35 - The Childish Old Man

3.5K 303 21
                                    

Sebelumnya, gue mau bilang terimakasih banyak buat kalian yang udah dengerin cerita gue tentang bos gue sejauh ini. Gue mau disclaimer, Natasha Andriana ini bukan stand-up comedian, tapi gue hidup sama orang yang kelakuannya bisa gue bikin jadi materi komedi, mungkin bisa full dari audisi sampai grand final kalau lolos. Dan lucunya, objeknya sendiri nggak sadar kalau kehidupan dia itu aneh. 'Aneh' terlalu jahat, sebut saja dia 'unik'.

Salah satu keunikan dalam hidupnya, gue nggak tahu kalian sadar atau nggak dari cerita gue, tapi gue merasa kelakuan Pakdhe sering yang kayak bocah SD. Anyway, hobi gue selain nulis puisi adalah baca novel romantis. Beberapa novel yang gue baca, gue yakin lu juga  pernah baca, rata-rata pemeran bos di novel bertema bos dan karyawan adalah sosok pria dewasa dan karismatik. Ganteng, cool, digandrungi cewek-cewek, ya pokoknya itu lah starter pack-nya.

Gue baru tahu bahwa nggak semua laki-laki ganteng kayak gitu, waktu gue ketemu Pakdhe.

Tadinya, tadinya, gue kira Pakdhe ini sedikit ... apa ya gue bilangnya, berkebutuhan khusus. Meskipun ternyata nggak ya, karena sehari-hari dia masih om-om normal pada umumnya. Tapi emang kadang ada waktu-waktu dimana otaknya agak geser. Kenapa gue bisa bilang begitu, karena di pagi ini aja, dia punya percakapan aneh sama gue.

"Sha, yang kuning-kuning di dompet lu, namanya siapa?"

Gue mendongak, memandangi pria yang sedang serius memelototi laptopnya dengan saksama. "Kuning-kuning apaan?"

"Itu kemarin yang gue pencet, yang kuning-kuning. Bebek, apa ayam itu."

Gue menerawang. "Gantungan kunci? Yang di dompet saya kemarin?"

Ia mengangguk polos. "Namanya siapa?"

Apa gue bilang. Gue nggak ngerti apakah Pakdhe ini sebelum berangkat ngantor bakar ganja dulu atau gimana, karena pertanyaannya kayak orang nge-fly. Kenapa tiba-tiba dia bisa kepikiran pertanyaan itu, disela-sela kegiatan kita yang lagi bahas pertanyaan Pak Damar di workingpaper gue? Ini workingpaper konsolidasi, sesuatu yang harusnya nggak berhubungan sama apa yang dia tanyain barusan.

"Nggak punya nama." namanya juga bos gue, masa nggak gue jawab.

"Kok nggak punya? Penguin lu kan punya nama. Siapa? Dono?"

"Pipi!" Kesel nggak lu, nama Pipi diganti jadi Dono.

"Yang ayam kasih nama aja. Siapa gitu. Sugeng, Eko, Sarmidi."

Gue bingung, ini kan nyari nama boneka ayam, bukan nama Pak RT. "Tata aja." jawab gue sebelum ide namanya makin lama makin tidak berguna.

Ia manggut-manggut. "Tata cowok apa cewek? Hobinya apa?"

Gue bukan malah mikirin gimana cara menjawab pertanyaan Pak Damar, malah jadi mikirin character development boneka ayam. "Ini perlu dijawab, Mas?"

"Perlu. Masa lu nggak kenal sama orang yang sehari-hari bareng lu." ia berhenti sejenak, matanya bergerak ke samping, "Bukan orang, sih. Ayam."

Gue memutuskan untuk jawab cepet aja, biar dia diem. Biar percakapan luar angkasa ini cepat kita sudahi. "Tata cewek. Hobinya masak."

Ia mendongak. Lagi-lagi, memandang gue dengan muka polosnya. "Kalau dia masak ayam bali, kanibal dong?"

Gimana? Udah ngerti kan kenapa gue bilang dia aneh?

Ini beneran kadang-kadang lu kayak ngomong sama orang mabok, tapi dia nggak lagi mabok. Kayak nanya orang lagi 'make', tapi nggak mungkin dia 'make', soalnya otaknya masih jalan ngerjain kerjaannya. Ini kayak lu lagi ngobrol sama adek atau keponakan lu yang masih SD, yang emang isi otaknya serandom itu. Gue selalu gagal nebak arah pembicaraan Pakdhe kalau lagi kayak gini, karena gue bukan anak SD.

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang