51. Essence

2.7K 434 37
                                    

Dulu, ketika aku selesai mengerjakan suatu proyek, biasanya aku akan mengambil cuti kerja, menghabiskan sepanjang hari di apartemen, berkunjung ke makam orang tuaku, atau mungkin jalan-jalan ke pantai.

Iya, itu dulu. Jauh sebelum negara api menyerang.

Ah, bukan bukan. Jauh sebelum seorang pria datang ke apartemenku, menyeretku pergi dengan masih menggunakan celemek. Aku tidak yakin aku sudah mematikan komporku, semoga saja sudah.

Sepasang tangan itu menarik sudut bibirku ke atas; membentuk sebuah lengkungan yang sedikit lebar. "Aku tidak suka melihatmu cemberut. Terlihat jauh lebih menyebalkan dari biasanya"

Aku mendengus kasar lalu menghempaskan kedua tangannya. Bukannya aku tidak suka berada disini. Tapi, ck, andai dia bisa lebih sabar mungkin tadi aku bisa mempersiapkan diriku. Setidaknya membawa dompet dan ponsel itu lebih dari cukup. Tapi sayangnya, dia manusia paling tidak sabaran yang pernah kutemui. Kenapa aku bisa terjebak dengannya, sih?

"Ck. Berhenti memakan cherryku"

"Dengar, secara teknis cherry ini milikku juga. Dia berasal dari uangku jika kau lupa, sayang" Dia kembali mencomot buah kesukaanku, memakan dalam jumlah yang banyak sekali suap.

"Tapi kau sudah memberikannya padaku. Jadi secara teknis, ini milikku" Aku menggeser kotak buah kebelakang, membuat jarak yang cukup jauh untuk bisa dia meraihnya. "Lagipula, sejak kapan kau suka makan cherry? Setauku kau suka peach"

"Entah. Memangnya tidak boleh aku makan cherry?" Kedua tangannya berada disisi tubuhku, berusaha meraih buah di belakangku.

"Selama itu buahku, jawabannya iya" Aku selama ini tidak masalah berbagi buah, tapi kalau itu buah cherry, i'm sorry tapi aku akan menjadi manusia pelit.

Sial.

Oh, sialan.

Kedua tangannya terpeleset, tubuhnya nyaris menindihku jika saja kedua tanganku tidak ada didadaku. Nyaris saja, bung.

"Aw! My eyes!"

"Oh tidak, mataku ternodai!"

"Woi, kalau mau pacaran jangan disini, woi!"

"Aku tidak lihat, aku tidak lihat, aku masih anak kecil"

"Wow. Aku sudah tidak polos lagi"

"Aw, jiwa jomblo teriris-iris melihatnya"

Mata kami saling bertemu beberapa saat sebelum aku mendorong tubuhnya menjauh dariku. Semoga saja dia tidak mendengar detak jantungku yang tidak teratur.

Tidak ada raut menyesal darinya, justru ia tersenyum tengil dan menaik-turunkan alisnya berulang kali. "Yah, sedikit lagi"

Aku langsung berdiri, melipat kedua tangan didada sembari menatapnya tajam. Kemudian mataku memicing melihat sesuatu yang aneh darinya.

"Jaehyun"

"Telingamu merah?"

"Telingamu merah?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Preserve | Jung Jaehyun [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang