"Ardan" panggil Alvaro
Alvaro masuk dan heran saat tidak menemukan putranya di kamar itu. Alvaro beranjak menuju kamar mandi dan melihat Armano sedang menangis sementara Ardano hanya duduk terdiam dengan kepala berdarah
"Astaga!" Alvaro langsung menghampiri kedua putranya
Alvaro menggendong Ardano untuk kembali ke kamar, diikuti oleh Armano di belakangnya. Di kamar anak-anak Allecia sudah berdiri dengan kotak obat, sementara Arseno sudah membawa mangkuk berisi air hangat di tangannya. Alvaro mendudukan Ardano di atas ranjang sementara dirinya berjongkok di lantai dan saling berhadapan dengan putra sulungnya
"Kak, kakak bisa denger papi?" Tanya Alvaro
Ardano mengangguk
"Kepala kakak pusing nggak? Kakak mual nggak?" Tanya Alvaro lagi
"Nggak pi" jawab Ardano pelan
Alvaro meminta mangkuk di tangan Arseno. Dia jga mengambil kapas dari kotak obat yang tadi di bawa Allecia. Alvaro mulai membersihkan jejak darah di pipi kiri Ardano. Alvaro membersihkannya mulai dari dagu, pipi kiri dan terus naik sampai sudut kening putranya
"Sakit pi" ujar Ardano pelan sambil menutup matanya rapat-rapat saat kapas dengan air hangat itu mengenai lukanya
Alvaro meniup-niup luka di kening putranya, sambil membersihkan dan mengeringkan luka itu. Selesai dengan acara membersihkan luka di kening putranya, Alvaro mengambil salep luka dan sebuah kapas yang sudah dibalut dengan kasa steril. Alvaro memberikan salep di luka itu dan juga di kasa steril lalu, dia menempelkan kasa steril itu untuk menutup luka di kening putranya, diakhiri dengan plester untuk menjaga kasa steril tetap di tempatnya
"Masih sakit?" Tanya Alvaro
"Sedikit"
"Ini kenapa bisa seperti ini?"
Ketiga anak itu diam. Arseno malah menggeleng tidak tahu. Alvaro menatap ketiga anaknya sementara Allecia memilih merapikan kapas kotor, mangkuk dan kotak obat yang sudah selesai digunakan. Allecia akan membiarkan Alvaro yang menangani urusan anak-anaknya. Alvaro masih setia menunggu jawaban putranya. Sampai... Salah satu dari mereka bicara
"Maaf papi... Maaf kak" ucap Armano sambil menunduk
Alvaro menatap putranya. Dia tahu Ardano memang pendiam. Apapun yang terjadi kalau tidak terpaksa sekali, Ardano tidak akan berbicara. Melihat Arseno menggelengkan kepalanya berarti anak bungsunya memang tidak tahu apa-apa. Hanya tersisa Armano dan anak itu akhirnya berucap demikian
"Kenapa kamu meminta maaf Arman?" Tanya Alvaro
"Jadi, tadi..."
Flashback
Armano baru saja bangun, dia melihat adiknya masih terlelap sementara kakaknya sudah bangun dan sedang ada di kamar mandi. Armano masuk ke dalam kamar mandi. Dia melihat sang kakak sedang mencuci wajahnya dengan bertumpu pada tangga plastik kecil. Rasa iseng membuat Armano hendak menjahili kakaknya
"Dorr!" Armano berteriak sambil menepuk kedua lipatan lutut kakaknya
Ardano yang terkejut dan kehilangan keseimbangan karena kedua kakinya menekuk saat adiknya menepuk bagian belakang lututnya. Ardano terjatuh ke belakang, tangannya sempat menarik taplak kecil yang di atasnya terdapat vas bunga
"Aduh!" Armano mengaduh kesakitan saat kakaknya mendorong badannya hingga dia terjengkang ke sisi kiri dekat pintu kamar mandi
Prang!
Armano kaget dan matanya terbelalak saat Ardano sudah terbaring dengan kepala bagian belakang membentur dinding kamar mandi dan setengah wajah kakaknya berdarah dan pecahan Vas di sekitar kakaknya. Arseno terbangun kaget karena, mendengar suara benda yang pecah. Arseno berlari ke kamar mandi dan melihat Ardano sedang bangkit untuk duduk dengan kepala berdarah
Melihat hal itu, dengan sigap Arseno berlari ke kamar Alvaro dengan perasaan takut. Arseno mengetuk dan memanggil kedua orang tuanya sambil menangis karena takut terjadi hal buruk pada kakaknya
Present time
"Maafin Arman kak. Arman nggak sengaja" ujar Armano dengan air mata yang mulai mengalir
Armano hendak memeluk sang kakak tapi, sang kakak malah menahannya. Ardano turun dari ranjang dan berjalan menuju lemari pakaian. Armano menangis keras. Dia merasa bersalah. Alvaro malah menatap heran ke anak sulungnya. Baru setelah Alvaro melihat Ardano melepas pakaiannya dan memakai pakaian kering, Alvaro mengerti apa yang dipikirkan anak sulungnya
"Jangan nangis! Cengeng.." Ujar Ardano sambil menepuk kepala Armano pelan
Armano memeluk kakaknya dan meminta maaf sambil menangis
"Udah sih! Aku nggak pa-pa juga. Jangan nangis! Ntar ingusnya nempel di baju aku" ucap Ardano pada adiknya
"Kakak nggak marah lagi, kan?"
"Kapan aku marah?"
"Tadi nggak kasih peluk"
"Baju aku basah tadi dek. Kalo kamu peluk, kamu ikutan basah"
Armano mengangguk dan memeluk kakaknya. Ardano hanya diam, membiarkan adiknya menangis. Bahkan Arseno juga jadi ikut memeluk Ardano sambil menangis
"Jangan pada nangis kenapa?! Anak cowok kok cengeng. Yang jatoh juga aku bukan kalian"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...