Lanjut, shay!
..
Aku masih bergelut dengan pikiranku. Haruskah aku meninggalkan pekerjaanku? Dua hari ini aku benar-benar di hantui pertanyaan itu.
Aku tahu, tugas suami adalah mencari nafkah untuk keluarga. Sementara, tugas istri adalah mengurus suami dan keluarga. Tapi, apakah hanya serendah itu derajat seorang wanita?
Dari awal aku selalu mendukung apapun yang dia lakukan. Tapi, sekarang? Aku justru menyuruhnya berhenti. Menjadi arsitek adalah impiannya. Menjadi dosen adalah kemampuannya. Layakkah aku menghancurkan itu semua demi keinginanku?
Ini salah, bukan? Di bandingkan dia yang harus kehilangan itu semua, bukankah lebih baik aku saja?
"Ibu! Aku sudah selesai belajar"
"Kihoon juga!"
Teriak mereka di ambang pintu.
"Benarkah? Kemari, sayang!" Panggilku. Merekapun segera naik ke tempat tidur di mana aku merebahkan tubuhku.
"Kihoon belajar apa, hem?"
"Bermain" jawab Kihoon tegas.
Aku tersenyum dengan jawaban polos itu. "Bermain itu bukan belajar, sayang. Mana ada belajar bermain. Belajar itu harus sungguh-sungguh. Kalau bermain boleh suka-suka" jelasku pada anak yang akan menginjak tiga tahun ini. "Kihoon mengerti?"
Tuh dengerin! Mak Rae Na ngomong. Belajar itu kudu sungguh2. Bermain boleh suka-suka. Makanya jangan mau di mainin cowok. Mereka pasti cuma suka-suka.
-kok jadi kemana2- readers.
Kihoon mengangguk. Aku tahu dia paham. Semua keturunan Min itu mempunyai otak cerdas. Tidak bodoh sepertiku.
"Ibu!"
"Ada apa, Kiyoon?"
"Apa ibu lelah?"
"Memang kenapa?"
"Mau kiyoon pijat? Kiyoon sedang baik hati"
"Emm boleh" aku segera tengkurap. Lalu, menunjuk punggungku. "Disini!"
Dua anak ini mulai menyentuh punggungku. Bukannya terasa rileks justru terasa geli. Tidak apa. Namanya juga anak-anak.
"Ayah tidak di tawari, hem?" Suamiku itu tiba-tiba masuk.
Oh, ya. Sebenarnya, aku di kamar Kiyoon. Bukan di kamarku.
Tanpa aba-aba dia langsung tengkurap di sebelahku.
Di sebelahku, ya? Bukan di atasku. Ingat baik-baik! - RaeNa
Kepalaku ku arahkan padanya hingga mata kami bertemu. Sesekali Kiyoon dan Kihoon memukul bergantian punggung kami. Mereka saling bercanda dan tertawa. Sungguh bahagia rasanya.
"Aku akan mengalah" katanya memulai pembicaraan. "Aku akan berhenti dari salah satu pekerjaanku"
"Jangan!" Sanggahku, cepat. "Aku saja. Menjadi arsitek adalah impianmu dan mengajar adalah kemampuanmu. Aku tidak ingin kau kehilangan salah satunya. Dari awal aku sudah bilang akan selalu mendukungmu. Jadi, jangan lepaskan itu"
"Jadi-"
"Kau tidak pernah kehilangan apapun sebelumnya. Kehilangan itu sangat menyakitkan. Jadi, tidak akan ku biarkan kau merasakannya. Lebih baik aku saja. Setidaknya, aku sudah sering merasakannya"
"Justru itu, aku ingin kau mendapatkan apa yang kau inginkan mulai sekarang"
"Tidak. Sekalipun begitu, jika melihatmu mengorbankan sesuatu percuma saja. Aku tidak akan senang"
Nah, kan?! Kemarin semua pengen menang. Sekarang, semua pengen ngalah. Heh! Kalian! Kapan akur sih? Ini gue di tanya readers.
"Aku juga ingin memiliki banyak waktu dengan kalian"
"Sekalipun waktumu hanya sedikit untuk kami. Kami bisa menikmatinya. Jangan khawatir"
Tiba-tiba aku berteriak. Bagaimana tidak, jika Kiyoon memukul punggungku terlalu keras. "Kiyoon! Pelan-pelan, sayang!" Pintaku dan hanya di sambut dengan kekehan dari keduanya.
Yoongi berbalik dan meraih dua anak yg terlihat sangat asik itu. Dia membisikkan sesuatu sambil tersenyum.
Yakkk!
Dengan tawanya, mereka menyerangku. Menggelitiki bagian pinggang hingga perutku.
"Berhenti, sayang! Geli!" Aku setengah tertawa. Begitupun Yoongi yang sangat terlihat puas dengan senyum jahilnya.
Akupun melakukan hal yang sama. Membisikkan mereka sesuatu.
Dua anak ini giliran menyerang ayahnya. Kini aku yang menyeringai puas. Yoongi berusaha menghindar dari dua anaknya. Namun selalu gagal. Hingga akhirnya, kami semua saling menggelitik. Kamar ini menjadi ramai tawa sekarang.
Bisa ngebayangin harmonisnya mereka gak sih?
Lelah,
Kami duduk berjajar di tempat tidur. Aku, Kiyoon, Kihoon, Yoongi di ujung.
"Kiyoon? Apa cita-citamu, sayang?" Tanyaku.
"Artis, penyanyi"
"Kenapa?"
"Aku ingin seperti Suga BTS. Dia bisa bermain alat musik, juga bisa jadi prosedur. Eh, pro? pro apa?"
"Produser. Kalau Kihoon ingin jadi apa?" Tanyaku pada si bungsu.
"Menyembuhkan orang sakit"
"Dokter? Kenapa?"
"Ingin mengobati ibu. Jika ibu sakit, Kihoon akan obati" jawabnya yang jujur membuatku terharu.
"Kalau begitu, kalian harus hebat seperti ayah"
Ku ambil ponsel di nakas sampingku.
"Kau mau apa?" Tanya Yoongi.
"Ayo foto!" Ku arahkan ponsel ke depan. Yoongi hanya memasang wajah datar. Berbeda dengan anak-anak ini yg sangat antusias dan justru minta lagi.
Tampak bahagia, bukan? Ku harap bisa seperti ini setiap saat.
TT
Tarrraaaaa,,,,
Siapa yg nebak bakal berantem? Eh ternyata malah jd Min's family moment.
Lalu apa keputusan yg keduanya ambil?
Net not!
Tunggu, ya!
Lavyu
Ryeozka
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Kiss Me Chapters 3 (Little Family)/END
Fanfiction"Detak waktu kian berlalu. Musim telah berganti musim. Dingin telah menjadi hangat. Malam telah menyambut pagi, pagi merenggut siang, siang berangsur senja, senja berganti malam. Begitulah setiap hari. Hari-hari yang kami lalui." ...