10 - Bertengkar dengan Boss

4.4K 368 5
                                    

From: Jatmiko G. Nasution

Ke tempat gue sekarang!

Pagi gue dimulai dengan sebuah notifikasi Microsoft Teams muncul disela-sela kegiatan gue mengunyah roti murahan dari minimarket. Roti yang tadinya rasa cokelat tiba-tiba jadi rasa jeruk. Kecut.

Eve yang duduk di sebelah gue memicingkan matanya yang sudah sipit. "Kenopo Pakdhe?"

Gue mengangkat bahu. "Mungkin ngomongin slide yang kemarin. Biasa, proyek tengkyu." maksudnya, proyek diluar jobdesk yang dibayar tengkyu, itu juga kalo nggak lupa. 

Setengah hati gue bangkit dan meletakkan roti gue yang masih separuh di atas meja. Membawa laptop dan berjalan ke ruangan Pakdhe, meninggalkan Eve yang sepertinya mengasihani gue.

***

Di dalam ruangan Pakdhe sudah ada Mas Danang. Gue sedikit salah fokus dengannya pagi ini, kegantengannya meningkat sekitar 200% dengan setelan batik lengan panjang, dan rambutnya yang kelihatan lebih klimis dari biasanya. Ya ampun, mau kondangan dimana si akang, boleh atuh eneng diajak.

"Duduk." Suara tegas Pakdhe sukses membuyarkan angan-angan gue berangkat kondangan menggandeng Mas Danang.

Gue duduk dengan sedikit canggung, karena jarak gue dengan Mas Danang kurang dari 30 sentimeter. Tapi gue sedikit heran, Mas Danang nggak bawa laptop sama sekali, dan wajahnya sedikit kuyu.

O-ow, gue baru ngeh. Wajah Pakdhe juga terlihat tidak bersahabat. Sepertinya dia bukan mau ngomongin slide yang semalam.

"Gue nggak ngerti gimana cara kalian rilisin PT Alpha, ya." Nada Pakdhe sedikit meninggi. "Emang kalian sengaja ngaco, atau gimana sih ini?"

Gue mengernyitkan alis. PT Alpha? Itu kan PT yang kemarin-kemarin gue rilisin bareng Mas Danang. Kenapa dibahas lagi?

Ia membuka report yang - lagi-lagi gue baru sadar - daritadi dipegangnya. Sret! Tiba-tiba ia melingkari sesuatu di report itu dengan pulpen merah, lalu membantingnya di depan gue dan Mas Danang.

"Kok bisa angka pajak di belakang dan di depan beda gini, sih?!"

Mata gue membulat, seketika ada angin dingin yang membungkus punggung gue. Angka yang dilingkari Pakdhe, saat itu juga gue tahu, itu masalah besar. Angka utang pajak yang seharusnya sama di halaman paling depan dan catatannya - di halaman belakang, berbeda sekitar dua miliar.

Keringat dingin mulai menetes di pelipis gue. Seketika gue mengingat-ingat, apa yang salah, apa yang salah waktu itu?! Ayo, Sha! Ingat-ingat lagi!

Sebuah ingatan terbersit di benak gue. Gue ingat, waktu H-1 rilis, ada perubahan angka pajak  dari klien yang di-forward Pakdhe ke gue dan Mas Danang. Saking buru-burunya waktu itu, gue cuma ubah angka di halaman belakang, dan gue sama sekali lupa ubah juga di halaman depannya. Setelah gue ubah, kami bertiga langsung buru-buru memasukkan draf untuk diproses rilis, karena besoknya sudah hari terakhir deadline dari klien. Bahkan kliennya sendiri pun tak ada komentar di draf terakhir.

"Kok nggak ada yang jawab? Ini report dicek atau nggak sih?! Hah?!" Suara Pakdhe makin meninggi.

"Mas, maaf ..." gue memberanikan diri buka suara, "waktu itu H-1, ingat nggak, kliennya ada ubah angka di akhir-akhir, dan kita langsung dikejar-kejar buat rilis ... jadi saya ubah belakangnya, sepertinya lupa ubah depannya, Mas ..."

Suasana hening sesaat. Gue sama sekali nggak berani mendongak, gue daritadi menunduk aja.

BRAK! Tiba-tiba Pakdhe menggebrak meja. "KOK BISA SIH, LU LUPA?!"

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang