2. Interview

7.7K 1.1K 28
                                    

Aku menatap kagum gedung pencakar langit yang ada dihadapanku. Blanc & Eclare. Perusahaan yang bergerak dibidang Fashion terbesar di Seoul, perusahaan yang menghubungiku kemarin, memintaku untuk membawa berkas-berkas lamaranku.

Iya, hari ini aku akan interview di perusahaan ini.

Aku mengucapkan 'Terimakasih' pada salah satu resepsionis yang mengantarku tempat wawancara. Aku duduk disalah satu kursi yang ada, melihat semua orang yang ada disini. Sepertinya mereka calon karyawan, sama sepertiku.

Aku memperhatikan pakaianku. Hanya pakaian ini yang terbaik yang kupunya, bahkan Flat Shoes yang kugunakan warnanya sedikit pudar. Aku sedikit minder dengan mereka, karna pakaian mereka terlihat sangat berkelas, aku bahkan tau merk pakaiannya. Tetapi setidaknya pakaianku bersih dan riasanku natural. Tidak seperti mereka.

Sambil menunggu giliranku, aku mengobrol dengan salah satu dari mereka. Namanya Kim Sejeong, perempuan cantik asal Jeolla. Dia orangnya ramah, bahkan dia melamar di departemen yang sama denganku. Aku berharap kami diterima di departemen yang sama, dan kami semakin dekat.

Obrolan kami terhenti, ketika melihat seorang perempuan menangis kencang, yang baru saja keluar dari ruangan itu. Tidak hanya dia, hampir semua orang yang masuk ruangan tersebut, berakhir dengan menangis setelah keluar dari ruangan itu.

"Eonni, aku agak takut" Sejeong menggenggam kedua tanganku. Tangannya sedikit basah, mungkin dia gugup "Aish, kau jangan buat aku ikutan takut dong" Aku berusaha menenangkan dirinya.

"Kenapa semuanya menangis ketika keluar dari ruangan itu? Apa semenyeramkan itu wawancaranya?" Aku terkekeh melihat ekspresinya saat ini.

"Mungkin orang yang mewawancarai yang agak seram" Bisa saja kan? Wawancaranya mungkin sama seperti di tempat lain. Tapi yang membuat kami takut adalah orang yang mewawancarai.

Namaku di panggil untuk masuk "Fighting eonni" Semangatku sedikit naik setelah mendapat semangat darinya. Aku memberikan heart sign sebagai balasannya.

Aku mengetuk pintu tersebut, meminta izin untuk masuk. Aku sempat ditertawakan yang lainnya, karna sejak tadi tidak ada satupun yang melakukan hal sama denganku.

Ruangan ini cukup luas, bersih, dan rapi. Terdapat pria muda tengah berkutat dengan laptop dihadapannya, kelihatannya umurnya lebih tua dariku sekitar setahun-dua tahun. Aku berjalan mendekati mejanya. Dimeja tersebut terdapat sebuah papan nama.

Jeon Jungkook

"Selamat Pagi, pak" Aku membungkuk, memberi salam hormat padanya. "Hm, selamat pagi" Ucapnya tanpa melirikku sedikitpun. Aku masih berdiri. Aku tidak bisa seenaknya duduk tanpa diberi izin.

"Kenapa kau masih berdiri? Silahkan duduk" Aku duduk sesuai arahannya. Kini dia mulai fokus padaku, dan menampilkan senyumnya. Manis.

Wawancara yang kujalani cukup santai, bahkan pak Jungkook sering melontarkan lelucon yang membuatku tertawa. Selera humornya sangat bagus. Dan aku rasa, wawancaraku cukup lama ketimbang yang lain.

"Hhh... hhh... hhh... ternyata humor kamu bisa kepleset gitu ya?" Ucapnya tengah mengatur napasnya. Selain humornya bagus, dia ternyata orangnya receh.

"Iya pak. Aduh pak, saya capek ketawa" Aku berusaha mereda tawaku, bahkan perutku sakit karnanya. Sesaat kami terdiam. "Terimakasih atas waktunya, Hyomin" Pak Jungkook mengulurkan tangannya, dan aku menerima ulurannya. "Selamat, kau diterima. Selamat datang Na Hyomin"

Aku tentu bahagia mendengarnya. Aku bahkan tidak bisa menyembunyikan ekspresiku. "Dan, selamat" Aku mengkerutkan keningku. "Selamat. Kau orang pertama yang memiliki attitude yang baik, dari sekian pelamar yang datang ke ruangan ini"

"Mulai besok, kau mulai bisa bekerja disini, untuk peraturannya bisa kau minta di depan. Ada yang ingin kau tanyakan?" Aku awalnya ragu untuk bertanya, tapi aku penasaran dari tadi.

"Ada, pak" Beliau mengangguk, mempersilahkanku untuk bertanya. "Mohon maaf sebelumnya, ini agak melenceng. Tapi kenapa, orang-orang yang masuk kesini selalu berakhir menangis?" Aku awalnya takut pak Jungkook akan marah padaku, dan ternyata tidak. Dia malah menampilkan senyum ramahnya.

"Seperti yang saya katakan. Kau orang pertama yang memiliki attitude yang baik dari sekian banyak pelamar yang masuk. Itu artinya, mereka semua tidak memiliki sikap yang baik. Saya tidak butuh orang macam mereka, dan saya benci orang seperti itu"

Merasa puas dengan jawabannya, aku undur diri. Dia bangkit, dan menjabat tanganku sambil menampilkan senyuman yang manis.

Aku kaget ketika semua orang melihatku. Mereka semua memandangku aneh, bahkan Sejeong pun terlihat bingung. "Eonni gak nangis? Kok bisa?"

Aku paham, jadi ini maksud dari tatapan mereka. "Gak kok, malah tadi seru kok wawancaranya" Dia memandangku tak percaya "Bagaiamana bisa?" Aku mendekatkan diriku dan membisikan sesuatu yang membuat matanya melotot.

.

.

.

"Tau gak eonni? Ternyata yang harus wawancarai kita tuh bukan pak Jungkook. Seharusnya Daepyonim" Sejeong kembali memakan kue Red Velvet miliknya. "Darimana kau tau?" Timpalku yang masih mengunyah kue Tiramisu kesukaanku.

Iya, Sejeong diterima, dan kami satu departemen. Doa anak soleh memang manjur "Tadi pak Jungkook cerita. Katanya Daepyonim lagi diluar negeri, katanya sih mau bikin kantor cabang disana. Memang ya, Daepyonim tuh gak pernah gabut"

Aku tertawa mendengarnya. Aku mencubit gemas lengannya "Kamu ini, ada-ada aja"

"Tadi pak Jungkook sempat bilang namanya. Siapa ya? Hyun-Hyun siapa gitu. Pokoknya isi Hyun" Aku sedikit terkejut mendengarnya. 'Hyun'?

"Tadi juga dia ngasih aku liat foto Daepyonim. Wuihhh, ganteng banget. Kalau aku gak punya pacar, udah aku embat dari tadi" Ketara sekali dia tertarik dengan bos kami.

"Pokoknya ya eonni, dia ganteng banget. Jadi gak sabar buat kerja besok"

"Gak sabar buat kerja apa gak sabar ketemu Daepyonim?"

"Hehehe, dua-duanya sih" Kami tertawa mendengarnya. Akupun tidak sabar.



Karna, setelah Sejeong menyebut namanya. Perasaanku mulai tidak enak. Aku takut, sangat takut.

Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang