58. Neighbors

2.7K 549 78
                                    

Sengaja menyibukkan diri merupakan pilihan yang tepat bagiku ketika tengah terlibat dalam suatu masalah. Tidak bermaksud menghindari, lebih tepatnya aku berusaha mengalihkan fokusku agar tidak terlalu stres memikirkan jalan keluar dari masalah tersebut.

Intinya aku tidak mau berpatokkan dengan satu hal, masih banyak hal yang harus kuurus dan roda kehidupanku terus berjalan, aku tidak mau membuang-buang waktuku yang berharga hanya karna memikirkan satu masalah.

Suara dentingan kaca yang bertemu dengan meja membuat fokusku buyar, menatap orang yang dengan bebasnya meletakkan sebuah gelas berisi minuman berwarna coklat tepat didepanku. "Kau melupakan susumu"

Tatapan bingung terus kulayangkan padanya hingga tersadar maksud ucapannya. Aku lupa minum susu untuk ibu hamil. "Aku tahu kau sibuk dengan pekerjaanmu, tapi jangan sampai melupakan asupan si kembar"

"Thank's" Aku meraihnya lalu meneguknya beberapa kali. "Aku sudah memasak makanan untukmu"

Fakta lain yang kutahu selain ia merupakan dosen termuda di University of Waikato diusianya 20 tahun, seusiaku, adalah dia tidak pernah bisa bersahabat dengan semua yang berkaitan dengan dapur. Dapurnya sangat bersih, saking bersihnya tidak ada satupun alat masak disana. Itulah mengapa aku selalu memasak makanan untuknya. Semacam feedback karna selalu menjagaku setiap hari. Tidak masalah.

"Aku baru selesai makan" Ia meraih kursi didekatnya dan duduk tepat disampingku, menghadap langsung kearahku. "Tadi Jiějiě memarahiku karna tidak menemanimu ke rumah sakit. Kenapa kau tidak bilang akan kesana?"

Sebelah alisku naik, tidak mengerti. "Kurasa tidak perlu memberitahumu. Toh juga aku kesana tidak untuk kontrol. Jadwal kontrolku masih dua minggu lagi"

"Yah paling tidak bilang padaku untuk mengantarmu kesana"

"Kau bukan supirku"

"Memang. Tapi aku temanmu" Selanya datar.

"Lain kali jangan seperti ini. Kau itu sedang hamil besar, jangan sekali-kali kau pergi sendirian, bahaya" Meski raut wajahnya terlihat datar, namun intonasinya membuktikan bahwa dia khawatir denganku, berakibat senyum tipis terpatri diwajahku. "Iya, Mr. Hendery"

Walau dia mendengus kesal, tapi dia tidak bisa menutupi senyum kecilnya dengan telapak tangannya. "Berhenti memanggilku seperti itu. Geli" Dan aku hanya bisa tertawa melihatnya.

"Jiějiě bilang kau meminta bantuannya untuk merahasiakan kondisi dan keberadaanmu dari dokter Taeyeon" Sudah kuduga, dokter Adora pasti cerita ke adik bungsunya tentang kunjunganku tadi pagi, cepat atau lambat.

"Tebakkanku, tujuanmu bukan untuk menghindar darinya" Suaranya terdengar serius membuatku benar-benar terfokus kearahnya. "Tapi kau menghindari adik sepupunya, Lee Taeyong"

Mataku refleks membulat, namun dengan cepat aku mengendalikan diriku dengan memasang raut datar. "Ternyata kau tahu banyak tentang Korea ya. Termasuk orang yang ada disana"

Bahunya terangkat acuh. "Well, suatu kebetulan mempunyai kakak perempuan yang pernah tinggal disana dan bersahabat baik dengan salah satu orang keturunan murni Korea. Yang berakibat aku hampir tahu segalanya tentang sahabatnya, termasuk adik sepupu kesayangannya"

Hendery menyandarkan tubuhnya di sandaran kursinya. "Dan sebuah kebetulan juga kau mengenal sepupunya sampai-sampai berusaha kabur dari jangkauannya"

"Lantas setelah kau mengetahuinya, apa yang akan kau lakukan?" Jujur, aku tidak memiliki niatan untuk cerita apapun dengannya. Memangnya apa yang bisa dia lakukan untukku?

"Aku bisa saja membuatnya semakin tidak bisa menjangkaumu" Tidak ada ekspresi maupun intonasinya mengindikasi bahwa ia sedang bercanda. "Tapi aku harus tahu apa motif utamamu"

Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang