Allecia duduk termenung di kamar rawatnya. Setelah kemarin sore keluarganya datang, jujur saja Allecia menjadi sedikit goyah dengan keyakinannya. Lamunan Allecia pecah karena seseorang memasuki kamarnya. Allecia menoleh ke arah pintu yang tertutup dinding, dia penasaran dengan orang yang datang
"Al" panggil orang itu
Allecia terdiam. Dia menundukan kepalanya dengan cepat setelah mengetahui siapa yang datang menjenguknya. Untuk beberapa alasan, perkataan suaminya kembali melintas di kepalanya. Terlalu sibuk dengan ucapan Alvaro yang terngiang di kepalanya, Allecia tidak menyadari tamu-nya sudah berdiri di samping tempat tidurnya
"Al" panggil orang itu lagi. Kali ini telapak tangan besar itu mendarat di puncak kepala Allecia. Mengusap pelan dan penuh sayang rambut panjang Allecia
"Maafkan ayah" ujarnya
Seketika itu juga kedua tangan Allecia meremat selimutnya erat-erat. Sosok yang dulu selalu Allecia harapkan akan membantunya atau membelanya ketika dia mendapat ketidakadilan itu, justru kini tengah mengusap rambutnya dengan penuh sayang
"Ayah minta maaf. Harusnya sejak dulu ayah melakukan ini padamu. Harusnya ayah tidak mengikuti apa yang bundamu lakukan. Seharusnya ayah melarang kamu pergi dulu, seharusnya juga ayah menolak permintaan kamu saat kamu menyodorkan surat itu ke hadapan ayah. Harusnya ayah tidak diam saja meski ayah memang sangat terkejut. Dan seharusnya ayah bisa menjaga kamu, sebagaimana seorang ayah harus lakukan. Maafkan ayah, Al"
Ucapan cukup panjang itu masuk ke telinga Allecia dengan mudah dan segera memenuhi kepalanya. Dia memejamkan matanya. Sejak dulu Allecia selalu ingin mendapatkan kasih sayang seperti ini dari sosok di sampingnya. Sosok ayahnya
"Maafkan kebodohan ayah, maaf" ujar Varell lagi
Allecia masih terdiam, dia memejamkan matanya, meresapi setiap ucapan Varell yang amat ingin dia dengar sejak dulu. Ucapan yang mengatakan betapa Varell menyayanginya. Perlahan pertahanan Allecia runtuh, airmatanya mulai turun. Varell menunduk dan melihat Allecia tidak menjawab apapun. Sedih dan menyesal karena kebodohannya dulu, Varell ikut memejamkan matanya sejenak sebelum kembali membuka matanya. Varell mengusap rambut putrinya, dia tidak akan egois dan memaksa Allecia. Jika Allecia masih membencinya, maka dia akan menunggu sampai rasa benci itu terkikis
"Ayah pulang dulu. Cepat sembuh sayang" ucap Varell
Allecia merasa hampa saat tangan besar Varell meninggalkan kepalanya. Isakannya lolos dari bibirnya saat dia mendengar langkah kaki Varell menjauh. Allecia mendongakan kepalanya. Dia melihat punggung tegap dan kaki jenjang ayahnya menjauh darinya. Dengan segera Allecia turun dari ranjang rawatnya. Dia berlari sampai jarum infusnya tertarik dari tangannya dan tiang penyangga infusnya terjatuh. Varell mendengar suara benda terjatuh dia segera berbalik dengan cepat karena khawatir, dan saat itu juga badan mungil dari sosok ibu tiga anak itu memeluk badannya erat
"Al..." Panggil Varell
Allecia memeluk erat ayahnya dan menghirup dalam-dalam wangi ayahnya
"Ayah...." Panggil Allecia dengan suara serak seolah ada sesuatu tersangkut di tenggorokannya
"Ayah..." Panggilnya lagi
Allecia memanggil ayahnya berkali-kali tanpa berhenti. Varell memeluk badan mungil putrinya dan mengusap punggung yang tengah bergetar hebat itu. Varell menenangkan putrinya. Dia menciumi puncak kepala putrinya dengan penuh sayang
"Maafkan ayah, Al" ucap Varell lagi dan Allecia menggeleng sebelum melepaskan pelukannya
"Aku yang harus minta maaf. Aku sudah kurang ajar pada ayah dan bunda"
Varell menggeleng. Dia menangkup pipi kanan putrinya dan mengusapnya dengan sayang
"Tidak sayang. Kamu tidak salah. Kami yang sudah gagal menjadi orang tua yang baik bagimu"
Varell kembali memeluk Allecia. Allecia menikmati pelukan hangat ayahnya. Mata Varell menangkap tiang infus yang terjatuh, seketika itu dia tersadar akan sesuatu. Varell melepaskan pelukannya dan menarik tangan kanan Allecia dengan cepat
"Astaga!"
Varell menuntun Allecia ke ranjangnya. Dia mengangkat tangan itu dan memanggil perawat dengan tombol darurat. Allecia melihatnya. Dia melihat raut khawatir sang ayah yang ditujukan padanya. Tanpa Allecia sadari airmatanya kembali turun
"Apa sakit sekali sayang?" Tanya Varell khawatir
Allecia menggeleng. Perawat yang datang langsung mengobati Allecia. Perawat itu juga bilang kalau Allecia bisa melepas infusnya dan tidak perlu diinfus lagi
"Terima kasih ayah"
Allecia tersenyum. Varell hanya tersenyum dan mengusap rambut Allecia
"Sudah sewajarnya seorang ayah khawatir pada putrinya, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
From Me To You
Teen FictionAllecia tak pernah meminta apapun selama hidupnya, keadaan membuat dia harus mengalah pada kembarannya. kasih sayang seluruh keluarga tak pernah terasa untuknya. benci? jelas Allecia seharusnya benci pada kembarannya. Kesal? tentu dia kesal "bunda d...