Terbongkar!

7.9K 325 2
                                    

Allecia menatap pintu kamarnya yang menutup. Air matanya tumpah dengan sendirinya. Dia menangis mendengar ucapan suaminya. Allecia sedih melihat Alvaro bersikap seperti itu. Bukan, bukan karena bentakan atau pun teriakan Alvaro yang membuatnya sedih. Hal yang membuatnya sedih adalah sorot mata dan ekspresi di wajah tampan itu. Sorot mata Alvaro menunjukan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam sementara ekspresi wajahnya begitu menyayat hati

"Maaf... Maaf..." Hanya itu yang bisa keluar dari bibir Allecia

Sejujurnya Allecia tidak pernah menyangka kalau Alvaro akan memikirkan hal itu sampai pada tahap dia salah sangka padanya. Allecia selalu berpikir ia bisa menutupi semuanya dengan baik bahkan sangat baik. Tapi, jauh dari kata sempurna apa yang dia perbuat justru terlihat dengan sangat jelas oleh Alvaro seolah Allecia adalah kaca transparant

"Maaf..."

Allecia lupa kalau Alvaro adalah orang yang mencintainya selama puluhan tahun dan menjadi pendampingnya selama hampir tujuh belas tahun. Alvaro bukan baru mengenalnya kemarin sore sehingga dia bisa menutupi semuanya dari sang suami. Malam itu baik Allecia maupun Alvaro sama-sama tersakiti atas pertengkaran mereka. Tidak ada satu pun dari mereka berdua yang bisa memejamkan mata mereka

"Papi... Papi..." Panggil Arseno di depan ruang kerja Alvaro

Arseno mengernyit saat tidak mendapatkan jawaban dari ayahnya. Arseno berbalik dan berjalan ke ruang makan

"Mana papinya Sen?" Tanya Armano

Arseno menggelengkan kepalanya. "Papi nggak jawab..."

Baru Arseno menjawab pintu utama rumah mereka terbuka dan ketiga kembar itu langsung menoleh dan melihat ayah mereka masuk dengan pakaian basah kuyup oleh keringat

"Papi..." Panggil Arseno dan Armano

Alvaro tersenyum pada ketiga putranya. Dia mengucapkan selamat pagi dan Arseno menariknya ke ruang makan

"Ayo makan pi..." Ajak Arseno

"Tidak usah. Kalian makan saja. Papi sudah makan di luar tadi"

Jawaban itu membuat Allecia meremat baju yang dia pakai. Dia mengangkat kepalanya dan melihat Alvaro tidak menatapnya. Alvaro malah pergi ke ruang kerjanya dan masuk ke kamar mandi bawah. Allecia menyadari kesalahannya berujung pada hubungan mereka yang menjauh. Tidak ada lagi Alvaro yang penuh senyuman dan kehangatan. Alvaro yang hari ini Allecia lihat adalah Alvaro yang begitu dingin dan tidak tersentuh

"Papi... Main di halaman yuk" ajak Arseno

Alvaro mengangguk dia menggandeng putranya dan berjalan menuju ke halaman dan disana sudah ada Allecia yang sedang tersenyum pada Ardano dan Armano

"Papi...!"panggil Armano senang

Allecia menoleh dan saat itu pandangan mereka bertemu. Alvaro memilih menunduk dan berbicara pada putra bungsunya

"Papi baru ingat, papi ada kerjaan yang belum selesai. Kalian main sama mami dulu ya"

"Yah... Papi..." Ujar Arseno kecewa

Allecia melihat Alvaro berbalik dan menjauh, seketika itu juga Allecia berdiri dan hendak menyusul suaminya. Dia berniat menjelaskan semuanya agar permasalahan ini tidak berlarut-larut terlalu lama

"Auch..." Ringis Allecia. Kepalanya kembali sakit, sangat sakit. Lebih sakit dari biasanya

Allecia berpegangan pada dinding rumahnya. Sebelah tangannya memijat kening dan kepalanya untuk menghilangkan sakit itu tapi, percuma. Rasa sakit itu semakin menjadi dan menyiksa Allecia

"Ya, Tuhan... Sakit sekali..." Lirih Allecia

Allecia masih berdiri di tempatnya dan memijat keningnya saat Alvaro keluar untuk mengambil sebotol air dari kulkas. Alvaro menoleh dan melihat istrinya sedang meringis kesakitan

"Alle?" Panggil Alvaro dengan penuh nada khawatir

Alvaro mendekati Allecia dan segera berlari saat tubuh mungil Allecia terhuyung ke depan. Alvaro menangkapnya tepat sebelum tubuh mungil itu menyentuh lantai

"Alle.. Bangun Alle" ujar Alvaro sambil menepuk pipi istrinya

Tidak mendapat respon dari Allecia, Alvaro langsung mengangkat badan Allecia dan menggendongnya ke mobilnya

"Atnan, saya titip anak-anak" ujarnya pada Atnan

Alvaro mengendarai mobilnya seperti orang gila. Pikirannya hanya satu, secepatnya sampai di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Alvaro menggendong Allecia menuju ruang UGD

"Pak mobilnya tidak boleh parkir disini" tegur seorang satpam

"Tolong parkirkan pak. Kuncinya masih di dalam" ujar Alvaro

Menunggu dan menunggu itu yang dilakukan Alvaro saat ini. Dia menunggu dokter jaga yang sedang memeriksa istrinya

"Bagaimana hasilnya dokter?"

"Maaf pak, penyakit tumor otak istri bapak sudah berkembang menjadi kanker otak stadium tiga"

From Me To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang