Apakah kalian penasaran sama status Mas Danang?
Gue yakin, seribu persen, dibandingkan kalian semua, yang paling penasaran adalah gue. Bayangin, gue udah naksir dia dari mulai tahun pertama gue disini. Lebih tepatnya, gue udah naksir dia ketika gue mulai menghapus status Pakdhe sebagai idola gue.
Iya, dulu gue sempet ngefans berat sama Pakdhe waktu pertama kali pertemu. Gue ceritain pertama kali, di prolog.
Ya gimana sih, tampang spek artis kayak gitu jadi bos lu, bohong kalau lu nggak ngelirik. Realistis aja gue mah, kecuali lu punya sexual preference berbeda ya. Atau lu kayak Eve, yang di keluarganya menganut aliran mempertahankan ras murni. Tapi rasa kagum itu pelan-pelan gue pertanyakan kembali, ketika gue mulai tau selain Pakdhe galak banget pas marah, kadang-kadang otak Pakdhe suka agak-agak teler.
Ya, lu semua tau lah, memang ada masa-masa dimana kelakuannya kayak orang lagi giting. Dan itu kayaknya bawaan, ya, nggak dibuat-buat. Mana ada orang pura-pura sinting sampai bertahun-tahun, masih selamet aja dia nggak disuruh tes urine.
Ketika rasa kagum itu hilang, saat itulah gue ngeliat sosok laki-laki yang hampir sama gantengnya sama bos gue. Waktu itu, dia lewat gitu aja di workspace daerah gue biasa duduk menuju ruangan Pak Damar. Gantengnya beneran sebelas - dua belas sama Pakdhe, bukan sebelas - dua ratus lima puluh tujuh. Sama-sama ganteng, sama-sama tinggi, sama-sama pinter, sama-sama rapi, cuma lebih muda. Mas Danang itu bener-bener Pakdhe, tapi versi easy kalau di game. Versi lite, yang kalau di facebook nggak ngabisin pulsa.
Mas Danang itu dulu belum kenal gue. Kami baru kenal ketika gue udah dua tahun disini, itupun gara-gara Pakdhe nempatin kita bareng buat rilisin report. Dulu itu, gue cuma bisa bengong ngeliatin setiap kali dia lewat di workspace gue, ke arah ruangan Pak Damar. Bengongnya gue waktu itu beneran bengong, melongo, terpesona. Kata Eve, gue kayak orang kena gendam.
Gue dan Eve, dengan kemampuan analisa kami yang entah kenapa sedikit lebih baik di bidang gosip, gagal total menemukan informasi tentang Mas Danang. Sampai sekarang. Sama kayak Pakdhe, kami nggak pernah tahu apa-apa tentang pria itu karena dia nggak punya social media. Bukan cuma itu, jejak digitalnya juga bersih tanpa jejak.
Tapi detik ini setidaknya gue tahu sesuatu.
Saat itu gue lagi ngantri beli Starbucks di Pacific Place hari Sabtu siang, biasa, lembur berdua sama Pakdhe. Mata gue agak membulat ketika samar-samar menangkap sesosok laki-laki yang gue kenal. Laki-laki itu duduk di pojokan, setelannya trendy. Kemeja biru muda lengan pendek yang nggak dikancing dengan dalaman kaos putih, celana kain cokelat muda, dan sepatu sneakers putih.
Karena jaraknya lumayan jauh dan gue cuma bisa lihat sisi sampingnya, gue reflek agak mundur supaya bisa ngeliat sedikit muka bagian depannya. Seketika gue menelan ludah dengan kasar, sambil berusaha menghentikan jantung gue yang degupannya mulai nggak wajar.
Iya. Itu Mas Danang. Gebetan gue.
Tapi yang bikin lebih deg-degan bukan cuma itu. Dia sedang ketawa-ketawa, tentu nggak ketawa sendirian karena dia nggak sesinting Pakdhe. Di depannya, tampak sesosok wanita berambut cokelat panjang dengan kaos pendek warna merah, celana jeans, dan sepatu kets hitam. Gue nggak bisa ngeliat jelas muka ceweknya, tapi dari setelan outfit dan tas tangan kecilnya yang berkilau, gue tahu cewek itu cewek 'mahal'. Dan makin cewek itu bersuara, makin keras suara tawa Mas Danang.
Yang bikin gue makin sesek nafas, waktu gue ngeliat Mas Danang ...
... tangannya menyentuh gemas hidung mungil cewek itu.
***
"Udeh, jangan dipikirin mulu. Lagian biarin aja, sih. Kan Danang juga berhak jalan-jalan, Sha."
Gue waktu itu lemes. Lemes banget nggak bertenaga. Kepala rasanya kayak digandulin tuyul, berat banget sampai terkulai lemas di atas meja. Iya, kepala gue tergeletak gitu aja di atas meja, sementara kedua tangan gue ngegantung aja gitu di bawah. Mejanya adalah meja ruangan Mas Tion, tentu saja dengan bos gue yang duduk di hadapan gue. Yang mulutnya sibuk ngunyah keripik pisang sambil main handphone dengan cuek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...