3 - Sebat Dulu, Bos!

6.8K 523 9
                                    


Semua anak-anak tahu, satu hal yang paling nggak gue suka dari Pakdhe, adalah dia suka sebat. Gue sebenernya nggak masalah dengan asap rokok, karena gue juga suka nemenin Aldo, rekan setim gue yang perokok berat, sebat waktu lembur. Tapi yang jadi masalah adalah waktu Pakdhe sebat, bukan waktu yang bisa dimaklumi!

Hari ini gue mau pulang cepet, setelah kemarin dia ngajak lembur sampai jam dua pagi, buat urusan yang nggak jelas itu! Gila aja! Udah lembur cuma dibayar tengkyu, masa hari ini gue lembur lagi? Dikira gue yayasan sosial?

Gue udah selesein semua yang dia minta untuk hari ini. Report kemarin, update proposal dan tugas-tugas lain udah gue kirim email jam tiga tadi. Sekarang, tinggal serahin hardcopynya. Yang gue tahu, sebetulnya Pakdhe lebih suka mereview hardcopy ketimbang softcopy, tapi untuk jaga-jaga, softcopynya gue kirim juga ke dia. Pengalaman gue kemarin, dia kayaknya memang hobi banget ngilangin hardcopy. Gue kemarin itu sampe tiga kali ngeprint kerjaan yang sama gara-gara dia ilangin terus.

Sampai di ruangannya, gue menghela nafas panjang karena cuma menemukan laptop dan jaket kulitnya. Orangnya maneee?!!

Akhirnya, gue memutuskan untuk menaruh hardcopy gitu aja di mejanya. Untung, gue udah sedia sticky notes. Gue tulis gede-gede di sticky notes:

DEAR PAK TION, FOR YOU REVIEW

Regards,

Tasha

Gue menaruh kerjaan gue, lalu meninggalkannya dengan harapan nggak ada lagi rengekannya yang bilang 'Sha, kerjaan lu kemarin ditaruh mana ya?', 'Sha, lu udah kasih gue belum sih? Kok gue belum terima.', atau 'Yah, Sha, ilang ... minta tolong print lagi dong.'

Eve dan Aldo terlihat tengah ribut ketika gue balik ke meja gue. Agak-agak malu, sih, karena kayaknya beberapa mata di zona kami tertuju ke arah duo chinese itu.

"Ini kenapa, sih?" tanya gue dengan sedikit kesal. Masih kebawa kesalnya Pakdhe.

"Iki lho, Aldo ... kamu tahu nggak senior kita yang baru, Erwin?" Eve menyerocos dengan nada jengkel.

Gue mengingat-ingat, "Oh iya, yang baru itu ya? Kenapa emang?"

"Aku kan tadi mau tanya masalah jobdesc kita buat proyek nanti, nah aku belum pernah ketemu Erwin ini ... makanya aku tanya Aldo yang udah pernah kerja bareng."

"Trus?"

"Aku salah chat." Eve kelihatan kesal, "kan di skype ada dua nama Erwin, satu Erwin Santoso, satunya Yohanes Erwin Giovanni. Aku chat ke Erwin Santoso, harusnya ke Yohanes Erwin, Shaaaa ..."

"Lah kok bisa?"

"Soale Aldo manggilnya 'Mas Erwin', lho yo aku milihnya yang nama jawa toh yo, aku kira orang jawa ..." ia ngomel lagi, "makanya kalo orangnya chinese itu manggilnya 'koko' gitu, bukan 'mas'! Kan jadi bingung!"

Gue cuma geleng-geleng melihat dua orang chinese berdebat rasis di depan gue, merasiskan rasnya sendiri.

***

"Sha, lu nggak pulang?" Eve yang mulai menutup laptopnya menatap gue dengan tatapan curiga, "nunggu apaan sih, lu?"

"Iyeee, bentar lagi. Lu duluan aja." gue masih fokus merapikan working paper gue yang acakadut. Gue sebenernya lagi dongkol sama si Pakdhe, karena minggu depan, kerjaan kita berdua mau direview sama cabang Malaysia. Udah pasti harus rapi jali. Lha ini, udah hari Rabu, gue buka file excelnya masih berantakan, highlight disana-sini, banyak yang masih pending, dan lain-lain. Si Pakdhe ini tipenya kalo beres-beres suka dadakan, pasti dia baru mulai ribut itu hari Jumat sore, yang kemungkinan mengakibatkan gue akan disuruh lembur Sabtu Minggu. Daripada baru ribut Jumat, mending dari sekarang aja gue kerjain sendiri!

"Nggak bisa besok? Udah jam setengah tujuh, lho." Eve memasukkan benda terakhir yang ia bereskan ke tasnya. Gue menggeleng. Tanggung banget. "Ati-ati lho, entar tiba-tiba disergap Pakdhe jam segini. Diminta temenin lembur, mampus lu!"

Gue menggeleng lagi tanpa mengalihkan pandangan dari laptop, "Nggak mungkin ... paling doi udah balik. Tadi aja gue ke mejanya, kaga ada orang. Report gue dicuekin."

"Tapi Sha ..."

"Duluan aja, Ep. Gue masih bentar lagi, masih siapin kerjaan. Ini lagi, si Pakdhe, minggu depan mau ada Malaysia review, kaga ada woro-woro suruh siap-siap. Kadang suka bingung ama noh orang, santai betul idupnye. Kena review baru mampus tuh orang! Ntar nyalahinnya gue lagi, gue lagi, padahal salah die!"

"Shaaaaa ..."

"Ini lagi, dia bilang gue disuruh nyontek kerjaan dia aja, lhaaaa ini excelnya dia aja masih berantakan gini! Ih sumpah, ini formatnya jelek banget! Ga jelas banget anjir, angkanya lari kesono, lari kesini, sama baris berbaris anak TK aja kalah rapi! Kalo gue jadi reviewer, gue bakal paling banyak komen ke kerjaan Mas Tion deh! Komennya, 'Pak, ini working paper apa omongan pejabat? Soalnya kaga jelas juntrungannya.'"

"Tashaaaa ..."

Gue menghela nafas, "Apaan sih lu, brisik banget ... WHOA!!!"

Gue kaget setengah mampus ketika mendongak, nafas seketika berhenti.

Pakdhe duduk persis di kursi depan gue, dengan bertopang dagu. Memperhatikan dengan wajah seriusnya. Eve yang ternyata daritadi manggil gue, maksudnya mau bilang kalau Pakdhe ada disini. Gue menggerakkan alis ke Eve. Gimana niiiiiihhhh?!

This one bitchy malah menganggukkan kepala ke Pakdhe. "Duluan ya, Mas." lalu melangkah pergi. Bajigurrr! Kabur dia!

Pakdhe masih menatap gue, dengan wajah santai. Gue diem seribu bahasa, menundukkan kepala. Mencoba mengurangi sedikit energi negatifnya.

"Ngerjain apa?" tanyanya. Gue berharap, dia nyuekin apa yang tadi gue kata-katain tentang doi.

"W ... working paper ..." gue gelagapan, sudah barang tentu.

"Oh. Buat Malaysia minggu depan ya," ia membolak-balik halaman kertas yang daritadi dia pegang, "Gue baru lihat nih. Ini yang lu kasih tadi siang ya."

Gue melirik diam-diam, lha, report gue yang malang ... kenapa baru dicek sekaraaaang?! Itu kan gue kasih udah dari jam 11 siang! "Tadi siang kemana? Rapat ya, Mas?" gue memberanikan diri untuk bertanya.

Pria itu menggeleng pelan, "Rapat apaan. Gue sebat, sama Peter." jawabnya santai.

Darah gue seketika mendidih, dan naik ke ubun-ubun. JADI SELAMA HAMPIR SEKITAR DELAPAN JAM KERJA MENGHILANG, DIA ITU SEBAT SAMA PETER?! For your information, Koh Peter adalah salah satu manajer – sohib Pakdhe - yang paling gue benci di kantor, karena dia suka ngajakin Pakdhe sebat. Ngilangnya bisa nggak tanggung-tanggung, kayak hari ini, ngilang delapan jam! Itu ngisep sebatang doang apa satu kebon tembakau?!

Dan yang gue takutkan adalah meskipun bos gue itu suka cabut di working hour, tapi dia bukan orang yang suka makan gaji buta. Artinya, kalau dia menghilang di siang hari selama delapan jam, doi akan menggantinya di malam hari dengan jumlah jam yang sama.

"Discuss yuk. Gue tunggu di Starbucks, ya." katanya sambil bangkit dari duduknya.

Nah kan!

Separuh diri gue takut, separuhnya lagi menghujat, karena artinya gue nggak jadi pulang cepat. "Tapi Mas, saya mau pulang, istirahat. Kemarin kita udah pulang pagi, lho ..."

"Bentar doang. Paling sampe jam 10-11. Ntar gue beliin frappucino, biar lu melek." kilahnya sambil berlalu, meninggalkan gue yang cengo. "Sekalian bahas working paper yang lo bilang ga jelas juntrungannya barusan."

Oh alien tolong adopsi gue ke Mars.

***

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang