65 - Memahami Wanita

3.5K 381 36
                                    

Sebenernya salah satu kelemahan paling besar dari Pakdhe, justru berbanding terbalik dari kelebihannya yang terkait. Ini yang bikin gue selalu percaya kalau Tuhan itu adil. Apa coba?

Pakdhe nggak peka sama cewek. Itu kelemahannya yang mengurangi kegantengannya sebanyak 70%. Kalau kliennya masih level staff atau nggak tinggi-tinggi amat, nggak perlu diskusi yang pusing-pusing, aman. Karena Pakdhe kalo lagi diem, cakep banget. Makanya emang harusnya dia diem aja, udah paling bener.

Tapi ketika lu dapet klien yang petingginya cewek, udah agak umur, sensitif, sama-sama keras kepala, tingkat kepinterannya hampir setara sama Pakdhe, then congratulations.

It's a disaster. Literally disaster.

Ini gue lagi nemenin Pakdhe conference call di ruangannya, udah dari sejam yang lalu. Kita sebenernya lagi ngobrolin hal sepele, cuma masalah salah perhitungan kecil aja. Itu sebetulnya bisa diselesaikan dalam waktu sepuluh menit, kalau Pakdhe nggak salah ngomong. Bukan salah sih, cuma dia nyebut satu kata yang katanya terlarang buat si klien.

Klien baru gue ini namanya Mbak DJ. Harus dipanggilnya begitu, 'Mbak' dan 'DJ', singkatan dari Dedeh Jamilah. Udah dari awal diingetin kalau kita panggilnya harus Mbak DJ. Sayangnya, bos gue yang ingatannya kayak ikan Dory, mana bisa dibilangin begitu.

Hari ini dia keceplosan manggil klien gue Bu Jamileh. Udah 'Bu', ganti nama jadi 'Jamileh' pula. Marah lah klien gue karena namanya jadi mirip mpok-mpok jamu gendong.

"Pokoknya saya nggak mau ya, Bapak minta-minta data macem-macem dari saya!" suara cempreng dari seberang telepon masih memaki-maki, "Bapak itu sudah disrespectful. Bukan masalah salah panggilnya, Pak. Ini masalah menghargai orang! Sekali dua kali salah panggil saya masih maafkan, tapi Bapak masih salah juga! Kelihatan sekali kalau Bapak ini tidak profesional, tidak memperhatikan pesan klien dengan benar!"

Pakdhe mengerutkan alis dengan kesal. Gue mulai bergidik. Dia tipe laki-laki yang emang hobinya debat, mungkin bawaan darah bataknya yang lumayan kentel. Jadi, mana mau dia iya-iya aja di keributan ini.

"Tapi ini kita sudah diluar konteks, kita harusnya cuma membahas masalah perhitungan tadi!" Pakdhe meninggikan suaranya. "Kenapa masalah salah panggil saya jadi panjang?!"

"Saya sudah bilang, saya nggak suka berurusan sama orang yang nggak menghargai saya!"

"Nggak menghargai dimana sih?!"

"Tuh! Bapak bahkan nggak tahu salah Bapak apa!" Mbak DJ makin melengking.

"Saya tahu saya salah panggil, saya kan sudah minta maaf! Saya akan ingat nggak akan salah panggil lagi!"

"Iya tapi berkali-kali salahnya, jadi memang Bapak nggak profesional!"

"Ya trus saya harus apa, Bu Jamileh?!"

Hening seketika. Dua-duanya diem, termasuk gue yang membatu dengan mulut melongo. Sedetik kemudian mata Pakdhe membulat, alis tebalnya terangkat. Mukanya langsung pucet kayak habis donor darah.

"Oh." Pakdhe menggumam. "Shit."

Tut. Conference call ditutup sepihak dari seberang.

Sekarang lu ngerti kan, kelemahannya yang ini memang dipasang Tuhan buat mengurangi kegantengannya. Tuhan maha adil.

***

"Emang gue salah apa sih? Itu kan cuma salah manggil doang, masih mending gue manggil 'Bu' daripada 'Om'!"

Pakdhe masih mengomel dengan mulut yang penuh berisi nasi dan ikan shisamo. Gue cuma bisa dengerin sambil sesekali manggut-manggut, sembari menikmati sayuran di salmon sashimi salad gue. Gue jadi sering makan berdua sama bapak-bapak ini, gara-gara sekarang dia sering banget kedapetan klien-klien aneh entah darimana. Dan biasanya emang kalau klien lucu-lucu, dikasihnya ke gue. Anak buat buang sial.

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang