Gue tahu, sejauh ini ketika membaca cerita-cerita gue, mungkin pernah terlintas di pikiran lu.
Mas Tion udah nikah belum sih?
Jangan khawatir, karena gue juga selalu punya pertanyaan itu di kepala gue. Sayang seribu sayang, hampir tiga tahun gue disini, pertanyaan itu belum terjawab.
Bahkan dengan adanya Eve - yang jaringan gosipnya menyaingi jaringan kartel narkoba, kami nggak mendapat info apapun. Nihil. Kami yang biasanya mendapat aib-aib orang dengan cara googling nama, atau search nama di akun media sosial juga nggak membuahkan hasil. Gue nggak paham apa di universitasnya memang dididik separuh jadi teroris sehingga tidak terendus data-data pribadinya.
Satu-satnya data publik yang tersedia cuma data peserta didik nasional, yang infonya sebatas universitas tempat dia lulus dan tahun lulus. Informasi yang sungguh bermanfaat.
Oh, lupa. Satu informasi lagi. Di jari Mas Tion ada cincin mungil, mirip cincin kawin. Tapi, di jari tengah kanan. Kenapa orang ini suka banget bikin orang bertanya-tanya, kenapa letaknua disitu. Kan jadi penasaran, itu cincin kawin apa jimat.
Langsung tanya aja kenapa sih. Hmm, pala bapakmu. Lu pikir gue bisa ucuk-ucuk nanya, 'halo bestie, udah kawin apa masih jomblo?'?. Yang ada bukannya dapet jawaban, malah jadi kelimpahan kerjaan tambahan sepaket sama siraman rohani. Nggak usah disiram juga rohani gue udah menggigil kalo sama dia.
Hari ini kantor sepi, biasa, hari Jumat tapi harpitnas. Kantor tampak lowong, berasa workspace mewah milik pribadi. Hampir separuh isi kantor status teams-nya cuti sampai minggu depan. Gue kenapa nggak cuti? Yaelah pake ditanya.
Ya karena bos gua nggak cuti. Nih, gue lagi duduk di depannya, dengan laptop yang sedang dalam posisi share screen. Dari tadi pagi dia ngajak diskusi slide yang kemarin udah dikirim ke IAI.
"Kayaknya di talking point, lu perlu bantuin siapin poin ini deh, Sha. In case gue dan presenter lain lupa." ia tampak mem-blok satu paragraf di PSAK yang ada di layarnya.
"Oke." gue mah oke aja biar cepat.
Ia menatap gue sejenak sambil tersenyum tipis, "thanks ya."
Sejak kejadian kemarin, Pakdhe jadi sering banget bilang thanks, dan lebih sering memuji pekerjaan yang menurut dia bagus. Ya ... gue seneng sih. Tapi kadang jadi jengah gara-gara yang ngomong Pakdhe. Bahkan, Aldo yang biasanya kena amuk, pernah bengong sampai lima menit gara-gara diucapin thank you waktu dia kasih report buat direviu.
Dan entah kenapa bapak satu itu jadi lebih manis. Ini nggak tahu apa di mata gue aja, atau memang dia lebih cakep dari sebelumnya. Gue memang sadar dia merapikan bekas cukuran kumis dan jenggotnya, tapi cuma karena itu, wajahnya jadi jauh lebih bersih dan garis rahangnya yang tegas jadi kelihatan lebih seksi. Senyumnya yang se-langka badak bercula satu itu juga jadi makin gemas, karena lesung mikro di samping bibir tipisnya jadi lebih jelas. Gue juga ngeh dia sedikit merapikan rambut belakangnya yang sempat sedikit panjang kemarin, tapi masa iya cuma potong beberapa milimeter bikin kegantengannya naik 20% begini, dia jauh lebih kelihatan fresh, meskipun aura gloomy sunday-nya masih ada.
Memang ya, cowok itu selalu bikin iri dengan low maintenance-nya. Cukur cuma dua puluh ribu tiba-tiba langsung ganteng. Muka juga bisa mulus tanpa skincare jutaan rupiah.
"Natasha!" tiba-tiba laki-laki yang tanpa sadar gue pandangi daritadi meninggikan suaranya.
Gue tersentak kaget. Dan malu, dong. Muka gue langsung panas, sementara ia memicingkan mata dengan ekspresi aneh. Soalnya gue berarti daritadi ngeliatin mukanya dia! Bisa terbang ke angkasa nanti cowok ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...