Allecia memesan taksi online dari apartementnya dan segera berganti pakaian. Saat taksi tersebut datang, Allecia segera turun dan menaiki taksi itu. Ya, saat ini Allecia sedang menuju ke Puri Mall, tempat pria itu meminta untuk bertemu
"Makasih pak" ujar Allecia setelah ia membayar taksi tersebut
Allecia segera memasuki gedung mall itu dan berjalan ke arah XXI
"Jam dua kurang" ujar Allecia
Allecia menaiki eskalator terakhir dan melihat seorang pria tengah berdiri gusar di depan XXI
"Sorry lama"
Pria itu mendongak dan tersenyum simpul pada Allecia
"Gak masalah"
"Mana jaket gue?"
Pria itu mendengus
"Makan dulu gimana? Ini sudah lewat jam makan sih, tapi, saya lapar"
"Makan sendiri lah!"
"Temani atau jaketmu tidak kembali"
Tadinya Alvaro pikir Allecia akan menolak tapi, diluar dugaan, Allecia mengangguk dan menarik tangan Alvaro
"Mau makan apa?"
"Hm.. Terserah kamu saja"
"Yang laper tuh lo! Kenapa gue yang pilih?"
"Pilihkan untuk saya"
"Serah lo aja lah!"
Akhirnya mereka memilih makan di Marugame udon
"Gak masalahkan?"
"Gak kok. Kamu mau pesan apa?"
"Pesenin gue teh aja. Gue haus"
Alvaro mengangguk, dia memesan makanan untuknya dan beberapa gorengan sampingan juga dua buah teh untuk dia dan Allecia. Alvaro memakan udon miliknya dengan santai
"Jadi, kamu umur berapa?"
"Hah?"
"Kamu umur berapa?"
"Penting apa?"
"Hn"
"14"
"Masih SMP?"
"Iya"
"Nama kamu?"
"Allecia, panggil Alle, Lecia atau Al"
"Hm... Alle saja kalau begitu"
Alvaro menuntaskan acara makannya dan mengajak Allecia keluar dari toko itu
"Mau belanja?"
"Gak thanks"
"Nama saya Alvaro, panggil aja Varo atau Aro"
"Gue gak nanya tuh!"
"Saya cuma memberi tahu"
Alvaro berhenti di sebuah toko
"Tunggu sebentar" Alvaro berucap dan segera pergi
Baru saja Alvaro meninggalkan Allecia di area foodcourt gadis itu sudah didatangi oleh pemuda-pemuda hidung belang. Jelas sekali Alvaro kesal dan marah. Alvaro mempercepat langkahnya dan memeluk pinggang Allecia dari belakang, membuat Allecia tersentak
"Temanmu sayang?"
"Siapa? Mereka? Aku bahkan tidak kenal"
Siapa sangka ternyata Allecia juga jengah pada pemuda yang menggodanya membuat dia bekerja sama dengan baik dengan Alvaro
"Kamu tidak kenal?"
Allecia mengangguk. Alvaro memberikan Crepes ditangannya pada Allecia
"Untukku?"
"Hn"
"Terimakasih sayang"
Allecia mencium pipi kiri Alvaro yang kebetulan ada di sebelahnya. Pemuda yang sedari tadi mengganggu Allecia pun memilih pergi saat melihat mata elang milik Alvaro menatap mereka dengan bengis
"Terima kasih" ujar Allecia
"Hn. Tak masalah. Ayo pergi"
Allecia mengangguk, mereka berjalan sejenak mengitari mall itu dan akhirnya memilih menyudahi acara jalan-jalan dadakan tersebut.
"Mana jaketku?"
"Ada di mobil, kamu kesini sendiri?"
"Tentu saja"
"Bagaimana kalau saya antar?"
"Tak masalah"
Alvaro tersenyum. Dia menggandeng tangan Allecia dan mengajak anak itu ke mobilnya. Sepanjang mereka berjalan banyak wanita-wanita yang memandangi Alvaro dengan tatapan kagum dan memuja
"Terima kasih banyak" ujar Allecia saat dia turun dari mobil Alvaro
"Tidak, saya yang berterima kasih, kamu sudah menemani saya berkeliling"
Allecia mengangguk. Allecia berbalik dan Alvaro memanggilnya
"Apa?"
"Besok pagi saya jemput"
"Tidak usah. Aku masuk jam setengah tujuh pagi, dan kamu harus berangkat ke kantor. Tidak perlu repot mengantarku"
"Saya memaksa. Besok jam enam saya jemput"
Alvaro langsung pergi begitu saja dari depan gedung apartement Allecia. Allecia menggelengkan kepalanya dan segera masuk ke dalam apartemennya
.....
"Kenapa lo? Seneng amat kayaknya" tanya Alexander
"Gue abis jalan, sama cewek yang gue ceritain"
"Oh... Pantes... Siapa namanya?"
"Alle, gue panggil dia begitu. Namanya gue lupa"
"Dasar lo! Umur berapa dia?"
"14"
"Apa?! Lo udah gila?"
"Gak gue masih waras"
"Varo umur lo, maksud gue umur kita itu sudah 21 tahun Varo! Yang bener aja lo pacaran sama anak umur 14. Lo pedophil?"
"Sembarangan! Lo pikir gue om-om!"
"Serah lo dah Varo! Gue heran sama lo"
"Biar aja. Yang penting pendekatan dulu lalu, baru deh yang laen-laen"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...