Part 44

2.9K 308 45
                                    

Ho a'yu gaes?








..

(Bunyi dering ponsel)

"Ayah, ayah! Ibu telepon" ini Kiyoon yang duduk di sampingku mengemudi dengan.

"Jawab saja"

"Ha-" seketika Kiyoon menjauhkan ponselnya. "Ayah! Ibu marah"

"Hei! Kalian dimana?! Pukul berapa sekaran?! Kenapa belum menjemputku?!" Itu pekikannya yang ku dengar.

"Ibumu memang selalu marah, kan?"

Ya, bagiku sudah biasa dia bernada seperti itu. Sudah tidak heran lagi.

"Benar juga" sambut anakku dengan kekehan.

"Hei! Kenapa tidak ada suara?! Apa yang kalian lakukan?!"

"Iya. Sebentar lagi" jawabku santai saja.

"Dimana Kihoon?!" Sinisnya.

"Di sini" ku ambil ponsel di tangan Kiyoon dan ku arahkan pada Kihoon yang ku pangku.

"Ibuu!" Teriaknya.

"Hai, sayang? Kihoon sedang apa?"

"Dengan ayah. Jalan-jalan"

"Cepat jemput ibu, ya?"

"Baik!"

"Sabarlah!" Ucapku sebelum mematikan panggilan.

Siang tadi dengan terpaksa aku harus mengantar istriku. Dari pada seharian dia berkicau layaknya burung. Lebih baik ku turuti saja. Lagi pula sudah lama aku tidak menginjakkan kaki di kantor ayah. Dan sekarang aku harus menjemputnya. Terlambat memang. Karena, tadi dari mengantarnya ku ajak dua anakku jalan-jalan.



Ku hentikan mobilku tepat dimana dia berdiri. Wajahnya sudah menyeramkan. Dia langsung mengambil kursi di belakang. Segera ku serahkan Kihoon padanya.

"Kemana saja kalian?! Pukul berapa sekaran?! Bahkan hampir gelap!" Pekiknya lagi.

"Hanya berputar-putar" jawabku.

"Aku harus menyiapkan makan malam dan kau-"

"Kita makan di luar saja. Aku tahu kau lelah"

"Bagus kalau begitu"

Kami saling diam. Menikmati pemandangan senja yang jarang kami temui bersama.

"Kiyoon mau makan apa?" Tanyanya yang terus menggoda anak di pangkuannya.

"Sama dengan ayah"

"Kita makan di mana?"

"Di depan ada tempat makan"

Kami berhenti di tempat yang ku maksud. Masuk, lalu memesan makanan.

"Ah! Tidak menyenangkan. Ibu marah terus" celetuk si sulung. Aku langsung menatapnya yang duduk di depanku bersama si bungsu.

"Ibu tidak marah, sayang. Hanya,,, siapa suruh ayah kalian ini menyebalkan"

"Aku? Kenapa aku?" Tanyaku.

"Karena kau menyebalkan" jawabnya.

Kami kembali terdiam menunggu menu datang. Hingga sebuah suara mengalihkan fokus kami.

"Tuan Min Yoongi?" Ini temanku. Kim Namjoon. Dia selalu menyapaku 'Tuan'. Bukan karena hormat. Tapi, ejekannya padaku.

"Oh, kau di sini?"

"Ya. Istrimu bilang kau sakit. Kenapa kau disini?"

"Itu gara-gara semalam"

Dia langsung tertawa. Tentu saja. "Makanya ikutlah lebih sering agar kau terbiasa"

"Jadi, kau yang mengajak suamiku?" Atensiku langsung tertuju pada istriku yang menatap tidak suka.

"Lain kali, jangan mengajaknya lagi. Dia punya anak kecil. Tidak baik jika mereka melihat ayahnya seperti itu. Cukup sekali saja. Jangan ajak lagi" ujarnya yang ku yakin hanya dalih ketidaksukaannya pada hal-hal seperti itu.

"Ba-baiklah. Aku minta maaf" jawab Namjoon terbata. Sepertinya dia menyadari ketidaksukaan istriku.









--

Tiba di rumah Kiyoon dan Kihoon sudah tertidur. Aku segera menggendong Kiyoon yang tidur di kursi belakang. Menyusul istriku yang sudah jalan lebih dulu.

Setelah menidurkan mereka. Kami segera ke kamar.

"Kau masih marah padaku karena mabuk?" Tanyaku padanya. Pasalnya, selama di mobil dia hanya diam.

Dia segera menghadapku setelah meletakkan tasnya. "Bukan marah. Hanya kesal"

"Aku tahu, aku salah. Aku tidak akan mengulanginya lagi"

"Itu harus. Karena Min Yoongi yang ku kenal bukanlah seorang berandal yang suka perayaan dengan mabuk-mabukan. Lagi pula itu tidak baik"

Mata kami saling bertemu. Entah kenapa matanya berubah nanar.

"Beruntung kau bisa sampai di rumah. Bagaimana jika kau kecelakaan di jalan? Masih untung jika hanya sakit, di bawa ke rumah sakit, di obati, sembuh. Bagaimana jika lebih dari itu? Kau tega meninggalkanku dengan dua anak yang masih kecil-kecil? Di masa pertumbuhannya dia harus kehilangan seorang ayah. Sama sepertiku yang kehilangan seorang ibu. Apa kau tidak kasihan?"

"Kau-"

"Baiklah. Mungkin aku berlebihan karena berpikir sejauh itu. Aku hanya khawatir. Karena, aku mencintaimu" ucapnya sebelum menghindar.

Segera ku dekati dia. Ku peluk dia dari belakang saat ingin mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Baiklah. Aku minta maaf. Rupanya wanita ini sangat perhatian pada suaminya"

Ku pasang jariku membentuk huruf V. "Aku janji tidak akan mengulanginya lagi" lalu ku kecup kilat pipinya.

Dia berbalik. Namun, satu tanganku masih tertahan di pinggangnya.

"Jangan sok manis, Tuan Min Yoongi" dia menarik hidungku seraya tersenyum.

"Aku memang manis, bukan?"

"Ciih! Sekarang, siapa yang mau mandi dulu? Aku atau kau?"

"Kenapa tidak bersama saja?"

Arrgh!

Dia memang selalu sakit jika mencubit. Apalagi pinggangku ini.

"Jangan macam-macam, Min Yoongi. Kita ini sudah tua"

"Kita? Kau saja. Aku tidak" kekehku.

"Sampai kapan kau akan merasa muda?"

"Kapanpun" jawabku. "Kau juga jangan sok tua, Jang Rae Na"

"Min Yoongi!!" Pekiknya mendengar ku sebut marga aslinya.

"Kau itu masih manja. Jika kau lupa"

"Terserah! Aku mau mandi. Lepaskan tanganmu!!"

Dia segera pergi ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras.

Huuftt! Belum juga aku mencium bibirnya.



TT

Teraaaaaa....

Ada yg menanti? Hayoo siapa yang nungguin?

Masih ngebaperin gak?

Baru juga tiga hari. Bentar doang.

Kuota gue habis, shay. Gak tau kpn lagi bisa up.




Lavyu

Ryeozka

Love Me, Kiss Me Chapters 3 (Little Family)/ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang