29 - Lone Wolf

3.3K 325 12
                                    

Apakah cerita-cerita gue selama ini sudah cukup menjelaskan kalau bos gue aneh?

Kalau kalian semua pikir sudah, oh ... kalian belum lihat semuanya.

'Aneh'-nya dia itu bukan aneh yang jahat, bukan yang kayak di drama-drama bos galak. Misal, suka nyuruh-nyuruh anak buahnya buat hal-hal yang diluar nalar, terlalu bossy sama karyawannya sampai ditakuti semua orang, atau suka ngamuk-ngamuk nggak jelas yang diluar batas. Nggak, dia nggak kayak gitu. Soal kerjaan, he's pretty normal dan berlaku sebagai atasan yang manusiawi. Dia profesional walaupun kadang emang nyebelin. Kalau dia marah pun alasannya pure karena kerjaan ... dan nadanya emang keras khas orang Sumatera ya.

Dia anehnya cuma secara personality. Gimana ya, dia itu ... apa ya, aneh aja. Dia adalah orang yang kalau lu ketemu, lu langsung mikir 'oke, ada yang nggak beres sama isi kepala orang ini'. Ketika di awal gue mention bahwa dia sinting, dia memang literally sinting.

Salah satu kegiatan pribadinya yang membuat alis gue mengernyit adalah kebiasaannya yang suka jalan-jalan sendiri. Gue tahu, emang ada orang-orang yang demen solo travelling, jalan-jalan seru sendirian sambil wisata kuliner, foto-foto di tempat cantik, atau sekedar mejeng di cafe-cafe yang viral di medsos. Emang ada orang yang begitu, paham gue.

Yang gue nggak paham dari Pakdhe, adalah dia suka pergi untuk kembali. Wkwkwk. Maksud gue, dia suka pergi ke suatu tempat yang jauh, tapi begitu sampai sana, langsung balik lagi. Nggak ada tujuan. Cuma bengong sebentar disana, sebelum balik lagi. Kurang sinting apa manusia ini.

Dan yang lebih sinting, lu tahu perginya naik apa? Ojek atau taksi online, dong. Sekali jalan jaraknya jauh, minimal ada seratus limapuluh ribu, tiga ratus ribu bolak-balik. Ngapain? Bengong doang liatin jalan, katanya.

Mas Tion, gue tahu lu kaya. Tapi apa saking kayanya, lu sampai kehabisan ide buat ngabisin duit?

"Dan kamu nggak bisa prediksi dia mau kemana, Sha."

Gue memandang Mas Danang yang duduk di depan gue dengan tatapan 'hah?'. Ia cuma terkekeh sambil menyendok chinese food-nya ke mulut, sambil terus menceritakan kakak kelasnya itu dengan semangat. Makan siang berdua gue dengan Mas Danang di klien jadi gagal romantis, gara-gara Mas Danang malah gibahin bos gue yang satu itu. Yang pasti, ceritanya sukses membuat gue hah-heh-hoh sepanjang jalan cerita.

"Emang dia kalau jalan-jalan gajelas kaya gitu biasanya kemana, Mas?" tanya gue sambil menggigit kerupuk putih.

"Saya nggak bisa nebak, Sha." Ia memandang gue serius, "Sha, kamu pernah kebayang nggak sih. Ada orang di dunia ini, yang kepikiran naik bus dari Jakarta ke Solo, tapi sampe sana langsung balik lagi naik kereta? Katanya disana dia mampir sebentar ke Indo*aret, abis itu langsung balik ke stasiun nunggu kereta ke Jakarta."

Gue terbatuk-batuk, sampai kerepotan ambil minum. "Jadi dia jauh-jauh ke Solo cuma mau ke Indo*aret? Kok saya nggak paham sih jalan pikirnya?!"

"Nah, itu. Saya juga kaget waktu dia cerita, meskipun kata dia itu cerita biasa aja." ia geleng-geleng kepala, "saya bukan nggak pernah usulin tempat wisata yang bagus, Sha. Saya sama Andri juga sering nawarin dia buat jalan-jalan wisata bareng. Tapi dia nggak pernah mau."

"Kenapa?"

"Merasa terganggu katanya."

Nggak ngerti lagi gue. "Jangan-jangan sebenernya Mas Tion itu manusia serigala? Dia perlu waktu sendiri pas merasa pengen berubah jadi serigala. Mana dia kalau lagi marah mirip serigala."

Mas Danang tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Gue curiga, sebenernya emang dia pengen banget gibahin cerita-cerita aneh kakak kelasnya itu dari dulu, cuma baru kesampaian sekarang. "Masuk akal sih, Sha. Pas banget, serigala yang suka sendirian, lone wolf, ya."

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang