83 - Ketemu Lagi

3.4K 391 20
                                    

Author's Note:

Karena panjang jadi kubagi dua, wkwk.

Enjoy!

***

Gue masuk kantor dengan perasaan yang jauh lebih enteng. Orang yang pertama kali menyapa gue adalah Eve. Ia langsung menyambut dengan tepukan di punggung waktu gue baru duduk di kursi.

"Weits, wes masuk ae, bos!" sambutnya sambil duduk di kursinya. "Gimana-gimana solo traveling? Aku liat story-storymu. Seru?"

"Seru, dong." gue menyerahkan sebuah handy bag berisi oleh-oleh. "Nih, bingkisan buat lu."

"Waduuuh ... gini dong. Ini baru namanya temen." ia menerima handy bag gue dengan sumringah. "Aldo lagi ke luar kota. Minggu depan dia pulang. Kon taroh loker ae."

"Santai, nanti gue taruh loker. Gue juga mau bagi ke Mas Danang sama Mas Andri." gue berbisik, "Pakdhe masuk nggak?"

Eve memicingkan mata. "Masuk, sih. Tapi ... kon wis ..."

Gue tertawa. "Aman, aman. Damai kita. Gue bawa oleh-oleh paling gede buat dia."

"Serius? Wes move on?"

Gue menghela nafas panjang sambil tersenyum. "Mudah-mudahan, mudah-mudahan lu bener. Gue bukan nggak bisa ketemu dia, gue cuma perlu waktu. Sekarang sih masih belum move on,  tapi udah mendingan. Seenggaknya gue nggak nangis lagi begitu denger namanya."

***

Persiapan gue buat memasuki ruangan Pakdhe cukup panjang. Menghela nafas berulangkali, denger lagu-lagu K-pop yang riang meskipun gue nggak kpopers-kpopers banget, jalan-jalan ke minimarket, dan beli cokelat dingin buat tenangin pikiran.

Sha, tenang. Jangan gugup, Sha. Jangan gugup. Lu udah komit sama diri lu sendiri, lu bakal kuat ketemu dia. Anyway, itu kan cuma ditolak doang, kalian berdua masih bisa temenan. Pakdhe kan friendly. Pasti gampang buat kalian bisa balik kocak kayak dulu lagi.

Langkah gue ke ruangan Pakdhe mulai mantap. Tangan gue yang memegang handy bag udah nggak segemeter pertama kali. Gue bahkan udah menyiapkan kata-kata buat Pakdhe.

'Hai, apa kabar, Mas? Ini ada oleh-oleh sedikit buat Mas Tion, semoga suka, ya.'. Gitu aja, Sha. Habis itu lu langsung balik lagi ke meja lu. Kerja lagi kayak biasa.

Easy, man. Easy. Gue udah jauh lebih kuat sekarang.

"Tasha?"

"WHOA!!"

Gue terlonjak kayak ngeliat jumpscare, demi apapun kaget banget gue! Wajah Pakdhe tiba-tiba muncul ketika gue menoleh ke arah sumber suara.

Gue mematung. Mungkin lama nggak ketemu, Pakdhe makin terlihat ganteng di mata gue setelah dua minggu. Kumis tipis dan janggutnya masih terawat, dicukur rapi sampai hanya menyisakan bayangan abu-abu di atas bibir dan daerah brewoknya. Serasi dengan mata elangnya yang dibingkai kacamata gantung mungil. Rambutnya sudah sedikit lebih panjang, tapi disisir rapi slick-back belah pinggir dengan beberapa helai rambut yang dibiarkan jatuh ke depan. Setelannya lagi ganteng banget - jas hitam dan dalaman turtleneck dengan warna yang sama, celana bahan hitam, dan sepatu pantofel yang mengilap.

Masih sama, masih mempesona kayak dulu.

Seketika itu gue paham kalau gue salah mengira gue udah siap ketemu Pakdhe lagi. Gue nggak tahu kalau rasa sayang gue ke dia jauh lebih besar daripada yang gue kira. Dan itu sebanding sama rasa sakitnya.

Dada gue langsung sesek, kepala gue tiba-tiba panas gitu aja. Kami berdua cuma berdiri berhadapan, nggak ngapa-ngapain. Tapi, airmata gue langsung jatuh tanpa aba-aba.

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang