Writer's Note: Halo, jumpa lagi ya 😇. Maaf yaa sebelumnya updatenya jadi seminggu sekali beneran, karena Desember sampai Maret, udah bakalan riweh nih 😂.
Makasih banyak ya, yang udah baca dan vomment, readers lama yang setia, juga readers baruu yang udah sempetin binge-reading 😇. Semoga selalu terhibur dengan Pakdhe yang agak absurd, ngeselin, tapi kadang gemesin! 😂
***
Gue menyambut pagi ini dengan penuh semangat, nggak selusuh biasanya. Gimana lagi, pagi ini adalah pagi spesial yang gue tunggu-tunggu. Pagi apalagi kalau bukan ulangtahun calon mantu nyokap gua. Hehe, pede dikit nggak ngaruh. Namanya juga usaha.
Sekotak brownies berukuran agak besar udah gue taruh di atas meja kerja. Agak dramatis, kotak itu gue bungkus dengan kertas kado hijau polos dengan pita merah, karena gue minta dibungkus kado ala-ala sama petugas minimarket di depan rumah gue. Hari ini gue sengaja datang agak kepagian, jam delapan gue udah di kantor. Niatnya, supaya nggak mencurigakan gue bawa-bawa kotak brownies gede. Kalau kelihatan orang, bisa heboh satu kantor!
Sementara jatah Pakdhe, ada di tas gue, di dalem tupperware kecil. Yaelah, gue nggak mikir banyak-banyak kalau cuma buat dia doang. Gue kasih dia ukuran kecil doang. Jangan banyak-banyak deh, nanti dia sugar rush malah gue yang repot!
Dari jauh, terlihat sesosok cici-cici Surabaya berjalan mendekat ke arah gue. Eve baru datang, masih dengan sendal jepit yang dia pakai dari kosannya. Cici satu itu emang nggak pernah pakai sepatu kantor kalau berangkat dari kos, katanya ribet, mendingan pakainya di kantor aja. Mata gadis itu langsung membulat begitu melihat kotak yang ada di meja gue.
"Opo iki, Cok!" serunya sambil langsung mengambil kotak itu, "Sopo iki sing natalan?"
"Matamu!" gue menabok lengannya. Tapi iya sih, kenapa warnanya jadi kayak pohon natal ya? Nggak sadar juga gue. "Itu buat Mas Danang, tapi diem aja ya."
"Emang dia ulang tahun? Tahu darimana kon?"
Gue menempelkan telunjuk ke bibir. Eve ini kalau ngomong menggelegar, kayak pakai toa masjid. "Pakdhe."
"Oalah. Yo, yo. Semoga berhasil, ya." ia menepuk-nepuk pundak gue. "By the way, tadi aku ke atas bareng Pakdhe. Dia baru dateng kayaknya."
"Tumben, dateng pagi." gue menggumam. Emang Pakdhe nggak pernah datang telat, tapi jarang dia dateng sepagi ini. Kecuali masa-masa peak season ya, tapi kan sekarang masih low season.
Tiba-tiba gue merasa punggung gue ditepok dari belakang, sementara ekspresi Eve yang sedang menaruh tas di sebelah gue langsung berubah. Nah, bener kan feeling gue. Dia kayak setan, tiap diomongin nongol. Tanpa menoleh, gue langsung mencari tupperware berisi brownies yang jadi jatah preman Pakdhe di dalam tas.
"Nih." Gue menoleh sambil menyerahkan tupperware berwarna biru ke si preman. "Jangan dihilangin tempatnya. Nanti saya diusir dari rumah."
Pakdhe, langsung kelihatan cengar-cengir begitu menerima brownies jatahnya. "Ini beneran buatan lu, Sha? Bukan beli?"
"Buatan saya, lah."
"Bohong."
"Terserah. Itu saya bikin pake hati, tau."
Gue nggak tahu, apa cuma perasaan gue, tapi dia terlihat senang sekali mendengarnya. Senyumnya melebar, jarang banget gue ngeliat ekspresi Pakdhe sesumringah itu, bahkan gue sedikit melihat semu merah di pipinya. Lagi-lagi, gue jadi gemes, karena wajahnya jadi kelihatan makin manis kalau tersenyum lebar. Pria itu menimang-nimang benda di tangannya dengan riang, kayak bocah SD habis dibeliin mobil-mobilan sama emaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...