Tahun ini gue nggak ngerti kenapa, HRD kantor gue ngide banget buat ngadain acara valentine. Katanya lantaran tahun ini ada ide dari kepala HRD barunya, tapi gue sama sekali nggak nyangka idenya agak sensasional buat kantor gue yang notabene kantor konsultan. Yang buat napas aja udah susah, apalagi mikirin valentine.
Dan kok bisa-bisanya partner-partner sangat mendukung dan malah nyumbang. Ini gue yakin sih, sebenernya orang-orang udah pada stress aja, jadi pengen menularkan ke-stressannya ke orang lain.
Sebenernya idenya sederhana aja dan sengaja dibuat nggak mengganggu pekerjaan kami. Sejak pagi, tim HRD keliling seluruh workspace dan membagi-bagikan makanan manis khas valentine: antara cokelat batangan berpita, atau permen warna-warni berbentuk hati. Aturannya, cokelat atau permen itu harus dikasih ke rekan kantor yang menurut kita berarti di hidup kita. Nggak harus orang yang ditaksir, bisa aja temen, sahabat, atau orang lain yang disayang. Tapi buat yang lagi naksir diem-diem sama orang sekantor, ini jadi ajang buat mengungkapkan rasa suka.
Semua orang dapet. Dari level intern sampai partner. Level intern sampai senior sih keliatan seneng banget dapet begituan, mereka langsung membuat workspace agak riuh karena excited dengan event ini. Sebenernya sih acara ini formalitas aja. Toh, HRD nggak ngawasin juga cokelat itu ujungnya diapain, nggak ada penilaian atau semacemnya juga. Mau cokelat itu beneran lu kasih ke orang lain, mau lu makan sendiri, mau lu jual lagi, mereka nggak sempet juga buat ngeliatin. Tapi tetep aja, orang-orang jadi mulai mikirin siapa orang yang pantes buat mereka kasih cokelat dan permen itu.
Gue ulangi, yang excited cuma berhenti di level senior. Level manajer ke atas, dikasih begituan malah makin pusing. Termasuk Mas Andri yang lagi gue tongkrongin di kubikalnya.
"Ini apa sih, Sha?" mukanya kelihatan malas ketika melihat ada permen berbentuk hati di mejanya. "Kantor kita lagi kebanyakan duit apa gimana?"
"Valentine, Mas." sahut gue seadanya. "Hari ini kan 14 Februari."
"Tau gue, cuma ini beneran harus kita kasih ke orang lain?"
"Katanya sih begitu."
Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil menarik napas panjang. Kayaknya dia dapat ide brilian ala bapak-bapak beranak satu, dan dengan sigap memasukkan permen itu ke dalam ranselnya. "Daripada gue kasih orang, mending gue kasih anak gua. Ya nggak, Sha?"
Gue tertawa kecil. Ya bener sih, toh juga nggak ada yang ngawasin lu mau kasih ke siapa cokelat atau permennya. Tapi sejujurnya, jauh dalam hati gue pengen kasih cokelat gue ke orang kantor yang bener-bener berarti di hidup gue.
Entahlah, nanti aja gue pikir. Mungkin ...
"Mas Andri, minta tandatangan overtime kemarin ya, Mas." mendadak suara cempreng Eve menyeruak dari arah belakang kami berdua. Gadis itu menghampiri Mas Andri dengan cepat sambil menyerahkan secarik lembar overtime untuk ditandatangani manajer itu.
Mata gue membulat melihat Eve, "Sis, lu mau cokelat nggak?"
Bocah suroboyo itu menoleh sejenak. "Gak! Gak doyan manis aku. Punyaku lho, malah diminta temenku tadi."
"Yah, trus cokelat gue gimana ya? Gue kasih siapa dong."
"Bawak pulang ae!"
"Nggak ada kenalan di kos. Gue juga nggak suka cokelat batangan merek ini." gue mengamati cokelat itu dengan seksama. "Aldo ada nggak ya? Atau Kanaya?"
"Aldo sama Kanaya kan ke Palembang." Eve menerawang sebentar, "Oh, apa kasih aja cokelatnya ke si Mas ..."
Eve menghentikan kalimatnya seketika. Gadis itu agak melebarkan matanya menatap gue. Gue ngerti, tadinya dia mau mengusulkan nama orang yang pernah gue taksir, tapi dia lupa kalau udah hampir sebulan gue move on dari Mas Danang. Lagian, Mas Andri juga selama ini nggak tahu kalau gue naksir sama Mas Danang. Nanti dia malah mikir macem-macem kalau si Eve main ngucap dimari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...