85. Kecelakaan?

1.7K 83 5
                                    

Mama Naomi mondar-mandir gelisah di ruang tengah, terkadang berjalan ke luar untuk memeriksa kondisi di luar, apakah putranya yang pergi sejak dua jam lalu itu sudah kembali atau belum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mama Naomi mondar-mandir gelisah di ruang tengah, terkadang berjalan ke luar untuk memeriksa kondisi di luar, apakah putranya yang pergi sejak dua jam lalu itu sudah kembali atau belum.

Mama Naomi cemas bukan tanpa alasan, karena hari ini adalah jadwal penerbangan Edgar dan Vania menuju Lombok.

Wanita paruh baya itu kembali menghembuskan napas gusar kala untuk ke sekian kalinya harapan jika Edgar telah kembali harus sirna.

"Tenang saja dulu, Ma, Edgar pasti tahu waktu kok. Gak mungkin dia pulang terlambat." Papa Afgan datang dan berusaha untuk menenangkan hati sang istri.

Lelaki itu meraih tangan istrinya, mengajaknya untuk masuk rumah, tetapi sosok itu malah mendengkus.

"Gimana aku gak cemas, Pa. Jadwal penerbangan mereka itu satu jam lagi, dan sekarang anak nakal itu belum juga pulang." Mama Naomi menatap sang suami dengan tatapan kesal.

Membuat sang suami langsung meringis akibat tatapan yang super mematikan itu.

Lelaki itu tak berani lagi menyela ucapan istrinya, dia biarkan wanita kesayangannya itu menuntaskan kekesalan dengan berceloteh ria.

"Awas saja kalau sampai dia terlambat pulang dan ketinggalan pesawat, Mama gak akan tinggal diam, Pa. Mama akan hukum dia!"

"Sudah dibilang lupakan pekerjaan kantor, tapi dia masih saja memikirkan kliennya yang ribet itu. Memangnya gak bisa diundur saja apa meeting mereka." Mama menghempaskan tangan suaminya, lalu bersedekap sambil berusaha mengatur napas mengendalikan emosi.

Tak berselang lama, Vania datang menghampiri kedua mertuanya.

"Gimana, sudah diangkat belum sama suami kamu?" tanya Naomi tampak bersemangat Kedatangan Vania membuat harapannya kembali tumbuh.

Namun, sepertinya harapannya itu harus kembali pupus ketika melihat gerakan kepala dari menantunya.

Gadis ayu dengan tatapan teduh itu menggeleng perlahan. "Mungkin lagi di jalan, Ma," ujarnya kemudian.

Vania bicara seperti itu bukan karena dia tak peduli, dia juga merasa khawatir. Benar-benar mengkhawatirkan keadaan Edgar yang tak menjawab panggilan siapapun.

Namun alih-alih terus merasa khawatir, bukankah lebih baik untuk berbaik sangka saja. Ya, lebih baik berhusnudzon dan mendoakan keselamatan sang suami.

Dan saat ini, Vania hanya ingin membuat mama mertuanya tenang saja. Oleh sebab itu Vania harus bersikap setenang mungkin.

"Duhhh, ke mana sih sebenarnya anak itu!" Mama Naomi kembali memberengut.

"Sebaiknya kita tunggu di dalam saja, Ma." Vania mengayun langkah mendekati mertuanya, lalu menggamit lengan wanita itu.

Kali ini mama Naomi menurut. Tidak seperti saat diajak oleh papa Afgan tadi. Namun, baru saja mereka berjalan beberapa langkah, mama Naomi tiba-tiba menghentikan langkah.

Gadis Bercadar Pembantu CEO TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang