Kadang-kadang gue berpikir. Cerita bos dan bawahannya itu seharusnya bisa jadi cerita romantis yang menarik. Bosnya biasanya tajir melintir, ganteng, cool, dan royal. Lalu biasanya lama-lama naksir sama bawahannya yang biasa-biasa aja. Atau, mereka dijodohkan lalu menikah diam-diam dan dirahasiakan di kantor. Tadinya cinta karena terpaksa, lama-lama suka beneran. Seenggaknya, itu isi cerita-cerita novel yang pernah gue baca waktu SMA dan kuliah. Dulu, gue biasanya ikut berdebar-debar kalau baca cerita-cerita itu. Membayangkan juga, apakah mungkin itu bakal terjadi ke gue di kemudian hari.
Setelah gue dewasa dan ketemu Pakdhe, pupus sudah impian gue. Gue juga nggak merasa lagi relate dengan cerita-cerita itu.
Pertama, bos gue itu memang ganteng, tapi dibanding cool - lebih ke galak dan slengean. Kalau tajir sih pasti, tapi dia bukan yang setajir om Hotman Paris juga. Orang apartemennya masih di Bogor, mana kebeli apartemen SCBD, katanya.
Kedua, tidak ada apa-apa diantara kami. Hubungan kami sangat realistis. Apa itu naksir? Dijodohkan apalagi. Hubungan kami sebatas bos dan karyawan aja, tapi karena sedikit kelamaan bersama, sekarang kami lebih mirip keponakan dan om yang nyebelin. Gue menilai begitu karena pernah waktu lembur berdua, gue pernah dibeliin permen marshmallow bentuk bebek warna warni, katanya biar gue nggak ngantuk. Pertanyaan gue, apa di kepala dia gue lebih tertarik permen bebek daripada kopi Starbucks? Gue sempat bertanya-tanya, apa dimatanya gue ini berwujud semacam anak balita, kunti bogel? Apakah dia menganggap gue seperti keponakannya, dan merasa harus mengasuh gue, entahlah.
Kalau ternyata dia menganggap gue keponakannya tolong info, jadi gue bisa minta uang jajan.
Yang bener cuma nomor terakhir, Pakdhe itu royal. Biasanya kalau demi tim, dia rela traktir kami semua makan siang bareng, beberapa kali. Tempat makannya juga restoran ya, bukan warteg atau kantin karyawan. Dan itu dilakukan secara adil ke semua tim yang dibawah dia. Biasanya sih setahun sekali Pakdhe ngadain makan bersama, katanya biar sekalian mendekatkan diri ke anak-anak.
Tapi kayaknya tahun ini dia punya ide berbeda untuk bonding dengan timnya.
"Gimana kalau kita staycation satu tim?"
Gue, Eve, Aldo, Mas Danang, dan Mas Andri serempak menghentikan gerakan tangan kami, yang tadinya sedang mengerjakan pekerjaan masing-masing di laptop.
Semuanya melirik ke arah Pakdhe yang duduk di ujung ruangan rapat. Ya, hari ini kami sedang sewa ruangan rapat, karena kami habis meeting untuk proyek audit grup perusahaan dimana kami semua terlibat. Sampai semenit yang lalu, Pakdhe masih ngomel-ngomel ke semua orang karena dianggapnya persiapannya auditnya nggak becus sama sekali.
Dan sekarang cowok itu nyengir lebar setelah mengusulkan staycation.
"Mas, kan kita harus serahin progress meeting dua minggu ke depan." Mas Danang, orang yang paling masuk akal, adalah yang paling pertama merespon.
"Kan sekarang masih Kamis. Masih ada 11 hari kerja, dan 6 hari weekend. Staycation maksud gue itu backpacker-an aja, bukan seminggu. Bikin aja paling lama satu atau dua malam pas weekend."
"Tapi Mas ..."
Duk! Aku yang duduk di sebelah Mas Danang, melihat Mas Andri menendang tulang kering Mas Danang di bawah meja. "Ide bagus Mas. Eve coba aja urus. Toh kita juga udah lama ga punya acara bareng-bareng sama anak-anak." sahut Mas Andri full senyum sambil melotot ke arah Mas Danang.
Mas Danang cuma meringis sambil mengelus tulang keringnya. Eve yang tersebut namanya, langsung memasang muka protes. Tapi apa daya, namanya disuruh bos, mau gimana lagi.
"Andri, lu kan punya staf dari audit PT Karya kemarin. Ajak aja sekalian kalau dia mau. Siapa namanya ya?"
Mas Andri mengernyitkan alis, "Oh, si Kanaya, staf pinjeman dari tim sebelah? Yang kemarin saya bawa diskusi ke ruangan Mas Tion?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...