Vampir Katro

13 4 0
                                    

🌻 Karya : Asih Saraswati 🌻

Mentari telah menampakan sinarnya, namun seorang gadis belia masih bergulat dengan mimpi-mimpi abstraknya. Alarm sudah berbunyi berkali-kali dari ponselnya tak mampu membuatnya bangun.
"Argh, alarm sialan!" Maki gadis itu mematikan alarm di ponselnya.
"Belvina bangun, sayang! Udah jam enam." Teriakan yang sangat memekakan membuat gadis bernama Belvina itu kembali mengumpat kata-kata kotor.
"Iya, mom! Bentar lagi," balas Belvina dengan suara khas bangun tidur, ia belum punya niatan untuk meninggalkan kasur empuk miliknya.
"Cepetan, Vina! Kalo nggak, motor kamu mama sita!" Mendengar kalimat itu, Belvina langsung bangun dan segera pergi ke kamar mandi.
Hanya membutuhkan waktu setengah jam, Belvina sudah tampak seperti seorang pelajar teladan. Cukup dengan polesan bedak bayi secukupnya dan lips balm sudah mampu menjadikan penampilan Belvina bak ratu kerajaan.
"Mandi udah, parfum udah, bedak udah, lips udah, cantik udah, apa yang kurang ya? Oh iya, pacar. Gue belum nemuin cowok sesuai tipe gue, kampret." Usai berucap demikian, Belvina mulai menuruni tangga menuju lantai dasar. Kamarnya memang berada dilantai atas.
"Morning, mom!" Seru Belvina dengan riang kemudian duduk berhadapan dengan mommy nya yang sudah duduk sedari tadi.
"Kamu abis mijit pangeranmu ya, Vin? Lama banget. Mommy capek nungguin kamu nggak turun-turun," tutur Pera alias mommy Belvina sambil mengambil nasi untuk putri kesayangannya.
"Apaan mijit pangeran? Yakali pangeran suka dipijit, mom." Pera terkekeh sendiri mendengar penuturan dari Belvina.
"Ya kan siapa tau pangeranmu suka dipijit gitu, pake balsem atau cool in cream kan nggak ada yang tau," ucap Pera terkekeh sendiri membayangkan pangeran putrinya suka pijit pake balsem, hahaha.
"Mommy nglantur banget ngomongnya kemana-mana," ujar Belvina mulai menyendok makanannya lalu mulai memasukan kedalam mulut.
Dentingan sendok mulai mengisi keheningan di meja makan. Meski hanya berdua, mereka mampu membuat suasana sarapan sedikit berwarna. Ayah Belvina sudah lama meninggal, namun hingga saat ini belum diketahui dengan jelas apa penyebabnya karena beliau dikabarkan meninggal saat perjalanan menuju rumahnya. Hanya ada satu tanda bukti berupa luka di leher yang entah disebabkan oleh apa.
"Aku berangkat ya mom, see you!" Pamit Belvina menyalimi Pera kemudian pergi menuju sekolahnya dengan motor beet biru miliknya.
---skip---
Pada waktu yang sama, di suatu kerajaan Vampir bernama Vladimir Mesopotamia, tampak seorang pria tengah membicarakan sesuatu yang cukup serius dengan orang dihadapannya.
"Ada informasi apa, Palleo?" Tanya pria tampan itu dengan sorot mata mengintimidasi.
"Saya mendapat informasi bahwa mate pangeran tengah pergi menuju sekolahnya pagi ini." Pria tampan yang dipanggil dengan sebutan 'Pangeran' pun langsung mengangguk paham.
"Bawa dia kemari!" Perintah itu menjadi penutup obrolan mereka karena sang pangeran langsung pergi menuju kamar miliknya.
"Kamu akan segera menjadi miliku, sayang." Senyum manis mengembang dari bibirnya setelah berucap demikian.
Theo Illegas Mesopotamia, seorang pangeran dari kerajaan vampir terbesar dengan ketampanan bak dewa yunani dengan tubuh yang atletis, mata elang yang tajam, dan suara yang teramat dingin dan tegas membuatnya dikagumi oleh seluruh kaum hawa di wilayahnya.
Sudah sangat lama ia mencari mate-nya namun ia belum mampu menemukannya. Entah kenapa beberapa hari belakangan ini ia merasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya, ia merasa bahwa ia sudah dekat dengan mate-nya. Ternyata benar adanya, orang suruhannya berhasil menemukannya satu minggu yang lalu, hanya saja ia belum siap bertemu dengannya. Namun sekarang ia sudah sangat siap karena ia ingin segera memperistri mate-nya segera.
Tok tok tok
Mata elang Theo langsung mengarah ke pintu emasnya yang terdengar nyaring. Dengan langkah tegas, ia segera menuju pintu dan membukanya perlahan. Matanya langsung tertuju pada seseorang yang berada dalam dekapan suruhannya.
Dia adalah mate-ku! Aku yakin itu, batin Theo tersenyum smirk memandangi gadis yang tak sadarkan diri dalam gendongan Palleo, orang suruhannya.
"Bawa dia masuk! Baringkan dia dengan pelan, jangan sampai melukainya!" Palleo langsung membawa masuk gadis itu kedalam kamar pangeran.
Setelah gadis itu terbaring dengan nyaman, Palleo pamit untuk keluar dari kamar pangerannya. Sang pangeran pun hanya mengangguk lalu berkata, "Kerja yang bagus." Ia lantas mempersilahkan Palleo keluar dari kamarnya dan segera mengunci pintu.
Theo langsung berjalan menghampiri gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya dengan seksama. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, ia intimidasi dengan sangat jeli.
"Kamu sangat sempurna, sayang," gumam Theo lalu mulai merangkak naik ke ranjang miliknya dengan sangat pelan karena takut mengganggu gadisnya.
"Bibirmu sangat lucu," gumam Theo menyentuh bibir gadisnya dengan jari telunjuk.
"Apa aku boleh mencium bibirmu, sayang? Ah sudah pasti boleh, aku kan calon suamimu," ucap Theo kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah gadia yang masih memejamkan matanya.
Cup
Theo sudah menempelkan bibirnya ke bibir gadisnya. Bibir itu seperti candu yang membuat Theo enggan melepasnya. Ia mulai menjilat bibir pink gadis itu dengan pelan, namun lama-lama semakin kasar. Walaupun tak ada balasan, namun tetap saja nikmat.
"Euh." Suara lenguhan itu membuat mata Theo yang awalnya terpejam langsung terbuka. Dengan sangat terpaksa, ia melepas pagutan bibirnya dengan gadis cantik itu.
"Siapa lo?" Tanya gadis itu langsung terduduk saat kesadarannya sudah terkumpul sepenuhnya. Matanya memicing menatap kearah Theo.
"Pangeranmu." Ucapan Theo membuat gadis itu melotot tajam.
"Pangeranku? Mimpi!" Tukas gadis itu memalingkan wajahnya kearah lain. Jujur saja, jika tidak sedang dalam situasi ini, pasti gadis itu sudah jingkrak-jingkrak tak karuan melihat wajah tampan milik Theo.
"Belvina Elleuwis? Benar?" Mata gadis itu kembali menatap pria yang mengaku sebagai pangerannya dengan mata melotot. Kok tau sih?
"Lo tau darimana nama gue?" Tanya Belvina memicingkan matanya.
"Gue itu-- aku?" Bukannya menjawab pertanyaan Belvina, Theo malah bertanya balik.
"Iya lah, goblok!" Jawab Belvina dengan ketus, namun saat mengucapkan kata terakhir, ia hanya berucap lirih. Theo hanya mengangguk paham.
"Eh lo jangan macem-macem sama gue ya! Gue laporin ke polisi ntar!" Ancam Belvina dengan tatapan menghunus.
"Silahkan laporkan saja ke polisi, aku tak perduli. Yang jelas kamu adalah mate-ku." Kerutan didahi Belvina tercetak dengan jelas.
"Mate? Apa-apaan?! Dih ngaku-ngaku lagi lo! Gue santet juga lo!" Ketus Belvina melipat kedua tangannya didepan dada.
"Santet? Apa itu?" Tanya Theo dengan kerutan didahinya membuat wajah tampannya terlihat sangat lucu.
"Nggak usah sok polos lo jadi cowok! Lo juga sering kan nyantet cewek biar bisa suka sama lo," ucap Belvina terdengar mengejek.
"Nyantet? Apa yang sedang kamu bicarakan sebenarnya? Aku tak paham bahasa seperti itu." Entah kenapa Belvina tertawa ngakak mendengar penuturan pria didepannya.
"Lo tuh hidup dijaman apa sih hah? Masa gitu aja nggak tau! Cara ngomong lo juga formal banget," ujar Belvina menanggapi kepolosan pria dihadapannya.
"Memang salah jika aku berbicara seperti ini?" Tanya Theo mengangkat sebelah alisnya.
"Nggak salah juga sih, cuman formal banget gitu kek hidup dikerajaan." Ucapan Belvina diakhiri dengan kekehan yang kembali keluar dari mulutnya.
"Aku memang tinggal dikerajaan, dan ini juga kamu sedang berada di kerajaanku," ucap Theo menyapukan matanya ke seluruh penjuru kamarnya.
"Hah?! Aduh apaan sih? Gue kok nggak mudeng yah? Ini gue di kerajaan?" Tanya Belvina ikut menatap kamar milik pria dihadapannya. Memang kamar ini terlihat sangat mirip dengan bangunan khas kerajaan yang pernah ia tonton di film, tapi mana mungkin?
"Anter gue pulang!" Pinta Belvina menuruni ranjang Theo, namun tangan Theo berhasil menahan pergerakan Belvina sehingga Belvina tak jadi turun ranjang.
"Aku sudah lama mencarimu kesana-kemari, lalu kamu minta aku mengatarmu pulang? Enak saja." Theo langsung mendekatkan wajahnya dengan wajah Belvina.
"Heh! Mau ngapain lo?" Tanya Belvina sambil memundurkan tubuhnya hingga menyentuh kepala ranjang, namun wajah Theo semakin dekat dengan wajahnya.
Belvina bungkam akibat ciuman yang mendarat dibibirnya. Fisrt kiss nya sudah dicuri oleh pria yang belum ia kenal sama sekali. Theo mencium bibir Belvina singkat kemudian beralih ke leher jenjang Belvina yang putih bersih.
"Aahh," desah Belvina saat merasakan perih di lehernya. Tak lama, suara seperti orang tengah minum terdengar di telinga Belvina dengan sangat jelas.
"Ahh, ngapain sih lo?!" Tanya Belvina menahan sakit di area lehernya. Seperti tuli, Theo tak mengindahkan ucapan Belvina.
Tubuh Belvina terasa lemas membuatnya perlahan membaringkan tubuhnya di ranjang Theo. Matanya terpejam menahan perih di lehernya. Tak lama Theo mengangkat kepalanya dan menyudahi kegiatannya. Ia barusaja meminum darah segar Belvina yang terasa sangat nikmat. Ditatapnya Belvina yang sudah menutup matanya rapat-rapat.
"Terima kasih, sayang," bisik Theo tepat di telinga kanan Belvina.
--skip--
Hari sudah berganti malam namun Belvina masih tertidur nyaman di ranjang Theo. Tak henti-hentinya Theo menatap, mengelus dan mengecup wajah Belvina yang nampak tak terusik tidurnya sama sekali.
"Eeuuhh." Lenguhan itu keluar dari mulut Belvina dengan tubuh mengulet di ranjang membuat Theo sedikit menyingkirkan tubuhnya dari gadis itu. Mata indah Belvina mulai terbuka lalu mengerjap lucu membuat Theo tak tahan menahan diri untuk tidak mencium bibir Belvina.
"Tidurmu lama sekali, Belvina," ucap Theo setelah melepas bibirnya dari bibir Belvina.
"Lo tadi minum darah gue?" Tanya Belvina mendudukan diri dan menyenderkan tubuh lemasnya pada kepala ranjang. Theo mengangguk.
"Aku kan vampir." Hah?! Vampir?! Apa ia tak salah dengar?!
"Hah? Vampir?" Mata Belvina melotot menatap Theo tak percaya. Theo malah memasang wajah tenang dan merasa biasa-biasa saja.
"Iya, aku ini vampir. Kenapa? Apa kamu terkejut?" Tanya Theo mengelus pipinya, Belvina diam saja mendapat perlakuan tersebut. Ia masih belum percaya jika pria didepannya ini Vampir.
"Serius lo vampir? Fanboy kali lo, bukan vampir." Belvina masih tak percaya dengan ucapan pria dihadapannya. Jaman sekarang, apa masih ada dongeng tentang vampir seperti itu?
"Fanboy? Makhluk apa itu?" Tanya Theo dengan wajah polosnya.
"Makhluk halus!" Jawab Belvina asal-asalan kemudian menuruni ranjang dengan hati-hati karena tubuhnya masih lemas.
"Benarkah? Fanboy itu makhluk halus? Wah aku baru tahu jika hantu memiliki nama yang keren," ujar Theo ikut turun dari ranjang.
"Kamu mau kemana?" Tanya Theo saat mendapati Belvina sudah memegang gagang pintu dan bersiap akan keluar.
"Makan, gue laper!" Ucap Belvina menarik gagang pintu didepannya hingga terbuka.
"Tunggu saja disini, aku akan meminta pelayan mengambil makanan untukmu," ucap Theo menahan tangan Belvina sebelum gadis itu benar-benar keluar kamar.
Tanpa aba-aba, Theo mengangkat tubuh lemas Belvina kemudian membawanya kembali ke ranjang. Sebelum membaringkan tubuh Belvina, ia mengecup bibir ranum Belvina dengan pelan. Lama-lama Theo melumat habis bibir Belvina hingga tanpa sadar Belvina sudah terbaring dan Theo menindihnya. Entah kenapa Belvina tak menolak sama sekali atas perlakuan Theo.
Hingga pukulan pelan Belvina ke dada bidang Theo sebagai tanda bahwa Belvina sudah kehabisan napas, Theo langsung melepas pagutan bibirnya dari bibir Belvina yang terlihat sedikit bengkak.
"Jadilah istriku, Belvina." Tanpa diduga, Belvina mengangguk sebagai jawabannya. Theo tersenyum lebar kemudian mengecup kembali leher Belvina dan tentu saja ia meminum darah Belvina yang terasa sangat nikmat itu.
"Eungh-- si-siapa lo?" Tanya Belvina disela rintihannya yang menahan perih dilehernya.
"Panggil aku Theo, Pangeran Theo," jawab Theo membersihkan darah Belvina yang berada dileher dengan lidahnya.
"Darah gue emang nggak amis ya?" Tanya Belvina saat Theo sudah menjauhkan bibir sexynya dari lehernya.
"Amis? Sama sekali tidak, Belvina. Darahmu manis," balas Theo menampilkan senyum tipisnya.
"Ish, jangan senyum gitu deh, lo! Gue meleleh liatnya," kata Belvina malu-malu kambing.
"Meleleh? Kamu manusia es?" Belvina mendengus geram, hatinya berucap, "Garing banget deh nglawaknya!"
"Iya, kenapa? Masalah?" Tanya Belvina seolah menantang.
"Ya sudah, aku peluk kamu ya? Biar hangat." Belvina memutar bola matanya malas.
"Modus lo itu mah!" Timpal Belvina mencubit lengan Theo dengan keras.
"Aaaw-- apa itu modus?" Belvina menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar.
"Modal dusta!" Ketus Belvina memalingkan wajahnya ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka dan menampilkan seorang wanita membawa makanan.
"Permisi pangeran, ini makanan untuk tuan putri," ucap wanita itu sangat sopan kepada Theo.
"Terima kasih, Dayan." Wanita itu langsung pergi keluar dari kamar setelah menaruh makanan tuan putrinya di nakas yang berada disamping ranjang.
"Makan, sayang." Belvina langsung mengambil makanannya dengan kesal.
"Lo udah makan belum?" Tanya Belvina menyuap sendok berisi makanan kedalam mulutnya.
"G-gue belum makan. L-lo mau me- eh maaf salah, l-lo mau nyuapin g-gue?" Belvina langsung ngakak mendengar penuturan Theo yang berbicara dengan bahasa gaul sepertinya.
"Saae lo cendol dawet!" Ucap Belvina kembali ngakak, Theo hanya menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Jujur, ini adalah pertama kalinya ia berbicara dengan bahasa gaul.
"L-lo sudah ti- eh e-enggak marah sama gue?" Bagaimana mau marah? Mendengar ucapan Theo saja sudah membuatnya tak kuat melanjutkan aksi ngambeknya lagi.
"Sini gue suapin, biar ngomongnya lancar," ucap Belvina mengarahkan sesendok makanan ke mulut Theo. Dengan senang hati, Theo langsung membuka mulutnya. Namun dugaan Theo salah besar, ia kira Belvina akan menyuapinya, eh ternyata ia memasukan makanan itu kemulut sendiri.
Tapi itu tak masalah bagi Theo, ia senang gadisnya tertawa kembali walaupun ia harus merendahkan diri dihadapan gadisnya itu. Benar-benar mate yang sempurna.
Vampir katro! Batin Belvina sambil menyuap makanan kemulutnya.

Event; KumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang