8. Unconscious

6.7K 1.1K 5
                                    

Seminggu bekerja secara langsung dengan Daepyonim, membuatku mati secara perlahan.

Bagaimana tidak? Peraturan Daepyonim semakin aneh setiap harinya. Mulai tidak boleh makan siang, pulang sebelum diperintahkan, tidak boleh mengangkat telepon diluar kepentingan kantor, dan masih banyak lagi.

Seperti sekarang ini, kepalaku pening sekali. Efek telat makan seminggu ini berakibat buruk bagiku. Aku bahkan tidak bisa fokus untuk membaca laporan keuangan.

Seharusnya aku mengikuti kata Jihoon untuk izin hari ini. Tapi, mengingat tipe Daepyonim seperti apa, aku mengurungkan niatku untuk izin.

Aku memijat kepalaku. Pusing sekali. Apalagi laporan ini harus kuserahkan pada Daepyonim sejam lagi. Tidak boleh telat, sedetik pun.

Buru-buru aku ke toilet, dan memuntahkan isi perutku. Sepertinya asam lambungku kambuh lagi. Setelah membasuh wajahku, aku berjalan tertatih-tatih menuju keruanganku.

Aku mencari Antasid yang selalu ada di dalam tasku. Sial, ternyata sudah habis, dan aku lupa membelinya. Kenapa aku bisa seceroboh ini?

Dengan hanya mengandalkan air minum, aku berupaya menghilangkan efek panas dan perih dalam perutku. Aku tidak mungkin bisa keluar untuk membeli Antasid.

Tok... Tok...

Aku melihat Irene-ssi tengah membawa berkas-berkas. Dari warna mapnya saja aku tahu, itu laporan hasil kinerja karyawan.

"Hyomin, ini lapor- Hyomin! Kenapa wajahmu pucat sekali?" Pekik Irene-ssi setelah aku mengangkat kepalaku.

"Kepalaku pusing, sepertinya asam lambungku kambuh" Jelasku dengan suara serak.

Irene-ssi menyentuh keningku dengan lembut "Kau juga demam, Hyomin" Benarkah? Pantas saja aku merasa panas.

"Kenapa kau tidak izin saja?" Aku menggeleng lemah. "Daepyonim hari ini memiliki jadwal yang padat. Dan beliau memintaku untuk harus hadir"

Aku bisa melihat dia menggelengkan kepalanya. "Mau kupanggilkan Office Boy untuk membelikanmu obat?"

"Tidak usah. Paling nanti mendingan" Aku tidak suka merepotkan orang lain.

"Baiklah kalau begitu. Ini laporannya. Nanti kalau kau butuh apa-apa, tinggal hubungi aku" Aku mengangguk samar, dan menampilkan senyum seadanya. Aku mendengar pintu ruanganku tertutup.

Aku memeriksa jam di ponselku, dengan cepat aku bergegas. Aku harus membawa laporan dari Irene-ssi dan laporan keuangan yang telah kuperiksa keruangan Daepyonim.

Aku mengentuk dan membuka pintunya setelah aku mendapatkan izin darinya.

"Selamat siang, Daepyonim. Ini laporan dari HRD dan laporan keuangan. Saya sudah membacanya keduanya" Ujarku berusaha menjaga suaraku, agar tidak terlihat sakit.

Cukup lama aku berdiri, aku berusaha mempertahankan posisiku. Pening dikepalaku semakin menjadi.

"Revisi kembali" Ucapnya dengan menyerahkan laporan HRD padaku. "Serahkan padaku jam 4 sore ini" Aku mengangguk dan mengambil kembali laporannya.

"Baik, Daepyonim. Saya permisi" See? Dia bahkan tidak melihat kearahku sama sekali. Astaga.

Setelah menutup pintu ruanganku, aku bersandar pada pintu ruanganku. Aku harus kuat untuk sampai keruangan HRD.

.

.

.

Ruangan HRD sepi sekali. Aku melihat jam dinding di ruangan ini. Jam 12 siang, waktunya makan siang. Bekerja bersama Daepyonim membuatku lupa apa itu jam makan siang.

Aku sedikit iri dengan orang yang bisa menyantap makan siangnya. Karna, aku tidak bisa melakukannya. Mengingatnya saja, membuat lambungku semakin perih.

Aku menaruh laporannya di meja Irene-ssi dan menempelkan sticky note yang kutulis sesuai perintah Daepyonim.

Aku berjalan perlahan sambil berpegangan pada dinding lorong. Untung lorong sepi kali ini.

Aku sedikit kaget melihat Daepyonim duduk dikursiku dan memainkan ponselku. "Ada yang bisa saya bantu, Daepyonim?" Syukur, aku masih sempat ke toilet untuk merapikan dandanku.

Dia menatapku lama, sebelum akhirnya bangkit dan meninggalkan mejaku. "Hari ini ada pertemuan dengan perusahaan NTV, bukan?"

"Iya, Daepyonim. Hari ini, jam 1 siang di kantornya langsung" Kataku dengan memperhatikan jadwalnya di tablet yang kubawa.

"Kalau begitu, persiapkan semuanya. Kita berangkat sekarang" Ucapnya tegas, dan kembali ke ruangannya.

Aku mempersiapkan semua yang dibutuhkannya.

Tepat, setelah aku selesai mempersiapkannya, ia keluar dari ruangannya dengan pakaian lebih rapi.

Aku berjalan dibelakangnya. Aku berusaha menyamai langkah kakinya, agar aku tidak tertinggal jauh dengannya. Beruntung sekali dia memiliki kaki yang panjang, pikirku sinis.

Sial. Rasa perih di lambungku dan pusing dikepalaku semakin menyakitkan. Aku tidak bisa menahannya lagi.

Aku berhenti sejenak. Selanjutnya aku bisa mendengar teriakan dari banyak orang yang berada di lantai 1.

Aku tidak bisa melihat siapa saja yang berteriak itu. Karna, pandangaku mendadak menghitam.

Seharusnya aku jatuh kelantai yang keras dan dingin itu.






Tapi, mengapa yang kurasakan saat ini adalah kehangatan dan deru napas seseorang?

Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang