Chapter 14

74 8 0
                                    

POV Justin:

Aku merasa sangat nikmat beberapa detik yang lalu, tapi apa yang terjadi padaku sekarang?

Kenapa aku kesakitan?

Teriakku sambil air mata terus mengalir dari mataku. Itu sangat menyakitkan. Aku merasa bagian dalam diriku terkoyak.

Aku terkejut karena miliknya tiba-tiba menjadi lebih besar di dalam diriku. Kupikir dia akan cum, tapi aku salah.
Dia knotting.

Karena rasa sakit luar biasa yang kurasakan, aku kembali ke dunia nyata, mendapatkan kembali kewarasanku seolah-olah aku tidak pernah heat.

"S-Sakit!" Aku berteriak berulang kali. Kulitnya pucat dan dia membeku. Dia tampak sangat ketakutan.

"Aku... aku minta maaf. Aku t-tidak bermaksud..." Ucapnya sambil menangkup pipiku dan menyeka air mataku.

Sepertinya dia akhirnya menyadari situasinya dan sudah memprosesnya. “Sakit sekali…” bisikku saat tenggorokanku mulai sakit karena berteriak.

“Aku benar-benar minta maaf, kumohon jangan menangis,” ucapnya sambil memelukku erat.

Aku menyandarkan kepalaku di bahunya dan sedikit tenang ketika aku mencium aromanya. Baunya sangat harum. Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa baunya, tapi baunya begitu menenangkan dan membuat nyaman sehingga membuatku tenang bahkan ketika aku sedang kesakitan.

Kami tetap dalam posisi itu selama beberapa menit sambil mengusap punggungku. Rasa sakitnya berangsur-angsur berkurang setelah beberapa menit dan dia mengeluarkan penisnya segera setelah aku mengatakan kepadanya bahwa aku merasa lebih baik karena itu juga berarti dia sudah tenang.

“Aku benar-benar minta maaf,” katanya sambil matanya bergetar saat menatapku. Berbagai jenis emosi terlihat di wajahnya—dia tampak menyesal, sedih, dan takut. Aku menggeleng karena aku tahu meskipun dia knotting, aku juga melakukan kesalahan dan akulah yang menyebabkan hal ini terjadi. "Aku juga salah. Aku terus memaksakan diri padamu. Maafkan aku," ucapku malu karena perbuatanku tadi.

"Kau tidak bisa berpikir rasional karena sedang heat. Aku memanfaatkanmu. Aku benar-benar minta maaf," katanya dan sedikit menundukkan kepalanya.

Kami diam. Suasananya begitu canggung dan sunyi hingga terdengar suara ludah yang tertelan.

Ugh. Aku menyesali setiap tindakan yang kulakukan hari ini, sial. Tapi... Kurasa dia sangat hebat tadi. Rasanya sungguh... enak.

Wajahku memerah karena pikiranku dan aku mengambil tiga napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Haa... Betul. Sebaiknya aku tenang saja.

"J-Jadi..." Aku memecah keheningan canggung dengan berbicara lagi. Dia memiringkan kepalanya menghadapku saat aku berbicara, tapi itu hanya membuatku semakin sulit mengarang sesuatu untuk dibicarakan. "Ya?" Dia berkata sambil menatap mataku. Apa yang harus kukatakan?

Kami terdiam beberapa saat ketika aku memikirkan apa yang akan kukatakan kepadanya. Jelas sekali bahwa aku hanya mencoba mengubah suasana, tapi dia tidak mengatakan apa pun tentang hal itu. "Uh... tidak apa-apa kalau aku pergi sekarang?" tanyaku sambil dengan lembut menggaruk pipiku dengan jari telunjukku.

"O-Oh... iya. Bolehkah aku mengantarmu pulang?" Dia berkata sambil wajahnya memerah. Dia terlihat sangat bingung dan beberapa butir keringat mulai menetes dari dahinya.

"Oh... um..." Apa yang ingin kukatakan? Haruskah aku mengatakan ya? Jika iya, aku yakin perjalanan pulang akan terasa canggung. Haaa...

"Tidak, tidak apa-apa. Aku mau mandi," kataku dan segera menuju kamar mandi tanpa menunggu jawabannya. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara berbicara dengannya, apalagi kami sudah berhubungan seks bahkan sebelum aku dekat dengannya. Sepertinya aku rela tidur dengan siapa pun saat aku sedang heat. Ugh!

Sejujurnya, aku hanya pernah tidur dengan mantan pacarku dan aku hanya punya dua mantan. Aku tidak sering tidur dengan mereka tapi... kenapa aku melemparkan diriku ke alpha itu? Itu mungkin membuatku terlihat putus asa. Maksudku, aku heat tapi... Aku minum obat penekan kemarin.

Uh, terserah! Ini membuat kepalaku sakit!

Aku pun segera mandi dan dia pun segera mandi menyusulku. Saat aku mendengarnya mandi, sebuah pikiran tiba-tiba muncul di benakku.

Aku harus pergi.

Aku buru-buru mengenakan pakaianku dan mengambil kantong kertas tempat hadiah ibuku. Aku pergi ke pintu, membuka dan menutupnya perlahan. Ketika aku keluar, aku berlari ke lift dan meninggalkan motel. Aku naik taksi dan memberi tahu pengemudi alamatku.

“Haa...” desahku sambil memejamkan mata rapat-rapat. Aku tidak percaya aku berhubungan seks dengannya.

Cukup memalukan hingga aku bisa merasakan wajahku memanas saat memikirkan apa yang terjadi sebelumnya.

Aku mengambil ponselku dari saku untuk menelepon Daryl karena aku tahu dia akan marah jika aku pulang terlambat terutama karena aku bahkan tidak memberitahunya kemana aku akan pergi.

Hanya dengan dua kali dering, dia langsung menjawab panggilan tersebut. "Kau ada di mana?!" Dia berteriak dengan panik melalui telepon. Rasanya gendang telingaku rusak karena kerasnya suaranya, sehingga aku menjauhkan ponsel dari telingaku.

"Tenanglah. Aku sedang dalam perjalanan pulang," kataku dengan tenang.

"Tenang?! Kau berharap aku tenang dalam situasi ini?!" Dia berteriak.

Bahuku terkulai karena kemarahan yang bisa kurasakan dari suaranya. Daryl yang biasanya tenang dan berkepala dingin berteriak melalui telepon, jelas-jelas marah karena apa yang kulakukan. Tentu saja aku tahu dia hanya mengkhawatirkanku. Maksudku, bagaimana mungkin dia tidak khawatir? Jika kami bertukar tempat dan dialah yang berada di posisiku, aku pasti akan meledak juga.

"Aku... maafkan aku..." kataku saat tanganku terasa dingin. Aku selalu seperti ini setiap kali aku dimarahi atau jika aku bertengkar dengan seseorang. "Haaa... aku akan menunggumu. Pulanglah dengan selamat." Dia berkata dan menghela nafas sekali lagi. "Baiklah," jawabku seperti anak anjing yang ketakutan dimarahi pemiliknya.

Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku sebelum berbicara dengan Daryl karena aku tahu dia akan semakin marah jika dia mencium feromon Tristan padaku.

Aku merasakan wajahku memanas saat aku melepas pakaianku. Aku melihat dadaku dan melihat ada beberapa kissmark darinya. "Oh tidak," gumamku dalam hati saat menyadari kalau dia juga mencium leherku dengan agresif. Aku segera berjalan ke cermin dan melihat bayanganku.

"Apa yang..." Mulutku ternganga saat aku melihat bayanganku. Ada beberapa bekas gigitan cinta di tubuhku, tapi syukurlah tidak ada bekas gigitan di leherku, artinya dia tidak menandaiku.
Aku menghela nafas lega dan terus mengganti pakaianku. Ketika aku akhirnya selesai berganti pakaian, sesuatu yang menakutkan tiba-tiba muncul di pikiranku.

Dia knotting padaku...

Bagaimana jika.... Aku hamil?

Love Me, My Omega! [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang