Allecia menatap suaminya yang baru saja masuk ke dalam kamar rawatnya. Dia melihat dengan jelas mata suaminya masih merah dan sembab. Dan Allecia tahu apa penyebabnya
"Sayang..." Panggil Allecia dengan senyum manis tercipta di bibir mungilnya
Alvaro mendekati Allecia dan mencium kening juga puncak kepala Allecia dengan penuh kelembutan dan perlahan juga sangat hati-hati, seolah Allecia merupakan kaca tipis yang mudah hancur
"Kamu sudah tahu ya?" Tanya Allecia
"Hn" Alvaro menjawab tanpa berucap apapun. Karena Alvaro yakin, jika dia mengeluarkan suara, maka nada suaranya akan bergetar karena menahan tangisannya
"Maaf ya, aku tidak bilang sama kamu. Aku nggak jujur sama kamu selama ini. Maaf"
"Nggak apa"
Alvaro berusaha menahan agar airmatanya jangan terjatuh kembali. Dia masih menempelkan bibirnya di kening Allecia. Hidungnya menghirup dalam-dalam wangi sampo Allecia. Dia akan mengingatnya
"Sayang, maaf. Aku nggak mau dikemo atau pun operasi dan minum obat"
"Kenapa?"
"Anak kita bisa terluka nanti. Aku nggak mau anak kita kenapa-kenapa"
"Kamu tahu kita bisa memberikan anak-anak adik lagi nanti kalau kamu sudah sehat Alle"
"Tapi, aku mau anak ini. Aku sudah menyayanginya..."
"Alle..."
Allecia tetap menggelengkan kepalanya. Alvaro menjauhkan badannya, dia menggenggam tangan Allecia dan mengusap punggung tangan itu dengan lembut
"Alle, please. Aku mohon sama kamu... Please, relakan anak kita yang ini. Kamu berobat dulu, please Alle..." Pinta Alvaro
Allecia tetap menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mau! Varo, kamu kenapa gitu sih? Ini anak kita... Kamu memangnya nggak sayang sama anak ini?"
"Bukan gitu Alle, aku sayang anak kita. Tapi, aku juga sayang sama kamu. Please Alle..."
"Aku sudah memutuskan, aku ingin anak ini Varo. Dengan atau tanpa persetujuan kamu"
Alvaro bersimpuh di sisi ranjang Allecia. Tangannya menggenggam erat tangan sang istri. Keningnya dia tempelkan di punggung tangan sang istri
"Please Alle... Please..." Pinta Alvaro dengan suara serak
Allecia merasakan punggung tangannya basah. Alvaro menangis. Dia kembali menangis
"Aku mohon Alle, aku nggak bisa hidup kalau nggak ada kamu. Aku nggak mau Alle. Aku nggak mau..."
Alvaro terisak kembali, tangisannya sungguh memilukan. Allecia terkejut melihatnya. Ini adalah ketiga kalinya Allecia melihat suaminya menangis dan ketiganya karena dirinya sendiri
"Aku nggak bisa Alle... Aku mau kamu tetap sama aku. Sama anak-anak. Berapa pun anak yang kamu mau akan aku penuhi Alle. Please, relakan dia dan berobat..."
Alvaro merasakan dadanya amat sesak. Membayangkan tidak ada Allecia disisinya membuatnya merasakan sesak dan sakit yang teramat. Alvaro menggenggam erat-erat tangan istrinya. Dia terus mengucapkan permohonan itu pada Allecia dan sebanyak apapun permohonan itu keluar, sebanyak itu juga penolakan dari Allecia
"Sayang, kamu percaya kan sama aku?" Ujar Allecia sambil mengusap rambut suaminya
Alvaro mengangkat wajahnya yang sudah basah oleh air mata. Allecia menarik tangannya dan menangkup kedua pipi Alvaro. Allecia mengusapnya perlahan guna menghapus jejak air mata disana
"Aku akan bertahan sampai dia lahir. Aku janji sama kamu. Aku akan berada di sisi kamu, melihat semua anak-anak kita tumbuh besar. Aku janji aku akan berjuang sampai anak kita lahir, setelah dia lahir aku akan berobat. Karena itu, izinkan anak kita lahir ya..."
Alvaro menatap Allecia. Baru dia hendak menjawab
"Please... Aku janji akan ada di sebelah kamu sampai kita jadi kakek dan nenek. Hanya empat bulan lagi"
Alvaro hanya bisa mengangguk pasrah
"Benar? Setelah itu kamu akan fokus berobat?"
"Aku janji"
"Jangan tinggalin aku! Janji kamu tetap disisi aku"
"Janji. Aku janji"
Alvaro mengangguk. Dalam hati dia berdoa agar istrinya benar-benar kuat sampai anak mereka lahir
"Kita berjuang bersama-sama ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...