Bukan. Ini bukan nama band Indonesia yang isinya Youtuber itu.
Maksud gue, pernah nggak sih kalian ketemu, orang yang pinternya macam Einstein nikah sama Alva Edison? Yang kayaknya kalau dia lihat kerjaan sesusah apapun, langsung selesai dalam sekejap.
Gue pernah. Pernah banget. Nih, gue mau ke ruangannya sekarang.
Gue memasuki ruangan Pakdhe pelan-pelan dengan laptop di tangan. For your information, ruangan Pakdhe nggak ada pintunya. Memang di kantor kami, ruangan yang berpintu hanya ruangan partner. Mas Danang kemarin waktu naik senior manajer lumayan hoki, karena dia dapat ruangan baru yang ada pintunya. Buat senior manajer angkatan lama, pintunya bolong gitu aja, jadi nggak perlu ketuk kalau mau masuk. Kata Mas Andri sih, baguslah, soalnya kalau ruangan Pakdhe ada pintunya, kita mati membusuk di dalam nggak ada yang tahu.
Pakdhe hanya melirik gue yang langsung duduk di sampingnya. Ia masih terfokus ke laptop di hadapannya, dengan headset kabel warna putih di kedua telinga. Ia menempelkan telunjuknya sesaat di bibir.
Gue ngerti. Itu isyarat kalau dia lagi nggak bisa diganggu. Benar saja, sedetik kemudian suara ketikan jari-jarinya terdengar secepat peserta lomba sempoa. Gue udah tiga tahun kerja sama dia, masih takjub melihat kecepatan jarinya menari di atas keyboard laptop. Itu bukan cepet karena ngetik kata-kata, tapi itu yang dia kerjain adalah rumus excel. Iya, dan rumus yang rumit, bukan yang ecek-ecek, dan sama sekali dia nggak pakai mouse karena dia pakai shortcut excel. Jari-jari gue sampai minder melihatnya. Sementara tangannya kelihatan maraton, mulutnya cuma bersenandung santai.
Senandungnya sih kedengeran santai, tapi samar-samar terdengar melodi musik deathmetal bocor dari headset-nya yang full volume.
Tak! Ia menekan keyboard terakhirnya dengan puas, tanda sudah selesai waktu fokusnya. Pakdhe mencopot sebelah headset-nya dan beralih memandang gue. "Apa?"
"Tadi, Mas Tion bilang kliennya salah ngitung valuasi ..."
"Oh, iya. Udah gue benerin, nih. Coba sini gue jelasin."
Gue diam sebentar. Ini ceritanya, klien itu kirim perhitungan valuasi perusahaan sekitar 30 menit yang lalu. FYI, perhitungan valuasi itu sedemikian ribetnya sampai lu harus punya sertifikasi buat ngitung itu. Gue nggak tahu klien kirim berapa sheet excel, dimana satu sheet-nya full angka dan rumus excel sepanjang jalan kenangan. Belum sempet gue memahami satu sheet pun, Pakdhe langsung chat gue, bilang kalau valuasinya salah. Itu sekitar sepuluh menit lalu.
Dan sekarang dia bilang udah selesai? The fuck? Bahkan file klien itu protected sheet, artinya lu nggak bisa edit-edit. Darimana lu bisa bikin ulang perhitungan serumit itu dalam waktu 10 menit?
Pakdhe menunjukkan satu sheet excel yang ... fuck, bahkan dia belum save file-nya di laptopnya. Itu kelihatan cuma coret-coretan, tapi satu layar penuh dengan angka-angka yang sudah tersusun rapi. Bahkan lebih rapi dari kiriman klien.
"Ini, dia salah di perhitungan asumsi ini, Sha. Kalau misalnya ini kita ganti, selisihnya jadi 70an miliar. Dia kegedean valuasi." ia menunjuk satu sel di layar laptop, dengan rumus excel yang nyaris 4 baris. "Ini rumusnya juga gue bikin ulang, biar simpel, satu sheet aja ya."
Gue menatap kosong angka-angka di layar laptopnya. Mencari mana yang dia bilang 'simpel'.
"Bilang ke konsultannya klien, harusnya dia pakai model black scholes kayak gini. Katanya konsultan, masa model valuasi bisa salah."
Gue masih mencari mana sel yang bisa gue pahami. Apaan anjir black scholes? Black hole tau gua.
"Simpelnya gitu sih. Ngerti kan ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...