1. Work?

10.2K 1.1K 3
                                    

Aku Hyomin, aku anak tunggal dari keluarga Na dan... aku sebatang kara. Iya, aku sebatang kara tepat diusiaku 17 tahun. Orang tuaku meninggalkanku disisa umurku dalam insiden tragis. Itu merupakan 'kado' terakhir yang mereka berikan.

Selain itu, aku juga menjadi orang tua tunggal dari sepasang kembar identik beda jenis kelamin. Si sulung bernama Na Jaemin dan adiknya Na Jena. Orang tua tunggal? Iya, karna ketika hamil sampai membesarkan mereka, aku melakukannya seorang diri tanpa didampingi seorang suami.

Meski hidup dengan dua anak, aku menikmati peranku sebagai Mama. Aku tidak pernah menyesal memilih untuk 'mempertahankan' mereka. Karna sekarang, mereka menjadi sumber kekuatanku, sumber kebahagiaanku, mereka segalanya untukku.

Tapi, menjadi orang tua tunggal itu tentu ada tantangannya.

Ini salah satunya.

Aku menatap sendu buku tabunganku. Jumlah tabunganku hanya cukup menghidupi kami sampai bulan depan. Aku tidak bisa hanya mengandalkan pesanan kue yang tidak setiap hari kudapatkan.

Aku sudah mengirim lamaranku ke berbagai perusahaan. Tapi sampai sekarang, tidak ada satupun yang menghubungiku. Aku putus asa.

"Mama! Anak mama paling ganteng udah pulang!" Aku tersentak ketika sepasang lengan mungil memelukku, segera aku menyembunyikan buku tabunganku.

"Loh, anak Mama udah pulang. Mana Jeje?" Aku bisa mendengar suara seseorang tengah berlari menujuku. "Ish, Nana curang peluk Mama duluan"

"Siapa suruh jalan lambat gitu. Siput aja lebih cepet dari kamu" Jaemin menjulurkan lidahnya. Mereka selalu seperti itu, tiada hari tanpa bertengkar.

"Hhh... Noona... hhh... Capek noona" Seseorang duduk di sebelah kananku sambil mengatur napasnya. Disusul seseorang yang mirip dengannya duduk di sebelah kiriku, melakukan hal yang sama.

Mereka Park Woojin dan Park Jihoon, anak kembar dari pemiliki gedung apartemenku. Jangan tanya aku siapa yang lebih tua disini, Ibunya saja lupa yang mana kakak, yang mana adik. Hal itulah yang mereka sering ributkan ketika seseorang menanyakan siapa yang lahir lebih dulu.

"Kenapa kalian terlihat capek gini? Bentar, noona bikin minuman buat kalian" Aku beranjak ke dapur untuk membuat minuman dan camilan untuk dua pasang kembar dirumahku.

"Noona dulu ngidam apa sih? Punya anak larinya cepet amat" Ucap Jihoon saat aku memberikan dia minuman. "Gak ada ngidam apa-apa. Paling dulu pas hamil lebih suka lari" Seingatku sih begitu. Karna semenjak hamil, gaya hidupku lebih sehat.

"Jadi ini alasan kalian kelihatan capek? Bilang aja kalian udah tua, udah gak bisa lari. Pakai nanya noona dulu ngidam apa" Dengan sengaja aku memasang smirk andalanku untuk membuat mereka semakin jengkel. Selain memasak, menjahili mereka termasuk hobi kesukaanku.

"Enak aja. Gini-gini aku atlet Sepak Bola, pastinya pinter lari. Si gembul baru gak bisa lari" Balas Woojin dengan menunjukan bisep lengannya. Dasar pamer.

"Ooo mulai ngajak brantem nih. Rugi pinter lari, tapi gak bisa ngejar cintanya si Yoojung" Hhh, kalau gini ceritanya, sampai lusa juga gak bakal selesai mereka ributnya.

"Kalian kalau mau ribut, bisa dilapangan. Tuh, lapangan depan Apart luas banget. Bebas tuh buat kalian, gratis lagi" Timpalku. Akhirnya mereka diam juga.

"Oh iya noona, udah dapet panggilan belum?"

"Belu-" Ucapanku terputus karna ada panggilan masuk dari ponselku. Aku menyingkir dari ruang tamu menuju balkon.

.

.

.

"Jadi noona besok mau interview?" Tanya Jihoon yang tengah membantuku memotong buah. Kali ini mereka ikut makan malam disini, karna Ibu mereka sedang diluar kota, dan tidak ada satupun dari mereka yang pandai memasak.

"Ne. Jadi tolong jaga ya mereka. Besok kalian libur kan?" Jihoon menganggukan kepalanya.

"Noona" Aku hanya mengalihkan pandanganku ke arahnya. "Nonna gak kasian ninggalin mereka?" Aku mengkerutkan keningku mendengarnya.

"Noona jangan salah paham. Maksudku, gak kasian mereka disini tanpa noona? Iya kalau jadwal kami gak padat dan kami bisa jaga mereka. Kalau gak? Siapa yang jaga mereka? Mereka hanya punya noona" Aku paham maksudnya apa.

"Apa jualan kue itu gak cukup?" Aku menghela napas mendengarnya. "Sebenarnya cukup. Tapi tidak setiap hari orang membeli kue, sekalinya dapat pesanan, langsung banyak. Noona sedikit kewalahan menghandlenya" Dan aku tidak bisa seperti ini terus-menerus.

"Aku gak tau alasan kenapa baru sekarang noona cari pekerjaan. Apapun itu, aku dan Woojin dukung noona" Dia tersenyum lembut "Buahnya udah jadi. Aku panggil mereka ya noona?" Aku hanya menggangguk sebagai jawabannya.

Sebenarnya tugasku sudah selesai, lebih dulu ketimbang Jihoon. Tapi aku masih di dapur, termenung, memikirkan perkataan Jihoon.

Yang dia katakan semua benar.

Tapi, bagaimana lagi? Aku mau tidak mau harus berkerja, mencari uang untuk anak-anakku. Mereka perlu makan, mereka masih sekolah. Aku tidak ingin mereka putus sekolah hanya karna ini.


Haruskah aku bekerja? Haruskah aku meninggalkan mereka? Apa aku sanggup meninggalkan mereka?

Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang