78 - Tiba-tiba Hilang

2.8K 425 95
                                    

Pakdhe hilang keesokan harinya.

Bukan cuma gue yang nyari, tapi juga Mas Andri, Mas Danang, dan Eve yang semalem nginep di kosan gue. Tiga-tiganya uring-uringan karena hari ini ada deadline, gue uring-uringan karena mau izin resign.

Iya, lu nggak salah denger, gue mau resign.

Setelah berdebat dua hari dua malam - enggak sih, semalaman aja - sama Eve, gue tetep mutusin buat resign. Jarak antara pemberitahuan sama tanggal efektif resign kan satu bulan, bisa lah gue sambil cari-cari kerja. Eve udah menyerah membujuk sampai ngata-ngatain gue semalaman. Dia juga lama-lama luluh karena gue nangis sepanjang malem, sampai mata gue kayak habis sparring muay thai.

Tapi sekarang makhluk buronan itu lenyap. Pakdhe bukan tipe orang yang suka dateng siang, kecuali dia sakit. Masalahnya bukan cuma orangnya yang ngilang. Chat teams, WhatsApp, dan telepon sama sekali nggak ada yang diwaro.

Dia seolah beneran ilang ditelan bumi. Laper banget kayaknya bumi sampai sudi nelen manusia kayak dia.

"Diangkat, Ndri?"

Kami berempat berkumpul di ruangan Mas Danang, dengan Mas Andri yang coba menelepon Pakdhe. Mas Andri menggeleng pasrah setelah beberapa menit.

"Udah tiga kali gue. Sekarang coba kamu, Eve."

"Lah." alis Eve mengerut, "Mas aja nggak diangkat, apalagi saya, Mas!"

"Perjanjiannya kan gitu tadi! Kita berempat gantian nelpon satu-satu, siapa tau ada salah satu yang jackpot diangkat sama Mas Tion!"

Eve mendengus. Daripada debat kusir, ia mengalah dan mencoba menelepon Pakdhe dengan muka bersungut-sungut. Beberapa menit berlalu, ia mematikan teleponnya dengan kesal sambil menunjukkan ke Mas Andri.

"Gak diangkat! Tak bilang juga opo, Mas, gak bakal diangkat! Emang aku bojone?!"

"OH!"

Gue, Mas Andri, dan Eve menoleh ke arah Mas Danang yang langsung terdiam dengan muka terkejut. Pria itu menaikkan alisnya waktu ngeh semua mata tertuju padanya.

"Oh, oh, nggak." ia mengibaskan tangan dengan panik sambil tertawa gugup, "Saya baru inget, harusnya ada meeting sama klien lain jam segini. Saya lupa kirim invitation meeting ke kliennya."

Pria itu buru-buru mengecek handphone. Kami bertiga yang masih berkumpul cuma saling berpandangan. Bingung karena anggota tim SAR pencari Tion jadi hilang satu.

"Kalau Mas Danang mau meeting, berarti nggak seharusnya kita masih disini nggak sih?" tanya Mas Andri sambil beranjak menuju pintu keluar, "Lagian Eve bener. Nggak bakalan diangkat juga. Mungkin Mas Tion ketiduran terus lupa pasang alarm."

"Tapi nggak mungkin, Mas!" Eve mulai kedengeran panik, "Masalahe dia ada meeting sama kita bertiga! Mana mungkin Mas Tion lupa kalau hari ini ada meeting sama tiga klien! Apa kita perlu lapor polisi? Takut Mas Tion kenopo-nopo?"

"Nggak perlu. Kan belum dua kali dua puluh empat jam. Lagian emangnya Mas Tion bocah TK, baru ilang dua jam udah lapor polisi." sahut Mas Andri sambil membuka pintu keluar.

"Tapi Mas ..."

"Udahlah, baiknya kita keluar dulu dari sini. Kasihan Danang mau meeting." Mas Andri menoleh ke arah gue, "Sha, ayo! Ngapain masih disitu!"

Gue yang masih berdiri tepat di depan meja Mas Danang, cuma nyaut sambil terbata-bata. "Oh, ah, duluan-duluan! Saya masih ada mau diskusi sebentar sama Mas Danang!"

Mas Andri manggut-manggut sebelum akhirnya keluar ruangan itu bareng Eve. Meninggalkan gue berduaan sama Mas Danang yang masih sibuk sama handphonenya. Kali ini gue nggak deg-degan lagi ditinggal berduaan sama Mas Danang. Kalo dulu, kayaknya gue udah kesurupan kalau lagi berdua gini sama dia.

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang