62. First Word

2.8K 543 59
                                    

Rutinitas pagiku biasanya ialah jalan-jalan pagi sekalian belanja di pasar Hamilton, memasak makanan untukku dan Hendery, dan yang terakhir berangkat ke kampus atau menulis artikel terjemahan jika tidak ada kelas.

Iya, itu dulu. Tidak dengan 8 bulan terakhir ini.

"Aheng!"

"Apa? Ada yang salah?"

"Biarkan aku yang mendorong strollernya" Tanganku berusaha menggapai pegangan di stroller milik buah hatiku, tapi sia-sia begitu tangannya menepis tanganku lebih dulu. "Kau harusnya tahu, dimana-mana suami yang menggedong atau mendorong stroller anaknya"

"Tapi kau bukan suamiku"

"Memang, tapi aku Baba si kembar"

Langkah kakiku terhenti dengan mulutku sedikit terbuka. Apa barusan dia bilang?

"Aku tahu kau suka makan lalat, tapi tidak perlu memamerkannya juga" Detik berikutnya bibirku terkatup setelah mengerti maksud ucapannya. Sial.

Kupercepat langkah kakiku, menyusulnya yang sudah meninggalkanku sejauh beberapa ratus meter. Beruntung sekali dia memiliki kaki yang panjang, pikirku sinis.

"Sejak kapan mereka punya Baba?" Tanyaku begitu menyamai langkahnya, berusaha mengatur napasku masih terputus-putus.

Dia tidak langsung menjawabku, masih terdiam dengan matanya sedang menjelajahi taman bunga yang ada di depannya.

"Sejak mereka masih ada dikandunganmu, mungkin?" Ini yang kadang aku tidak suka darinya, membalas pertanyaanku dengan pertanyaan lainnya. Menyebalkan.

Melihatku merajuk-dengan mengerucutkan bibirku, tentu mengundang reaksi darinya, terkekeh misalnya. "Berhenti bertingkah sok imut, kau tidak cocok melakukannya" Dan yah, aku semakin jengkel dengannya.

Kami memilih duduk di bangku taman yang berada dibawah pohon yang tengah menggugurkan daunnya, setelah berjalan cukup lama, mungkin ada satu jam. Meski teriknya sinar matahari mengenai kami, menandakan hari sudah siang, namun tidak terasa panas seperti biasanya. Mungkin karna angin sejuk khas musim gugur membuat kami tidak merasa panas.

Hendery, yang duduk disebelahku memutar stroller si kembar menghadap kearahku, memperlihat wajah polos kedua buah hatiku yang tengah terlelap. Wajar, ini memang waktunya mereka tidur.

Mataku beralih menatap Hendery yang masih setia melihat anakku. "Tidak apa kau bolos hari ini?"

"Tidak" Dia menjawab sembari tersenyum, tanpa melihatku. "Libur sehari tidak ada apa-apanya dibanding 1 minggu dinas tanpa melihat mereka. Kau harus tahu betapa gilanya aku tidak bisa menyentuh mereka selama itu. Aku merindukan mereka"

Aku, yang mendengarnya responnya tentu sedikit terkejut. Tidak menyangka dia akan sepeduli itu dengan anakku. Bukan itu saja, semenjak kelahiran anakku, dia jauh lebih ekspresif dari sebelumnya.

"Entah perasaanku saja, atau memang kau lebih ekspresif ya saat anakku lahir"

Tatapan tajam ia layangkan padaku seperkian detik. "Tidak, aku sudah ekspresif jauh sebelum mereka lahir. Kaunya saja yang tidak sadar" Namun fokusnya kembali tertuju pada anakku, dengan senyum tulus diwajahnya. "Tapi, semenjak kelahiran mereka, aku tidak bisa untuk tidak tersenyum, terutama saat melihat mereka tertawa ataupun melihat wajah menggemaskannya"

Tidak bisa dipungkiri, Hendery selalu meluangkan banyak waktu untuk mengurus mereka, selalu memprioritaskan si kembar.

Rela bangun lebih awal untuk belanja ke supermarket, memandikan salah satu dari mereka, mengajak mereka bermain walau pada akhirnya ia sering mendapatkan cakaran ditangan ataupun diwajahnya. Ia termasuk orang sabar saat menenangkan mereka ketika mereka menangis, tidak ada raut kesal diwajahnya saat kadang anakku tidak mau bermain dengannya. Bahkan, dia orang pertama selalu mendampingiku saat mereka demam secara bersamaan.

Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang