"Nggak bisa gitu, Put! Temen lu nggak bisa terus-terusan ngasih begitu, lu juga nggak bisa terus-terusan bantuin temen lu!"
"Ya trus gue mesti gimana, Om?!"
"Paksa cowok temen lu hapusin poto-potonya, neng!"
Pakdhe yang habis meneriaki seseorang di telepon, langsung terdiam begitu melihat gue membuka pintu ruangan yang kami booking untuk hari ini. Gue juga ikut kaget, soalnya gue nggak ngeh kalau pria itu ternyata lagi call sama seseorang. Mana di loudspeaker pula.
"Ups!" gue bersiap menutup pintu lagi, "Sorry. Lagi call ya."
"No, no. It's okay. Ini Gaput." bisiknya sambil mengisyaratkan gue buat tetep masuk. "Sorry, bentar ya. Gue urusin si Gaput dulu."
Gue nurut dan duduk di hadapannya, sementara dia kembali fokus sama telepon WhatsApp yang kayaknya dia pasang di laptop. Mungkin video call, karena dia tampak membenarkan layar laptopnya. Pakdhe nggak seperti biasanya, kali ini dia keliatan agak panik dan khawatir - ekspresi yang kemunculannya se-langka badak bercula satu di muka slengeannya.
Yah, Mas, kan gue jadi kepo ya. Kira-kira ada masalah apa sama si Gaput? Editan buat kliennya jelek? Atau dia salah masukin backsound - misalnya dia masukin lagu Mariyadi Ha'e Ha'e di video nikahan orang?
"Put, pokoknya, lu mesti beresin hari ini." ia berkata dengan nada serius. "Bilang sama temen lu, kita datengin cowoknya. Ntar malem gue temenin lu."
Gaput terdengar mengerang kesal di seberang sana. "Tapi Om ... cowoknya serem ... lagi katanya bokap dia orang penting ..."
"Lebih serem dari gue?" Pakdhe merendahkan suaranya sampai serak. Pria itu menyandarkan posisi duduk sambil menajamkan tatapan matanya ke layar laptop. Ia memiringkan kepalanya sedikit dengan rahang yang agak mengeras.
Seketika suasana ruangan jadi agak dingin. Gue langsung pura-pura kerja, kayaknya gue bakal langsung pingsan kalau ketemu mata sama dia. Pakdhe emang konyol dan suka cosplay jadi kaktus joget, tapi dia punya bakat bikin aura di sekelilingnya seketika berubah kalau dia lagi begini. Meskipun wajahnya makin cakep kalau lagi marah, tetep aja gue gemeteran melihat mata tajamnya - dan gue yakin si Gaput juga takut. Soalnya suasana langsung hening sejenak.
"Om ... lu beneran mau ikut gue? Gue takut ... Lu berantem sama dia."
"Trus siapa yang nemenin kalau bukan gue? Lu mau ajak si Tri? Bisa aja sih dia berantem, cuma sambil tereak-tereak. Kasian cowok temen lu, pulang-pulang budek."
"Jangan Tante Tri. Kasihan dia. Cowoknya katanya pernah latihan militer." Gaput melirihkan suaranya. "Jangan kasih tau Papa juga. Gue nggak mau dia kepikiran gara-gara ini."
Pakdhe menghela nafas panjang. "Emang cuma gue yang bisa lu repotin. Gue berasa punya anak gadis."
"Yah, pan emang nama gue Gadis."
"Oiya."
"Yaudah. Jam enam ya Om. Mau gue samperin?" kata Gaput sambil tertawa.
Pria itu tersenyum tipis. Kalau lagi begini, keliatan banget dia sayang sama Gaput. "Nanti gue langsung kesana aja. Males gue kalau lu samperin pakai motor ninja lu itu."
"Om ... tapi ..."
"Hmm?"
Gaput diem sebentar, sampai akhirnya cewek itu melanjutkan dengan logat betawinya,
"Berantemnya jangan ampe bonyok banget. Ntar muke lu biru-biru, kaga cakep lagi.""Diem lu! Inget ya, sampe sana nanti sebelum gue hajar cowok temen lu, lu duluan yang gue tabok!" Pakdhe terlihat memencet keyboard laptopnya dan mematikan telepon secara sepihak. Gue agak ngikik mendengar logat Gaput, yang beneran kayak Pakdhe versi cewek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...