Allecia sudah diizinkan pulang hari ini oleh dokter. Tidak ada luka parah dan hanya sedikit sisa luka yang mulai mengering. Allecia sendiri sedang menunggu jemputannya. Allecia memainkan ponselnya dan ketika pintu terbuka Allecia langsung mendongakan kepalanya
"Maaf membuat kamu menunggu lama. Tadi agak macet di jalan"
Allecia tersenyum. Dia menggelengkan kepalanya sejenak
"Ayah sudah mau meluangkan waktu untuk menjemput saja Alle sudah senang"
Allecia turun dari ranjang rawatnya. Sebenarnya hati kecilnya berharap ibunya akan ikut bersama sang ayah. Tapi, sepertinya itu tidak akan terjadi. Allecia berjalan dengan rangkulan tangan kokoh ayahnya di bahunya
"Ayah nggak lagi sibuk memangnya?" Tanya Allecia
Varell menunduk menatap putrinya dan tersenyum
"Tidak. Lagi pula sesibuk apapun itu ayah akan meluangkan waktu untuk kamu. Sebagai penebusan kekosongan yang ayah berikan pada kamu sewaktu kamu kecil dulu" ucap Varell jujur
Allecia memeluk ayahnya erat. Dia merasa sangat senang. Walau sedikit terlambat semua itu dia dapatkan. Tapi, bukankah pepatah mengatakan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali? Maka dari itu, Allecia tetap bersyukur bisa mendapatkan kasih sayang dari ayahnya yang dulu dia harapkan
Varell memberikan tas berisi pakaian Allecia pada supirnya. Sang supir yang sudah lama ikut dengan keluarga itu pun tersenyum melihat tuannya begitu menyayangi Allecia. Allecia duduk di kursi penumpang bersama dengan Varell di sebelahnya
"Ayah..." Panggil Allecia setelah mereka sudah berada di jalan tol
"Hm?"
"Ini bukan arah ke rumah Alle..." Ujarnya saat sang ayah melewatkan gerbang tol yang mengarah ke rumahnya
"Memang. Ayah mau ke kantor sebentar. Mau mengambil sesuatu"
"Oh.. Okey"
Seperti yang diucapkan Varell, dia benar-benar mengambil berkasnya yang tertinggal. Setelahnya dia kembali ke dalam mobilnya dan menyuruh supirnya untuk jalan. Selama perjalanan Allecia memilih diam hingga akhirnya dia tertidur. Varell menoleh dan membiarkan putrinya terlelap. Bahkan setelah dia sampai di tujuannya, dia menggendong Allecia masuk ke dalam
"Loh kok?" Gumam Allecia heran. Setelah dia bangun tadi dia merasa heran dengan keadaan kamar yang berbeda dengan rumahnya
Allecia terduduk dan menatap sekeliling kamar itu. Dengan segera Allecia membulatkan matanya, dia berlari ke arah jendela dan membukanya untuk memastikan asumsi yang berkelebat di kepalanya
"Astaga!" Gumam Allecia tidak percaya
Dia berbalik kembali dan menyusuri kamar itu. Jemarinya mengusap permukaan meja belajar yang ada disana. Matanya menerawang hingga airmata itu kembali menetes dan dia tidak berniat menghapusnya
"Aku kembali" gumamnya lirih
Allecia menatap setiap sudut ruangan itu. Semuanya tidak berubah. Bahkan setelah sembilan tahun lamanya. Allecia membuka laci meja itu dan menemukan buku kecil disana. Buku yang dulu tidak sempat terbawa olehnya. Buku diary-nya. Ah, tidak bukan miliknya. Melainkan, milik masa lalunya
Selesai melihat-lihat Allecia mengusap airmatanya dan merapikan rambutnya. Dia segera menarik napas dalam-dalam dan bersiap turun. Beberapa bayangan buruk berkelebat di kepalanya tapi, Allecia menyingkirkannya. Allecia membuka pintu dan mendapati wajah yang mirip dengannya tengah terbelalak kaget
"Astaga!" Pekik Alexis
"Lo ngagetin gue" gerutunya
"Sorry" ucap Allecia kecil
"Nggak apa. Ayo turun!" Ajak Alexis sambil berlari kecil menarik tangan Allecia
"Ayah... Bunda... Semuanya, lihat siapa yang ikut bergabung" ucap Alexis saat mereka sampai di taman belakang
"Welcome back" ucap semua orang disana
Allecia hanya terdiam bingung. Hingga rangkulan dua orang di pundaknya membuat dia bergenjit
"Ini dia nih! Yang dulu hobinya ngintilin Alex kemana-mana" ujar salah satunya
"Iya, bener banget Co" ucap yang satu lagi menimpali
"Kalian siapa ya?" Tanya Allecia dengan sopan
"Ya ampun! Ini gue Marco dan itu Lucas"
Allecia mengangguk kecil. Memang terakhir mereka bertemu ya sembilan tahun yang lalu. Allecia tersentak ketika seseorang memeluknya. Wangi yang Allecia kenal dan mulai dia lupakan sebenarnya
"Selamat datang kembali"
"Apa boleh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...