67 - Jatuh

3.1K 377 45
                                    

Empat tahun gue kuliah di jurusan akuntansi, gue kira pekerjaan gue akan berkutat di laptop dan di kantor aja. Nyatanya tidak.

Gue pernah bilang di episode sebelumnya, ada prosedur namanya stock opname. Stock opname itu macem-macem, tergantung klien dan jenis persediaannya. Yang kemarin itu gue stock opname perusahaan pengolah hasil kelapa sawit, gue manjat tangki minyak sawit. Cara ngukurnya adalah klien gue nyemplungin bandul meteran dari lobang tangki sampai menyentuh dasar tangki, kemudian dihitung ketinggian minyaknya pake rumus kalibrasi.

Klien si Aldo, perusahaan production house (PH) yang persediaannya adalah stok film. Dulu gue kira perusahaan film itu persediaannya artis-artis, ternyata bukan. Hehe. Mantep banget dia stock opnamenya nontonin film-film yang masih dalam proses awal produksi. Lu pernah nonton FTV yang saking kebelet tayangnya masih ada greenscreennya? Nah itu tontonan dia tiap tahun tuh. 

Yang paling ngaco adalah klien si Eve. Perusahaan peternakan. Lu jangan tanya ke gue gimana cara ngitung persediaannya, karena persediaannya adalah biological assets. Sesuai namanya, makhluk hidup. Gue sendiri nggak tahu caranya, apakah anak-anak ayamnya ditangkepin lalu dihitung satu-satu, atau gimana cara ngitung kambing dan sapi bertanduk dengan jaminan tidak akan diseruduk. Wkwk. Tapi sebenernya ada caranya, cuma gue nggak ngerti karena nggak pernah pegang klien itu. Kalo penasaran, tanya deh sama orang yang kerja di perusahaan peternakan.

Sekarang gue lagi dipinjem di salah satu klien Pakdhe, stock opname berdua sama dia karena senior aslinya lagi cuti menikah (dan lagi-lagi, cuma gue yang nganggur pada saat itu). Kalo lu tanya kenapa level setinggi Pakdhe masih stock opname, karena ini klien limpahan dari tim lain. Dia kepo aja bentuk gudangnya kayak gimana. Susah kalo orang pinter, banyakan kepo lu, kaya admin lambe turah.

Perusahaan ini penghasil sabun cuci. Persediaannya sih normal ya, salah satunya adalah bahan-bahan penghasil sabun. Nama-nama persediaannya ga bisa gue sebutin. Selain itu rahasia perusahaan, itu bahan kimia yang lidah gue sampai belibet ngomongnya. Bahan-bahan ini disimpen di sebuah gudang besar, dengan rak-rak tinggi. Suasananya persis macem lu masuk IKEA, tapi raknya lebih tinggi, berdebu, agak gelap, isinya jerigen dan kardus-kardus.

Orang yang ngitung persediaan dibagi jadi dua tim, jadi gue dan Pakdhe berpisah. Cuma masih satu gudang. Gue ditemenin dua personel klien, namanya Pak Yanto dan Mbak Indri. Karena raknya tinggi, jadilah gue harus naik mobil transformer, forklift. Iya, forklift, lu yang pernah masuk ke gudang penyimpanan pasti tahu bentukan alat ini. Bentuknya kayak hasil perkawinan antara truk dan traktor mini, cuma bocengannya (carriage) bisa diangkat tinggi-tinggi.

Gimana sih jelasinnya, yah gitulah, kayak mobil-mobilan transformer pokoknya.

"Mbak'e baru ngitung disini, ya?"

Mbak Indri tersenyum waktu carriage forklift mulai dinaikkan menuju sampel di rak pertama, dengan kami bertiga di atasnya. Mbak Indri ini perawakannya agak kecil, muka dan logatnya jawa tengah banget, usianya mungkin 30an. Gue balas tersenyum tipis. "Iya, Mbak."

"Oalah ... pantesan saya baru liat." Ia menunjuk forklift yang ditumpangi tim Mas Tion dengan dagunya. "Mas'e ngganteng yang itu, saya juga baru liat. Baru juga?"

"Iya, Mbak. Dulu konsultannya sama tim lama, sekarang jadi ke timnya Mas Tion."

"Oooh ... yo yo yo. Eh, Mbak."

"Iya?"

"Mas Tion udah nikah?"

Gue batuk. Pak Yanto yang daritadi sibuk mengarahkan sopir forklift dari atas, jadi melirik sedikit ke arah kami. Bangke, bangke. Kok bisa-bisanya ada pertanyaan kayak gitu di saat-saat kayak gini?!

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang