"Lex, hp lo nyala tuh" ujar Varo
Alexander langsung menengok dan melihat siapa yang menelponnya
"Udah mati lagi... Biarin lah" ujar Alexander
Tak lama ponsel milik Allecia berdering. Allecia segera mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelponya
"Ya?"
"Oma?"
"Hah? Oke-oke Alle kesana"
"Oma kirimin alamatnya. Iya Alle ngerti"
Allecia langsung menatap kakaknya
"Lexie masuk rumah sakit! Cepetan kesana!" Suruh Allecia pada Alexander
"Lah kamu?"
"Ya aku ikut lah. Tunggu aku ambil jaket dulu"
Allecia beranjak mengambil jaketnya
"Lo bawa mobil Var?"
"Enggak..."
"Terus kita naek apa?"
"Naek taksi online aja, ntar gue suruh supir gue nyusul kesana"
"Ya udah pesen sono cepet"
Alvaro langsung memesan taksi online dari ponselnya. Dan tak alam Allecia muncul dengan kemeja tangan panjang yang lengannya ia gulung sebatas siku, rambut yang ia kuncir ponytail
"Ayo berangkat"
Alexander dan Alvaro mengangguk. Untung saja, Alvaro masih memakai pakaian kerja jadi, ponsel dan dompetnya masih ada di kantungnya. Mereka menaiki taksi online itu menuju rumah sakit yang alamatnya Alvaro ambil dari ponsel Allecia tadi
.....
"Bunda..." Panggil Alexander
"Alex.."
"Gimana Lexie bunda?"
"Bunda gak tahu Lexie tadi pingsan entah kenapa"
"Ayah mana?"
"Ayahmu di kantin sedang membeli minum mungkin"
Allecia berjalan ke kantin rumah sakit, Alvaro menemani Alexander. Memang sejak sampai di rumah sakit, Alexander dan Alvaro berjalan lebih dulu sedangkan Allecia memperlambat jalannya. Allecia menyodorkan air mineral yang ia beli pada ayahnya. Sang ayah menoleh dan menatapnya
"Kenapa kamu ada disini?" Tanya sang ayah
"A-aku..."
"Sebaiknya kamu pergi dari sini. Daripada ibumu datang dan melihatmu"
"Ayah..." Panggilan itu Allecia keluarkan untuk pertama kalinya
"Cepat sana pergi! Tidak ada gunanya juga kamu ada disini!"
Allecia menahan napasnya saat sang ayah berkata demikian padanya
Plakk
Sebuah tamparan mendarat di pipi Allecia, dan tamparan itu berasal dari orang yang sama dengan yang mengusir Allecia keluar dari rumahnya
"Buat apa kamu kesini?!"
"Bunda"
"Jangan pernah kamu muncul di depan kami!"
Allecia menatap bundanya
"Kurang puas kamu sudah membuat Lexie terluka? Kenapa kamu senang sekali melihat anakku terluka?!" Maki Agatha pada Allecia
"Bunda, Al enggak-"
"Nggak apa?! Kamu kan bisa bilang ke guru kalau Lexie sakit dan izinkan dia pulang! Apa gunanya kamu satu sekolah dengan Lexie?!! Kami membayarkan uang sekolahmu dengan mahal!!!"
"Tapi, bunda... Al-"
"Jangan pernah panggil aku bunda! Aku gak sudi punya anak seperti kamu!"
Allecia menahan napasnya kembali. Rasanya sesuatu sudah menusuk hati, jantung dan paru-parunya, rasanya sangat menyakitkan
"Kenapa harus anakku yang menderita?! Kenapa bukan kamu?!!! Kenapa kamu gak mati saja?!!!"
Varell membulatkan matanya, terkejut dengan ucapan sang istri. Gerrald, Lucy, Alexander dan Alvaro yang baru sampai di kantin juga terkejut dengan ucapan Agatha. Allecia diam, dia mencerna semua perkataan ibunya. Allecia menarik sebuah senyum pada ibunya
"Terima kasih, bunda sudah menyadarkan Allecia. Dan terima kasih untuk doa yang bunda berikan pada Allecia" ujar Allecia menahan air matanya
"Bunda, ayah, bunda dan ayah harus tau, tak selamanya semua yang terlihat itu benar adanya dan penyesalan serta rasa kehilangan akan terasa setelah orang itu tidak ada di dekat kalian..." Ujar Allecia pada kedua orang tuanya
"Al tidak mengingkari tuduhan bunda tapi, Al juga tidak mengiyakan tuduhan bunda. Biar bunda dan ayah menganggap seperti itu. Al terima..."
Allecia menarik napasnya dalam-dalam. Masih dengan senyuman di wajahnya
"Oh iya, saya baru ingat..." Allecia mengeluarkan selembar surat dan pulpen dari tasnya, lalu, meletakan kertas dan pulpen itu di depan ayahnya
"Tolong ditanda tangani" pinta Allecia
"Apa? Kamu mau meminta uang?! Atau meminta hak waris?! Kami tidak akan memberikannya pada kamu!!!" Tuding Agatha
Allecia menggelengkan kepalanya. Varell sudah membaca surat di depannya
"Anda bilang anda tidak menginginkan saya menemui anda bukan? Anda tidak sudi memiliki anak seperti saya? Saya bukan anak anda? Saya penuhi keinginan anda"
Gerrald dan Lucy menatap heran ke arah Allecia. Sementara Alexander mengetahui isi surat yang diserahkan kepada ayahnya. Alvaro memilih diam
"Al..." Panggil Alexander
"Suratnya, tolong ditanda tangani bapak Varell Marvello Legiand" ujar Allecia
"Jangan! Ayah jangan tanda tangani suratnya!" Ujar Alexander
"Ayah?" Tanya Agatha
Allecia mengambil surat dan pulpennya lalu memberikan surat itu pada Agatha
"Tolong di tanda tangani. Surat ini adalah surat pencabutan nama saya sebagai anggota keluarga Legiand. Pencabutan nama saya sebagai bagian keluarga anda"
Seluruh orang disana terkejut, mereka berusaha menahan Agatha agar tidak menandatangani surat itu. Sementara Varell terdiam seolah kaku dan tak tahu harus bebuat apa
"Setelah surat ini ditanda tangani oleh anda ataupun suami anda, saya tidak ada sangkut pautnya lagi dengan keluarga kalian. Bukankah dengan begitu anda tidak perlu lagi repot mengurus pendidikan saya? Dan saya juga yakin akan mudah bagi anda untuk menandatanganinya, mengingat anda saja bisa dengan mudah mengusir saya keluar dari kehidupan anda"
Entah dari mana keberanian itu berasal. Yang jelas Allecia mengeluarkan semua yang ada di pikirannya. Yang Gerrald, Lucy, Varell, Alexander dan Alvaro tahu, Allecia di depan mereka bukan Allecia yang mereka kenal
"Bunda jangan!" Ujar Alexander
"Agatha, jangan gegabah!" Ujar Gerrald
"Varell hentikan istrimu" ujar Lucy pada Varell yang mematung
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...