Seorang pemuda tampan dengan pakaian casualnya berjalan keluar dari bandara Soekarno Hatta. Dia menarik kopernya dengan santai sambil menggamblok tas ranselnya. Matanya beredar mencari sesosok yang sudah berjanji akan menjemputnya
"Sebelah sini Lex!" Panggil seorang pemuda
"Hai bro! Lama banget gak ketemu!" Ujar pemuda itu yang tak lain adalah Alexander Marvello Legiand
"Lebay amat baru empat tahun!"
"Rasanya lama banget tau!"
"Iya deh iya. Udah kan ayok cabut!"
Alexander mengangguk dan berjalan di belakang sahabatnya. Tangan Alexander menggenggam sebuah bungkusan untuk kedua adiknya tercinta di rumah. Allecia dan Alexis. Sungguh betapa Alexander merindukan kedua adiknya terutama Allecia. Adiknya yang tampak kuat namun sangat rapuh
"Kenapa lo bengong dari tadi?"
"Gak apa. Gimana kabar lo bapak Alvaro Kenneth Dimitra?"
"Gak usah komplit juga kali!"
Alex tertawa
"Ya abis kan lo sekarang udah pegang perusahaan sendiri sedangkan gue baru merintis"
"Salah lo! Gue heran sama lo. Perusahaan Arleg yang gede banget itu punya lo tapi lo malah bikin perusahaan sendiri"
"Gue gak mau tergantung sama perusahaan bokap gue!"
Alvaro diam saja
"Btw lo tinggal dimana?" Tanya Alex
"GLC, perumahan baru masih sepi tapi lumayan buat tinggal"
"Oh. Yang dulu Daspur bukan?"
"Iya itu"
"Ya udah kapan-kapan gue maen"
"Hn"
Sesudahnya Alvaro dan Alexander kembali terdiam. Mereka larut dengan pikiran masing-masing. Mata Alex sedikit melirik ke arah Alvaro saat dia melihat Alvaro tersenyum sendiri
"Kenapa lo? Kesambet?"
"Si*l! Kagak lah"
"Terus kenapa lo ketawa sendiri?"
"Gue ceritain tapi lo jangan ketawain gue!"
"Oke"
"Gue jatuh cinta"
"Sama?"
"Sama anak kecil yang gue temuin di KFC depan kompleks lo! Anaknya cantik, tingginya cuma sedada gue, gak gemuk dan gak kurus, pas. Kulitnya gak terlalu putih tapi lumayan. Mukanya agak judes tapi imut"
"Gimana lo bisa ketemu dia?"
"Gue gak sengaja nabrak dia dan moccafloat gue tumpah di jaket dia"
"Terus?"
"Dia marah-marah sama gue, tapi herannya gue malah tertarik sama dia"
"Tau namanya?"
"Gak! Orang gue belum sempet ngomong dia udah kabur"
Alexander terbahak. Tak lama mereka sampai di depan rumah Alexander. Alexander menurunkan kopernya di bantu oleh Alvaro
"Mau mampir?"
"Gak deh gue mau balik aja. See you!"
"Hn, see you hati-hati di jalan"
Mobil Alvaro menjauh. Alexander memasuki rumah yang sudah empat tahun dia tinggalkan. Dia membuka pintu utama dengan santai. Dilihatnya jam tangan miliknya
"Masih jam sebelas" gumamnya
Alexander langsung masuk ke kamarnya. Seluruh pembantu sedang sibuk menyiapkan makan siang. Alex merapikan kopernya, mengeluarkan isi koper dan memasukannya ke dalam lemari. Alexander memutuskan untuk mandi berhubung keadaan Jakarta sedang panas-panasnya
Alexander tersenyum saat mendengar mesin mobil memasuki rumahnya. Dia sudah membayangkan bagaimana wajah adiknya jika bertemu dengannya. Alex segera turun ke bawah menyambut kedua adiknya tapi betapa heran dirinya ketika Allecia tidak muncul dari balik pintu
"Kak Alex! Kak Alex sudah pulang?" Panggil Alexis
"Sudah" Alex memeluk adik bungsunya, matanya masih jelalatan mencari Allecia
"Al mana?" Tanya Alex spontan
Alex merasakan badan Alexis menegang. Pak Ujang sang supir juga bi Wati dan bi Inah terkejut melihat Alexander sudah kembali
"Al mana mang Ujang?"
"Eh-i-itu den. Non Al, itu... Aduh..."
Alex merasakan ada yang aneh dengan keadaan di sekitarnya
"Al kemana mang?"
"Non Al sudah tidak tinggal disini lagi den" ujar pak Ujang sambil menunduk
"Apa?!!"
Alexis semakin mengkeret ketakutan. Dia tidak pernah melihat Alex semarah sekarang
"Kenapa Al gak tinggal disini lagi?"
"I-itu den, nyonya..."
"Bunda?"
Mang Ujang bingung harus menjawab apa
"Bunda kenapa?"
"Bunda usir Al keluar" ujar Alexis santai
"Apa kamu bilang?!"
"Allecia bikin salah, bunda marah. Bunda usir Allecia"
"Terus Allecia dimana sekarang?"
"Entah. Di rumah opa dan oma juga gak ada"
Alex murka mengetahui adiknya keluar dari rumahnya dan tidak ada yang memberitahunya. Alex mengepalkan tangannya
"Mang Ujang ambil kunci motor saya"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...