Chapter 26

53 4 0
                                    

POV Justin:

"Hai." Aku tersenyum saat melihatnya menungguku. "Apa kau menunggu terlalu lama?" tanyaku sambil berjalan mendekatinya. “Tidak, aku baru tiba beberapa menit yang lalu,” katanya dan membukakan pintu untukku. "Terima kasih," kataku sambil masuk ke dalam mobilnya.

Suatu malam, kami berbicara tentang makan malam bersama hari ini jadi Tristan ada di sini untuk menjemputku. Dia pun masuk ke dalam mobil dan begitu dia masuk, dia langsung bertanya, "Kau mau makan di mana?" Aku tersenyum padanya dan berkata, "Aku akan mentraktirmu kali ini karena kau membayarnya terakhir kali. Memang tidak semahal makan malam yang kau belikan untukku, tapi makanan di tempat itu sungguh enak."

Aku memberi tahu dia arah menuju restoran yang kubicarakan. Aku pergi ke sana kadang-kadang ketika aku menginginkan makanan yang rasanya seperti masakan rumahan. Daryl tidak selalu ada di rumah, jadi terkadang aku makan di luar saat aku terlalu malas untuk memasak sendiri. Makanan di sana juga cukup murah, jadi aku bisa makan di sana sesekali.

POV Orang Ketiga:

“Kau tahu, ada pria yang sudah cukup lama kusukai, tapi aku tidak tahu apakah dia merasakan hal yang sama,” kata Justin sambil melihat gelas birnya yang kosong. Wajahnya memerah dan matanya tampak murung. Tristan terkekeh sambil meraih kepala Justin. "Justin, kau mabuk. Ayo pulang, ya?" Ucapnya sambil meletakkan tangannya di kepala Justin. "Tidak!" teriaknya sambil melepaskan tangan Tristan. Tristan sudah menyerah untuk membawanya pulang karena dia sudah mengatakan tidak ingin pulang sejak tadi. "Baiklah, kita tidak akan pulang sekarang, tapi kau tidak boleh minum lagi. Kau mabuk sekali sekarang," ucap Tristan sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

Justin mengangguk sambil menutup matanya. Tristan tersenyum karena menurutnya dia terlihat sangat manis saat ini. Penampilan Justin saat ini mengingatkan Tristan pada seekor kucing.

Ketika Tristan menatap pria mabuk itu, menganggukkan kepala di depannya, dia menghela nafas ketika dia mengingat bagaimana mereka masuk ke dalam situasi seperti ini. Mereka seharusnya hanya makan malam tapi Justin bersikeras untuk minum bersama Tristan. Meskipun sang alpha mengatakan dia tidak mau karena dia masih harus mengemudi nanti, Justin tetap bersikeras dan mengatakan bahwa mereka bisa memanggil supir nanti dan dia akan membayar. Tristan tidak punya pilihan lain selain menyetujui keinginan Justin karena menurutnya Justin pasti sedang menghadapi masalah saat ini.

"Ngomong-ngomong, kembali ke ceritaku. Orang ini mungkin bahkan tidak tahu sedikit pun bahwa aku menyukainya," kata Justin, menekankan kata kecil, dan menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya seolah-olah dia sedang mencubit sesuatu untuk menunjukkan betapa kecilnya kata itu. "Jadi, siapa pria yang kau bicarakan ini?" Tristan berkata sambil mencondongkan tubuh sambil tersenyum.

Dia berpikir mungkin itu dia, tapi sebagian dari dirinya merasa gugup karena mungkin dia terlalu terburu-buru. 'Apakah itu aku?' Dia berpikir sendiri sambil menunggu jawaban Justin. Namun alih-alih menjawab Tristan, Justin malah melontarkan pertanyaan.

"Apa kau mau keluar* denganku?"

*Keluar tuh maksudnya kencan

T

ristan terkejut dengan tawaran Justin yang tiba-tiba. Tristan merasa sangat bahagia saat itu hingga jantungnya terasa berdebar kencang. Meski merasa senang, ia tetap menganggap memanfaatkan situasi itu salah.

‘Dia terlalu mabuk. Aku seharusnya tidak memanfaatkannya saat dia dalam kondisi ini, tapi mungkin...’

Dia mengeluarkan ponselnya dari sakunya dan menekan aplikasi kamera di ponselnya untuk mengambil video Justin. "Bisakah kau mengatakannya lagi?" Dia berkata sambil mulai merekam. "Maukah... Maukah kau keluar denganku?" Justin mengulangi pertanyaannya dan tersenyum manis sambil menatap Tristan dengan penuh kasih sayang.

Tristan terkekeh sambil meletakkan ponselnya. Dia berdiri dari tempat duduknya dan pergi ke Justin. "Ayo kita pulang saja ya? Aku sudah sadar sekarang karena apa yang baru saja kau katakan." Dia membantu Justin berdiri dan berterima kasih kepada pemilik restoran atas makanannya sebelum mereka pergi.

"Haruskah aku membelikanmu kopi? Itu sangat membantuku untuk tetap sadar setiap kali aku mabuk," kata Tristan ketika mereka masuk ke dalam mobilnya. "Hmm..." Justin sepertinya sudah tertidur. Dia hanya terkekeh dan membiarkannya saat dia berkendara ke rumah Daryl.

Ketika mereka sampai di rumah Daryl, dia membawa Justin ke kamarnya dengan bimbingan Daryl. "Tolong siapkan sup penghilang rasa sakit dan obat mabuk untuknya besok. Dia mungkin akan mengalami mabuk yang sangat parah besok," kata Tristan sambil membaringkannya dengan lembut di tempat tidur. Dia menyelipkannya ke dalam selimut dan menyisir rambutnya ke belakang agar wajahnya tidak tertutupi.

Daryl menghela nafas sambil melihat wajah temannya yang memerah. "Kenapa dia malah minum sebanyak itu?" Dia bergumam pada dirinya sendiri dan menghela nafas lagi. "Ya, ya, aku akan melakukannya. Kau boleh bermalam di sini. Ini sudah larut malam dan sepertinya kau juga minum alkohol tadi," kata Daryl sambil menatap sepupunya.

Tristan menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak, tidak apa-apa. Aku akan pulang sekarang karena masih ada urusan yang harus aku kerjakan. Sampaikan salamku pada saudara-saudaraku. Aku akan pergi sendiri, jadi tolong jaga Justin untuk saat ini," katanya sambil memperbaiki pakaiannya.

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati dalam perjalanan pulang," Daryl mengucapkan selamat tinggal saat Tristan meninggalkan ruangan.

Dia menatap wajah temannya selama beberapa detik dan menghela nafas lagi. "Justin, kau bau. Kau bau alkohol, ugh!" Dia berkata dan menghela nafas.

Matanya membelalak saat Justin tiba-tiba bangun dari tempat tidur. "A-Apa? Ada apa? Apa kau marah padaku karena bilang kalau kau ba--- Justin!" Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak setelah temannya muntah-muntah di pakaiannya.

"Aku benar-benar akan memarahimu besok!"

Jadi, rumah tangga menjadi sangat berisik di pagi hari karena omelan Daryl. Justin menderita mabuk berat sementara Tristan tidur seperti bayi, mengetahui bahwa perasaannya sebenarnya dibalas oleh orang yang dia sukai.

Love Me, My Omega! [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang