"Apa kau mau keluar denganku?" Pintu lift terbuka begitu Tristan mengucapkan kata-kata itu. "Ya, tentu. Ayo keluar," kataku lalu keluar dari lift. Dia mengikutiku keluar dan sebelum aku bisa berjalan ke unit, dia memanggil namaku. "Justin." Aku menoleh ke arahnya dan memberinya tatapan bertanya.
Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak dan itu membuatku semakin bingung. "Kenapa kau tertawa?" Aku bertanya. "T-Tunggu." Dia mencoba berhenti tertawa tapi tidak bisa, jadi aku harus menunggu sampai dia selesai.
Apa yang lucu? Aku tidak mengerti.
"Kencan denganku," katanya sambil tersenyum. Aku mengedipkan mata beberapa kali sambil menutup mulut, mencoba memproses apa yang baru saja dia katakan. (Maksud dari kencan disini pacaran ya)
Kencan... Aa-Apa?!
"K-Kencan denganmu?" Kataku, hampir berteriak, semuanya bingung dan merah. Dia tertawa kecil dan berkata, "Iya. Aku baru saja mengajakmu keluar, tapi kau pasti mengira aku memintamu turun dari lift bersamaku." Mulutku ternganga karena kesadaranku. "Itulah sebabnya kau menertawakanku!"
Sebelum dia bisa tertawa lagi, aku mengambil satu langkah lebih dekat dengannya. Aku berjingkat dan mendekatkan wajahku ke wajahnya hingga aku merasakan bibir lembut dan hangatnya menempel di bibirku. Setelah menciumnya, aku mundur dan tersenyum. "Kalau begitu, kita berkencan," kataku dan mengedipkan mata padanya.
Dia tampak sangat terkejut. Matanya terbuka lebar dan mulutnya ternganga. Wajahnya menjadi merah padam saat dia berkedip beberapa kali.
"A-Apakah itu artinya 'ya'?" Dia bertanya sambil menatapku dengan matanya yang berbinar penuh harap saat dia menungguku untuk memastikannya. "Apa kau lebih suka menganggapnya sebagai 'tidak'?" Aku berkata dan memiringkan kepalaku sedikit dan menyeringai.
Dia menggelengkan kepalanya dengan agresif dan meninggikan suaranya sedikit sambil berkata, "Tidak, tidak, tidak! Tidak sama sekali!" Aku tertawa karena reaksinya. Dia terlalu manis.
Kami menuju ke unit dan dia hanya berdiri di dekat pintu. Dia mengatakan bahwa jika dia masuk, dia mungkin akan melakukan sesuatu. "Aku pergi sekarang," katanya dan memelukku. Aku merasakan wajahku memanas saat aku merasakan kehangatannya menyelimuti tubuhku. "Hati-hati," bisikku. Dia mencium puncak kepalaku dan berbisik, "Aku tahu aku belum pernah mengatakan ini sebelumnya tapi..." Dia melepaskan pelukannya dan mengangkat daguku agar mata kami bertemu."Aku mencintaimu."
++++++++++
"Aku mencintaimu... aku mencintai..." Aku terus menggumamkan kata-kata itu berulang kali sambil menatap kosong ke arah jendela. "Halo? Bumi untuk Justin!" Daryl berkata sambil melambaikan tangannya di depan wajahku. "Ada apa denganmu? Kau sudah seperti itu sejak minggu lalu," ucapnya sambil menyesap kopinya.
Ponselku bergetar karena seseorang mengirimiku pesan.
'Kenapa kita berkirim pesan?'
"Dan kenapa kau begitu jauh dari Tristan?" Daryl melanjutkan sambil mengangkat alisnya. Aku tersenyum canggung dan melirik ke arah Tristan yang sedang duduk di meja lain yang jauh dari meja kami. "Aku merasa agak canggung," kataku, hampir berbisik. Daryl memutar matanya dan berkata, "Kalian baik-baik saja sebelum kalian mulai berkencan."Aku memutuskan untuk membalas pesan Tristan. Saat aku sedang mengetik, aku mendengar telepon berdering. Itu pasti milik Daryl.
'Hanya ingin.' Aku membalas.
"Hei, aku pergi. Ayahku meneleponku. Dia mungkin akan memintaku untuk datang," kata Daryl sambil melihat ponselnya yang berdering. Aku mengangguk dan berkata, "Oke, hati-hati." Dia tersenyum. "Terima kasih."
Setelah Daryl pergi, aku dihujani SMS dari Tristan. Ponselku terus bergetar tanpa henti sehingga tiba-tiba aku merasa gugup.
Bagaimana aku harus menghadapinya hari ini? Selama beberapa hari terakhir, aku terus menghindari kontak fisik dengannya. Aku tidak bisa menghadapinya sekarang karena entah bagaimana aku merasa sangat malu setiap kali dia ada. Aku baik-baik saja sebelum kami mulai berkencan. Kenapa tiba-tiba aku bersikap seperti ini?
"Hei, kenapa kau menghindariku?" Aku tersentak saat mendengar suaranya di belakangku. Dia duduk di kursi yang Daryl duduki tadi dan menatap lurus ke mataku. Dia mencoba menatap mataku, tapi mataku terus melayang kemana-mana karena aku merasa sangat gugup berada di dekatnya.
“Ada apa? Apa aku melakukan kesalahan?” Dia berkata sambil mencondongkan tubuh ke depan. Aku bersandar di kursiku dan menutupi wajahku. “J-Jangan mendekat!”
Ah, serius... Ada apa denganku?
Aku tersentak saat mendengar dia tertawa. Bahuku yang tegang menjadi rileks saat aku perlahan melepaskan tanganku dari menutupi wajahku.
Pipinya memerah karena tertawa terlalu keras. Aku merasakan seluruh wajahku memanas karena malu. "Kenapa kau tertawa?" kataku, hampir berteriak. "Hei, jangan meninggikan suaramu," katanya sambil terkekeh sambil menyeka air mata dari matanya. Aku mengerutkan alisku dan cemberut saat aku memelototinya. "Ayolah, jangan cemberut seperti itu. Tadi kau terlihat manis sekali. Apa kau merasa gugup saat berada di dekatku?" Dia berkata sambil bersandar di kursinya dan menyilangkan tangan sambil menyeringai.
Oh tidak, apa yang terjadi dengan Tristan yang selalu kebingungan? Mengapa rasanya kepribadiannya tiba-tiba tertukar? Seharusnya yang terjadi adalah sebaliknya!
"Diam." Aku membuang muka dan memutar mataku.
Aku merasakan sesuatu yang hangat di daguku—itu adalah tangannya. Dia mengangkat daguku hingga mata kami bertemu. "Kau tidak perlu malu berada di dekatku, sayang," katanya sambil tersenyum.
Apa...?
"Ss-Sayang?!" Rasanya jantungku berdebar kencang karena dia memanggilku seperti itu. Aku merasakan wajahku terbakar karena memerah. Mataku terbelalak saat aku melihat bibirnya membentuk senyuman dan senyumannya berubah menjadi tawa hangat yang membuatku semakin malu.
"Oke, itu dia! Aku pergi. Aku sangat membencimu!" Kataku dan mengambil ranselku. Aku berjalan ke pintu kaca kafe dan pergi. Aku mendengar langkah kakinya dari belakangku, jadi aku mempercepat langkahku dan berjalan lebih cepat lagi.
"Justin, tunggu!"
Apa yang dia inginkan sekarang? Bukankah cukup bermain denganku? Aku merasa sangat malu sekarang karena aku tidak bisa menghadapinya.
"Aku bilang tunggu!""Justin!" Aku merasakan tangannya di lenganku. Dia menarikku begitu kuat hingga wajahku terkubur di dadanya. Lengannya melingkari tubuhku, memberiku perasaan familiar.
Dia terasa sangat hangat.
"Maaf, aku tidak akan menggodamu lagi," bisiknya.
Aku bisa mendengar detak jantungnya saat aku membenamkan wajahku di dadanya.
"Brengsek," bisikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, My Omega! [BL]
FanfictionTitle : Love Me, My Omega! Author : surprisinglypretty Genre : Romance , Adult, Yaoi All Credit Going To Author!!! Tristan Lee, seorang alpha dominan, bertemu Justin Vincent Alvarez-seorang omega yang belum pernah mendapatkan heat pertamanya selama...