Beberapa saat setelah kepergian Edgar, Vania pun berpamitan pada nenek untuk sarapan.
Belum sempat gadis itu pergi dari kamar nenek, mama Naomi sudah datang memasuki kamar tersebut.
"Vania, kamu gak makan dulu?" celetuk mama Naomi yang berdiri di dekat daun pintu.
Vania agak kaget mendengar perkataan wanita itu. Bukannya tak pernah berpikir positif terhadap mama Naomi, tapi Vania hanya tak menyangka saja jika sikap mama mertuanya akan berubah drastis seperti sekarang.
"I-iya, Ma, aku baru saja mau pergi makan," jawab Vania.
"Oh, ya sudah kalau begitu cepat lah makan, biar Mama yang jaga nenekmu." Vania mengangguk perlahan, lantas melenggang pergi.
Sedangkan mama, beringsut mendekati nenek yang masih terbaring.
"Apa istrinya Edgar belum juga hamil?" tanya nenek tiba-tiba, tepat ketika mama Naomi baru saja duduk di sisi ranjang yang kosong.
"Belum, doakan saja, Bu.” Mama menjawab dan meminta doa murni dari lubuk hatinya.
"Aku selalu mendoakan kebaikan untuk mereka, termasuk juga soal momongan. Kamu juga harus melakukan hal yang sama, Naomi. Apa kamu gak lelah, hidup tanpa bersandar pada Tuhan yang jelas?" cetus nenek.
"Aku akan berubah perlahan-lahan, Bu."
"Itu harus, Naomi. Kita tidak pernah tau kapan batas usia kita di dunia ini. Oleh sebab itu jangan sia-siakan kesempatan yang ada saat ini. Mulailah perbaiki hubunganmu dengan Allah, karena hanya Dia lah tempat pulang semua manusia di bumi ini. Perbaiki sholatmu, tidak ada batasan usia untuk berubah menjadi lebih baik." Nenek melanjutkan nasehatnya.
Mama Naomi mendengarkan dengan sangat baik, dia juga menyerap maksud baik dari mertuanya tersebut.
Dia sudah sadar sepenuhnya dengan semua kesalahan-kesalahan yang dia perbuat selama hidupnya.
"Iya, Bu, Ibu benar. Mulai sekarang aku akan berubah, aku akan memperbaiki sholatku."
"Ya, itulah kewajiban kita sebagai umat muslim." Nenek menyahut dengan wajah ceria.
Tiba-tiba mama Naomi menundukkan kepalanya dalam-dalam ketika bayangan sikapnya terhadap Vania kembali terputar dalam ingatannya.
"Ada apa, Naomi?" tanya nenek heran.
"Apa ada masalah?" Sebuah pertanyaan kembali terlontar dari bibir nenek.
"Enggak, Bu. Aku cuma menyesal saja, menyesal sama sikapku selama ini. Aku memperlakukan Vania seolah-olah dialah biang dari masalah yang ada. Padahal aku gak tahu akar dari masalah itu. Aku sudah menuduhnya yang bukan-bukan, bahkan aku sempat melontarkan perkataan yang gak pantas untuk gadis sebaik Vania." Naomi menghela napas dengan berat.
"Sebenarnya aku malu saat berhadapan dengan Vania. Tapi aku juga gak mungkin menghindari dia, aku ingin minta maaf padanya tapi kenapa lidahku kelu sekali rasanya." Mama Naomi mencurahkan semua isi hatinya pada sang mertua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bercadar Pembantu CEO Tampan
Teen Fiction→Habis Baca Jangan Lupa Vote← 📍Jangan liat dari covernya baca dulu ceritanya di jamin seru📍 ini semua terjadi karena satu kesalahan yang Vania lakukan pada Edgar. kesalahan yang berawal dari kesalahan pahaman sebenarnya. tetapi karena kesalahan it...