Writer's Note:
Halo-halo! Lama tidak menyapa! Akhirnya long weekend juga ya, happy weekend semuanya! Thank you juga ya semua buat vommentnya!😊Jadi semangat nih nulisnya.
Btw, part kali ini agak lebih panjang dari biasanya. Gila-gila-gila, baru kali ini aku nulis satu part 2300-an kata! Mungkin karena aku lagi happy kali ya, dapet long weekend😂. So please lay back, and enjoy!🤞
***
"Hei, kalian mau tinggal di kantor kami sampai jam berapa?"
Gue dan Pakdhe mendongak. Ali berdiri sambil berkacak pinggang di pintu ruangan kami. Hari ini lagi-lagi kami harus visit ke kantor Ali, lebih tepatnya, gue sih. Karena gue perlu cek dokumen klien yang lumayan banyak dan semuanya hardcopy. Pakdhe cuma kebetulan ikut aja, pengen nemenin gue katanya. Gue tahu itu cuma modus biar dia bisa makan nasi padang favoritnya di daerah sini.
Pakdhe melirik gue yang masih berkutat dengan tumpukan dokumen. "Kantor kau buka sampai jam berapa, Ali?"
"Sebetulnya bisa sampai pagi, karena satpam ruko kami jaga 24 jam. Tapi sudah tidak ada orang disini, 'e. Sa su mau pulang ini, Kaks."
Pakdhe menghela nafas, lalu menoleh ke gue. "Masih banyak, Sha?"
Gue menunjuk 2 tumpuk dokumen yang belum gue periksa, sengaja gue pisahin di atas meja. "Nanggung, Mas. Lagian katanya besok Kak Ali dan tim mau pada WFH, jadi mending diselesein sekarang."
"Huh, ya sudah." Pakdhe mengembalikan pandangannya ke Ali, "Kau duluan saja, Li. Kami sedikit lagi selesai. Lagipula, ada satpam ruko, toh?"
"Ya, ada. Kami titipkan juga kunci cadangan ruko ke Bapak Satpam. Tapi Kakaks harus jalan dulu ke ujung ruko, baru jumpa itu pos satpam kecil."
"Kalian tidak ada lembur di sini, 'kah? Lantai bawah itu, lantai dua dan lantai satu apa sudah kosong semua?"
Ali mengangguk. "Sa tidak mau buat Kakak dan Nona takut, ya. Tapi kami semua tidak pernah lembur disini di atas jam tujuh. Ini sudah jam setengah tujuh, semua sudah pulang. Mau orang operasional di lantai satu, atau accounting di lantai dua. Lebih baik kami lembur di rumah."
Gue mengerutkan alis. "Kenapa?"
Ali, dengan sengaja memelankan suaranya. "Ada hantu, Nona."
"Bilang saja kelen malas. Kasihan hantu kelen salahkan." Pakdhe melempar gumpalan kertas ke arah Ali yang sukses menghindar.
"Eh, betul ini. Sungguh ini, Kaks. Yasudah kalau tidak percaya, terserah." Ali melambaikan tangannya, "Saya tinggal ke bawah, 'e. Kalau ada apa-apa, cari saja satpam ruko. Atau telepon saja saya, tapi sa punya rumah agak jauh. Jadi jangan terlalu berharap."
Pakdhe mengibaskan tangannya, isyarat supaya Ali cepat pergi.
"Hei, Kaks kenapa jadi usir-usir saya?" Ali mengangkat alisnya dengan jail, "Oh, sa tau. Supaya Kaks bisa berduaan, lalu peluk-peluk cium Nona, toh? Oke, sa tak akan ganggu."
Ali buru-buru ngibrit keluar sambil menutup pintu, begitu melihat Pakdhe melepas sepatu dan bersiap melemparnya.
***
Sebelum gue lanjut, ada baiknya gue kasih tau dulu kondisi tempat perusahaan Kak Ali ini. Perusahaan Ali itu start-up, belum punya gedung sendiri, jadi tempatnya masih sewa ruko. Ruko itu berada di salah satu komplek ruko yang lumayan besar. Ada beberapa pintu masuk di komplek itu, masing-masing pintu masuk ada pos satpamnya. Jadi kalau soal keamanan, nggak usah diragukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...