

Saking larut bekerja, Ares tidak mendengar Mimi memanggilnya dari tadi. Ares konsentrasi menyemprotkan butter cream berwarna tosca lembut ke atas permukaan cupcake.

"Ketok aja mejanya, Mi," sahut Sandy di seberang. Mimi menurutinya.

Setelah mengetuk meja kerja tiga kali, akhirnya si Bos berwajah tampan itu mendongak dari pekerjaannya.

"Ada apa?"

"Mas, di luar ada customer yang pengen komplain." Seketika dahinya mengerunyut.

"Komplain apa?"

"Dia mau order kue ulang tahun pakai karakter Power Puff Girls."

"Power Puff Girls?"

"Itu lho Mas, karakter kartun dari Cartoon Network."

"Okay. Lalu?" Ares sebenarnya tidak tahu yang mana kartunnya. Rasanya dia pernah mendengar adiknya dulu menyebut-nyebut soal kartun ini.

"Tapi dalam waktu empat jam harus siap. Karena dadakan banget, jadi aku bilang nggak bisa. Tapi mbaknya marah."

"Empat jam? Persiapan bahan, membuat adonan, manggang, mendinginkan kue, sampai buat karakternya pake fondant nggak bisa kali, empat jam," celetuk Ana. Bagian menghias cake-cake cantik adalah keahliannya. Tapi empat jam? Justru Ana yang komplain.

"Bilang nggak bisa, Mi. Coba bujuk Mbak itu ke kue yang ada di pajangan," ucap Ares tenang. Ia lanjut menghias sisa tiga puluh cupcake lagi.

"Udah, Mas. Si Mbak ngancem mau ngadu-ngadu ke med-sos kalau kita nggak penuhi permintaannya. Katanya udah semua toko kue yang dia datangi. Nggak ada yang menyanggupi permintaannya."

Bos besar mulai terusik.

"Ya iya lah. Permintaannya mengada-ada." Ana memanas.

"Kali aja, kalau Mas keluar, bisa mengademkan marah si mbak." Mimi menyipitkan matanya, dan memamerkan senyum jahil yang semua orang juga bisa menangkap maksudnya.

"Aah, bener juga tuh, Bos. Masih muda kan Mi, Mbaknya?" pancing Sandy. Ana menaikkan dua jempolnya setuju.

"Masih, Bang. Boleh dicoba lho, Mas." Mimi mengompori. "Mana tahu berhasil kayak dua bulan yang lalu. Gantengnya Mas Ares harus dimanfaatkan buat situasi darurat kayak gini."

Ares memutar bola matanya dramatis. Hilang sudah 'meditasinya' ketika menyemprot butter cream. Ares menghempaskan piping bag silikon dan melepaskan apron yang menggantung di lehernya.

"Awas ya kalian. Nggak ada bonus akhir tahun!"

Serentak tiga orang karyawannya memucat.

"Yaah, Bos. Jangan dah pake ancaman begitu. Malah saya mau nikah pula." Sandy memohon.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang