Cerita kali ini bukan lanjutan. Mari kita ngintip sedikit ke masa pertama kali Tion ketemu istrinya.
***
Author's POV
Jakarta, 1998.
Mahasiswa semester satu berambut acak-acakan tampak duduk di barisan paling belakang kelas kuliahnya. Tampangnya benar-benar nggak mencerminkan mahasiswa. Kaos oblong hitam kumal dengan sablonan yang luntur, celana jeans kumal, dan sepatu yang entah berapa lama nggak dicuci pemiliknya. Celananya pun sobek di lutut. Bukan, bukan disobek karena gaya, itu sobek betulan karena diserempet bajaj dua minggu lalu.
Tapi kebetulan celana jeans sobek mulai ngetren di zaman ini. Jadi pemuda itu pede aja memakainya.
Kelas pagi harusnya sudah mulai lima belas menit yang lalu, tapi belum ada dosen yang datang. Diantara suasana kelas yang ramai, pemuda itu memilih ngorok di ujung kelas. Zaman itu belum ngetren handphone, kalau ada, mungkin ia sudah jadi konten TikTok di rekaman teman-temannya.
Beberapa mahasiswi berambut sebahu tampak curi-curi pandang ke arahnya yang tidur dengan mulut terbuka. Gerombolan itu saling cekikikan sambil bergunjing.
"Lu tahu anak yang duduk di ujung kan? Itu anak yang waktu ospek dapat penghargaan maba paling ganteng dari kakak-kakak."
"Tahu. Ternyata waktu tidur pun tampan ya wajahnya. Memang tampang menentukan ya."
"Andai gayanya lebih rapi. Aku bisa makin kepincut. Ah, tapi urakan juga aku suka."
"Betul. Tapi sayang bego. Ulangan kemarin kan dia dapat nilai paling buncit!"
Tawa gerombolan itu baru berlangsung sedetik ketika tiba-tiba pintu ruang kelas terbuka. Seisi kelas yang tadinya mirip Tanah Abang langsung jadi Tanah Kusir. Sesosok wanita muda berjalan masuk dengan langkah tegap, yang seketika langsung membuat pria-pria kecil di kelas melongo sebentar.
"Bos! Bos! Bangun!" mahasiswa yang duduk di sebelah pemuda berantakan tadi menggoyang-goyang bahu temannya. "Udah ada dosennya, Bos! Nanti lu dihukum kalau ketahuan tidur!"
Si urakan cuma mengerang malas. Ia malah merubah posisi jadi telungkup. "Bokis lo, nyet."
"Ini cewek cakep, bos! Kayaknya pengganti! Makanya lu melek dulu, deh!"
"Ahh .. brengsek! Berisik banget sih lu, Don!" pemuda itu mengeraskan erangannya. "Diem lu! Gue ngantuk banget!"
Seisi kelas hening waktu mendengar erangan keras si urakan, termasuk wanita yang berpenampilan seperti dosen di depan kelas. Perlahan ia berjalan menuju si urakan yang masih telungkup sambil ngorok. Temannya kelihatan panik, tapi cuma bisa dalam hati karena dalam sekejap wanita itu sudah berdiri di hadapan temannya.
Si wanita mencondongkan tubuhnya perlahan ke arah pemuda itu.
"Halo, udah bisa mulai kelasnya?"
Si pemuda tersentak kaget, sama sekali nggak menyangka suara temannya berubah jadi suara cewek. Tawa seisi kelas langsung terdengar riuh, sementara wajah bangun tidur si urakan itu langsung pucat mendapati si dosen berdiri di hadapannya.
Ia tertegun sebentar. Wanita ini sukses membuatnya sadar seratus persen dari tidurnya.
Perempuan itu benar-benar tipenya!
Kulitnya sawo matang, tampak anggun dan eksotis dengan balutan blazer hitam, kemben putih, dan rok span hitam yang membuat alisnya terangkat. Wajahnya tirus dan tegas walaupun tubuh tingginya agak berisi. Matanya tajam, hidungnya bangir, dan bibir tipisnya tampak cantik dipoles lipstik warna pink. Rambut sebahunya disisir rapi, membuatnya makin anggun. Ia hampir mabuk waktu wanita itu tersenyum tipis ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pakdhe!
ChickLitKalau kata Raditya Dika, manusia di dunia itu cuma bisa punya dua diantara tiga kelebihan : 'cakep', 'pinter', atau 'waras'. Bos gue di kantor, alias Mas Tion, alias Pakdhe, hanya punya kelebihan 'cakep' dan 'pintar'. Artinya, dia sinting, annoying...