"Sakit?"
Jantung rasanya berdebar nggak karuan, panas dingin, gejala tipes waktu gue denger berita dari Mas Danang barusan. Laki-laki itu mengangguk yakin, sambil lanjut memeriksa report gue yang ada di tangannya. Gue yang duduk di depannya cuma terdiam dengan isi otak yang udah berantakan.
Mas Tion sakit? Sehari setelah makan brownies gue? Apakah brownies gue se-mematikan itu untuk kesehatan manusia? Apa gue waktu gue baking sempet ketetesan baygon? Ah, masa iya, sih. Kayaknya lambung Pakdhe nggak se-cupu itu. Mau ketumpahan wipol juga gue yakin nggak bakalan ngaruh ke dia.
Pakdhe itu jarang banget izin sakit. Ya emang lu pernah liat orang gila sakit? Itu kelebihan mereka dari Tuhan, imunitasnya tinggi. Dia pernah sekalinya izin sakit karena kecelakaan di jalan tol, tentu saja sempet bikin kita semua heboh. Itu parah banget teman-teman, bayangin, kita dapat kabar dari rumah sakit kalau dia sampai diangkut pakai ambulans. Tapi dua hari kemudian, dia udah masuk kantor lagi dengan kepala yang masih diperban. Udah bisa marah-marah, udah bisa lembur-lembur. Gila kan? Lu nggak usah heran, kan kemarin-kemarin lu udah tahu kalau dia emang miring.
Kebayang nggak sih, berarti separah apa sakit dia kali ini sampai nggak masuk kantor? Kebayang nggak sih kalian gimana kepikirannya gue? Masalahnya, dia sakit tepat setelah kemarin dia maksa ngabisin brownies gosong itu!
"Sakit apa, Mas?"
Mas Danang menggeleng, "Pagi ini tiba-tiba ngabarin saya. Saya juga nggak tahu. Padahal dia jarang banget sakit."
Mampus gue. Masa iya beneran gara-gara brownies korban bom atom gue kemarin?
"Padahal dia lagi di apartemen katanya. Nggak lagi di rumah. Berarti dia lagi sendirian."
"Hah? Mas Tion punya apartemen? Saya kira selama ini dia bolak balik ke Bogor."
Pria di depan gue mengerutkan alis, "Kamu nggak tahu? Ada beberapa sih, ada yang di Menteng, ada yang di Cempaka Putih, ada di mana lagi nggak hafal saya. Biasanya buat disewa-sewain, cuma katanya sekarang ada yang lagi kosong. Makanya kadang-kadang Mas Tion suka kesitu."
Ooh, mantap juga bapak-bapak satu itu. Juragan apartemen dia ternyata. Ya tapi dengan gaji yang bisa dipakai buat DP mobil tiap bulan, wajar kalau dia punya banyak investasi. Jangan-jangan dia juragan yang lain juga, juragan angkot gitu.
Tapi bentar deh, dia sendirian disitu? Sendirian? Sendirian banget?
"Mmm ... Mas," gue menggumam. Sumpah demi apa, gue kepo mampus. "Emangnya Mas Tion nggak ada yang nungguin disitu?"
"Nungguin maksudnya?"
"Mmm ... misalnya ... istrinya gitu?"
Mas Danang tampak berpikir sejenak. Ayo Mas, ngomong aja Mas! Jawab aja Mas, dia udah punya istri, pacar, tunangan, atau masih jomblo! Jadi gue dan Eve nggak terus-terusan berprasangka Pakdhe udah menikah sama pohon mangga!
"Nggak tahu. Dia bilangnya sendirian, ya berarti lagi sendirian."
Yah, penonton kecewa. Masa iya gue harus blak-blakan nanya ke gebetan, 'Mas Tion udah nikah belum sih?'? Nanti lagi-lagi disangka gue ngincer Pakdhe!
"Kenapa, Sha? Kamu mau nengokin Mas Tion?"
Keselek gue. Reflek langsung batuk-batuk. Sayangnya waktu itu gue lupa ambil minum. Masih untung gue nggak menyemburkan dahak dari tenggorokan gue ke report yang masih dibaca Mas Danang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...