4 - Mas Danang

6.6K 522 15
                                    


Gue bukannya nggak punya orang yang gue taksir di kantor. Kehidupan gue, meskipun hanya berada di sekitar tim gue: Eve, Aldo, Mas Andri, dan tentu saja Pakdhe, ada seseorang yang sebenarnya membuat semangat menjalani hidup ini tetap ada. Dan tentu saja, orang ini menjadi salah satu penghalang gue untuk resign dalam waktu dekat.

Namanya Danang. Manajer tim sebelah yang baru promote jadi Senior Manajer tahun ini. Kabarnya, junior si Pakdhe waktu di universitas, sampai tahun lalu pun Mas Danang masih satu proyek bareng Pakdhe. Mas Danang ini tampangnya cool, menurut gue, tampangnya dia ini 11-12 gantengnya sama Pakdhe, tapi lebih cute karena lebih muda. Gahar tapi cute, gimana gue ngomongnya sampe bingung.

Rahangnya tegas, dengan sedikit janggut dan kumis tipis yang aduhai sekali. Sama-sama berkacamata, tatapan matanya lebih lembut dari Pakdhe, dengan alis yang sama tebalnya, hidung bangir, dan senyuman maut yang mudah memikat kaum hawa. Dia juga tinggi semampai, kakinya panjang, dan busananya selalu formal (kayaknya rata-rata lulusan kampus Pakdhe memang penampilannya selalu rapi). Pembawaannya lebih easy going, lebih ramah ke anak-anaknya. Kalau ngajarin, katanya sabaaar banget kayak guru ngaji. Belum lagi, taat ibadah. Hadeeeeh, gimana gue nggak terpikat, coba. Adem gitu kayak ubin mushola.

Diam-diam, gue suka curi-curi pandang kalau dia lagi lewat di workspace kami. Eve dan Aldo yang selalu duduk di sebelah gue, tentu mengerti kalau gue ini mabok kepayang sama cowok itu. Tapi nggak bisa bantu banyak. Soalnya, nggak ada yang tahu status si Mas Danang ini. Kalau mereka sembarangan comblangin, trus ternyata doi udah punya istri, fix status gue sebagai pelakor akan disematkan seumur hidup. Ya, sebenarnya Pakdhe mungkin aja tahu, tapi sampai mati pun gue nggak bakalan nanya dia. Pakdhe kan ember bocor, bisa-bisa gosipnya tersebar satu gedung kalau gua kasih tahu.

Gue sangat menyesal, kenapa sih gue nggak ditakdirkan berada di timnya dia? Seenggaknya kan, gue bisa memandang dia lama-lama (trus nggak fokus kerja).

"Sha, lu ngapain bengong-bengong begitu liatin HP?" Eve terlihat kembali duduk ke tempatnya setelah sekian lama menghilang, "Ntar kesurupan lo, katanya disini banyak setannya."

"Baguslah, syukur-syukur setannya auditor juga, bisa kerjain kerjaan gue."

"Yeee ... dasar males! Ilangin tuh males, dicari Pakdhe, lu!" solot Eve sambil menoyor kepala gue.

Mata gue mengernyit heran, "Ada apaan?"

"Tauk. Tadi sih, dia lagi liatin report PT Alpha. Lu inget kan? Itu ... PT warisannya Mas Taufan, yang ditinggal dia resign."

Gue menerawang. Aaaah! Gue inget! Itu klien sialan yang sempat membuat gue dimarah-marahin Pakdhe, padahal bukan salah gue, gara-gara reportnya nggak pernah di-update sama Mas Taufan sebelum resign!

"Tapi kenapa dia nyuruh-nyuruhnya gue ya? Kan gue nggak pernah ngerjain klien itu?" tanya gue ke Eve. Masih heran.

Matanya yang sipit, makin menyipit mendengar pertanyaan gue,

"Bukannya disini lu memang babu-nya Pakdhe, ya?"

Bener juga sih.

***

Gue memasuki ruangan Pakdhe, dengan mata yang mencari-cari sosoknya ke seluruh penjuru. Lha, nggak ada. Kursinya kosong, tapi ada laptop yang masih menyala di mejanya. Ah, mungkin dia ke toilet.

"Hei!" tiba-tiba suara beratnya menyeru di belakang. Gue tersentak dan meloncat ke samping. Pakdhe tertawa, sambil melangkah masuk menuju kursinya. Si kuntul kampret, seneng banget kayaknya ngerjain gue.

"Lu lagi ngapain sekarang?"

Gue mengernyit. Ya lu pikir gue berdiri disini ngapain? Nganter gofud?

Pakdhe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang