45. Care

2.7K 534 62
                                    

"Sudah sampai, Hyomin?"

"Saya baru sampai, tapi apartemennya sepi. Anda yakin dia disini?"

"Sangat yakin. Aku sangat tahu kebiasaannya, terutama saat emosionalnya tidak stabil seperti sekarang"

Membuka sepatuku perlahan, lalu berjalan mengendap-endap dengan ponsel tertempel ditelinga kiriku. "Sepertinya dia ada di kamarnya" Bisikku sepelan mungkin, bahkan aku takut suaraku tidak terdengar saking kecilnya.

"Sudah kuduga" Ujarnya seraya menghela nafas kasar.

"Hyomin"

"Iya, Miss?"

"Tolong tenangkan dia ya"

"Aku takut dia melakukan hal gila, lagi. Dia selalu seperti ini setelah selesai berdebat dengan Daddynya"

Tangan kananku berpegang kuat di gagang pintu kamar seseorang. Aku tidak tahu harus bereaksi apa setelah tahu alasan kenapa Miss Krystal menyuruhku ke apartemen keponakannya.

Beliau tidak perlu menceritakan lagi betapa hebatnya pertengkaran sepasang Ayah dan anak itu, dan seberapa besar dampak yang anak itu rasakan setelah selesai berdebat dengan Ayahnya.

"Baik Miss, saya akan melakukannya semampu saya" Aku tidak yakin bisa menengankannya. Dikepalaku berkutat memikirkan cara agar bisa membuat emosinya stabil.

"Maaf merepotkanmu lagi, Hyomin. Aku tidak tahu harus menghubungi siapa lagi. Hanya kau yang bisa kuandalkan" Ketara sekali terdengar nada penyesalan darinya. Dan itu membuatku merasa tidak enak.

"Tidak masalah, Miss. Saya tidak merasa direpotkan" Aku berusaha menyakinkannya dengan ucapanku. Semoga saja berhasil.

Setelah sambungan telponnya putus, aku menyiapkan diri untuk masuk ke kamar milik seseorang.

Perpanduan aroma alkohol; mungkin sejenis Vodka, dengan aroma rokok tercium jelas di hidungku begitu aku membuka pintu. Dan sialnya, aku benci perpaduan itu.

Sesak. Satu kata yang menggambarkan kondisi paru-paruku saat ini, mengingat sudah lama tidak menghirup asap rokok semenjak aku melarang Lucas untuk merokok lagi. Akhir-akhir ini dia menjadi anak yang penurut, dan aku bangga akan hal itu.

Terlepas dari semuanya, tidak pernah terbesit diotakku Jaehyun akan kembali merokok, yang berakibat aku tidak melakukan persiapan apapun, termasuk membawa masker mulut. Menyebalkan.

Pandanganku menyipit melihat apa yang ia lakukan. Duduk bersandar disamping kasur dengan sepuntung rokok disela jarinya, belum lagi disekitarnya terdapat banyak botol minuman dan bungkus rokok-yang tak kupeduli jumlahnya.

Mengesampingkan perasaan marah melihat tingkahnya, aku berjalan cepat dengan kantong plastik-yang tak sengaja kutemukan didekat pintu kamarnya, memungut semua botol Vodka dan bungkus rokok tanpa memilah. Masa bodoh kalau isinya masih banyak, aku tidak peduli.

Tidak ada penolakan apapun darinya, ia hanya melihatku sembari menghisap rokoknya. itu membuatku geram. Dengan gesit aku merampas dan meremasnya, tidak peduli tanganku kepanasan karna rokoknya masih menyala.

Jika dulu Jaehyun akan menatapku khawatir, mengobati tanganku dengan rasa bersalah, untuk sekarang tidak. Tidak ada rasa penyesalan disana, yang ada hanya senyum miring dengan tatapan meremehkan. Tidak ada Jung Jaehyun, lelaki usil dengan senyum manis yang selalu membuatku jengkel disana. Hanya ada sosok Jung Jaehyun, lelaki pemberontak, keras kepala, arogan, dan angkuh.

Namun aku tahu, semua sifatnya yang ia perlihatkan padaku hari ini hanyalah sebagai topeng untuk menutupi kerapuhannya, kerapuhan yang selalu menjadi musuh terbesarnya.

Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang